Dicuri
"Apa dia sudah siap?" Dia datang dengan keadaan rapi sambil memandang ke arahku, apa dia tidak bisa melihatku dengan wajah terkagum sedikit saja kenapa wajah datar itu saja yang selalu muncul
"Sudah, Tuan." Para pelayan itu pun kemudian pergi meninggalkan kami. Shui tersenyum, senyuman itu pasti milik iblis aku mendekatinya kemudian dia memegang tangan dan mengajakku pergi.
Sesampainya di gerbang dia membukakan pintu mobil tepat yang ada di hadapan kami, aku memandang dia, sorotan matanya menyuruhku untuk masuk, Aku pun masuk begitu juga dengan dia.
Tidak seperti biasanya dia melakukan itu, waktu aku sekolah dulu dia selalu membuka pintu lalu mendorongku masuk, tapi sekarang mungkin dia menjaga pakaian dan riasan yang aku kenakan.
Beberapa menit mobil yang kami naiki berhenti, bukan berhenti di tempat yang indah seperti taman melainkan di sebuah hutan yang sangat lebat, sekarang apalagi yang dia pikirkan.
"Tuan mengapa kita ke sini?" tanyaku penasaran, dia hanya tersenyum kemudian menarikku masuk ke dalam hutan lebat ini, jika ada binatang buas lenyap sudah.
"Wah ternyata kalian sudah sampai," ucap seseorang sambil membersihkan kameranya dengan tisu, kapan dia ada di situ.
"Lakukan sekarang!" perintah Shui, orang tersebut pun langsung bangkit dari duduknya lalu sedikit menjauh dari kami.
"Baiklah, yang pria rangkul pinggang cewek sedangkan cewek rangkul leher pria dengan kedua tangan, badannya agak diserong sedikit menghadap saya," perintah orang itu kami pun kemudian saling menatap.
Serius fotonya di dalam hutan? Ternyata hidupku tidak seindah wanita lain bahkan saat ingin menikah. "Lakukan biar ini bisa diselesaikan dengan cepat." Orang itu pun menyuruh kami untuk melakukannya.
Shui menatapku kemudian menarik pinggangku ke arahnya otomatis aku tidak memiliki jarak dengan dia. Aku merasa malu sedangkan dia hanya membuang mukanya dari pandanganku.
Orang yang menyuruh kami tadi menyuruhku untuk merangkul leher Shui dengan bahasa isyarat. Aku pun melakukannya dengan perlahan dan gugup walaupun memakan waktu yang lama akhirnya aku berhasil merangkul dirinya.
"Oke lihat ke sini." Kami pun melihat ke arah orang itu dengan muka yang gugup.
"Tersenyumlah supaya fotonya bagus." Aku melihat Shui apa dia akan tersenyum dan melakukan hal bodoh menurutnya, awalnya dia hanya diam dan aku tersenyum lebar.
Melihatku dengan tatapan malas dia tersenyum sedikit, baru pertama kali ini aku melihatnya tersenyum dengan tulus dan atas perintah orang lain, dia sungguh tampan, pasti setelah ini dia akan marah-marah tidak jelas.
Akhirnya foto prewedding itu selesai kami pun keluar dari hutan itu dan kembali memasuki mobil, tapi tidak ada yang menyangka selama proses foto prewedding tadi ada orang lain yang menguntit kami hingga sekarang.
Shui mengetahuinya, dia hanya diam saja bahkan tidak memberitahuku dan para pengawalnya, hingga akhirnya suara tembakan terdengar dan satu tembakan meleset tepat di jantung pengawal yang ada di belakangku.
Suara yang begitu kuat bergema di dalam hutan ini, burung-burung beterbangan, kicauannya yang indah berubah menjadi kicauan yang sangat buruk.
Aku merinding ketakutan sedangkan Shui tertawa sinis melihat pengawal yang mati. Pengawal yang lain ketakutan dan menundukkan kepalanya tidak ada yang berani menolong pengawal yang mati itu.
Hingga akhirnya Shido turun tangan dan mengambil mayat itu lalu membungkusnya dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Ayato mengeluarkan semua pistol dan senapan yang ada di bagasi mobil yang lain lalu memberikannya kepada Shui.
Shui menerimanya lalu membuat satu bidikan di balik pohon besar, aku tidak tahu apa yang dia lakukan? Dalam hitungan ketiga dia melepaskan satu tembakan ke arah pohon itu.
Seketika ada seorang yang berteriak lalu menampakkan dirinya yang sembunyi di balik pohon. Kepalanya berlumuran darah akibat tembakan yang diberikan Shui. Setelah menampakkan dirinya orang itu pun kemudian jatuh.
"Bawa dia!" Para pengawal langsung mengambil pria itu setelah mendengar perintah Shui. Aku yang hanya melihat dari dalam mobil hanya ketakutan dan keringat dingin saja, aku tidak bisa melakukan apa pun kecuali diam.
Aku melihat Shui menjambak rambut pria itu lalu tertawa lepas seperti mendapatkan sesuatu yang didamba-dambakan. "Siapa yang menyuruhmu?" Shui menarik rambutnya lalu menendangnya sedangkan pria itu hanya meringis kesakitan dan tidak menjawab pertanyaan Shui.
"Dalam hitungan ketiga jika kau tidak menjawab maka kau akan mati." Dia menyodorkan senapan yang sangat besar ke kepala pria itu lalu mulai menghitung, "1 ... 2 ... 3."
Dor!
Percikan darah berserakan di mana-mana bahkan mengenai kaca mobil yang kutempati bukan hanya di situ saja di wajah Shui terdapat banyak darah dari pria tersebut.
Shui mengambil sapu tangan dari sakunya kemudian membersihkan wajahnya, melihat kejadian itu mataku membulat rasanya sulit untuk bernapas kejadian yang kulihat di depan mata seperti mimpi yang tidak mungkin menjadi kenyataan namun semua itu memang nyata.
Saat melihat Shui begitu senangnya dengan kejadian yang dilakukannya, aku tidak memperhatikan orang-orang jahat di belakangku. Mereka membuka pintu mobil dari arah yang berlawanan lalu menutup mulutku dengan sapu tangan yang ada biusnya.
Aku berusaha teriak tapi suaraku tidak terdengar oleh mereka, seketika semuanya berubah menjadi hitam dan aku pun tertidur karena tidak tahan dengan bau yang kuhirup itu.
Aku mulai membuka mata dan melihat sekelilingku semuanya terasa aneh bahkan aku tidak pernah ke tempat ini sebelumnya.
Aku pun berdiri namun tertahan karena tangan dan kaki yang diikat ke kursi yang kududuki, aku berteriak tapi tidak bisa mengucapkan suatu kata, mulut ini ditutup oleh sesuatu.
Tempat ini sepi hanya aku saja yang ada di dalamnya bahkan hewan seperti cecak dan kecoak tidak ada di sini. Seseorang membuka pintu dari luar aku pun langsung berteriak dan meminta tolong, walaupun suaraku hanya terdengar nyaring dan tidak dibumbui oleh satu kata pun.
Orang itu pun menampakkan wajahnya lalu mendekatiku, bentuk tubuhnya yang kekar, bajunya compang-camping dikalungi oleh kalung besi yang sangat panjang, sebuah pistol yang ada di tangannya tampak seperti penjahat. Mungkin dialah yang menculikku.
Aku diam saat dia semakin dekat, pistol yang ada di tangannya di arahkan sempurna ke kepala ini. Dengan keringat yang bercucuran aku yakin dia tidak akan menembakku, aku yakin Shui akan datang menolong, dia tidak mungkin membiarkan diri ini celaka, jika tidak siapa yang akan menjadi korban siksaannya.
"Apa suamimu tidak meneleponmu?" ucapnya seraya mengalihkan pistol itu dariku, apa yang dia maksud adalah Shui? Aku bahkan tidak tahu di mana ponsel itu berada sekarang.
"Tuan tidak meneleponku!" jawabku yang membuatnya sedikit kesal, tatapannya berubah menjadi semakin tajam seraya ingin membunuhku, decitan kebencian terdengar jelas dari mulutnya.