Chereads / Sexy Husband / Chapter 2 - Alasan Mengerikan

Chapter 2 - Alasan Mengerikan

Aku mendengar dari beberapa pelayan, kalau penjaga belakang dibunuh dengan mengenaskan karena aku melarikan diri. Salah mereka apa hingga harus dibunuh seperti itu? Hari ini keadaanku sudah mulai membaik, aku akan menanyakan pada Paman Haru, apa yang terjadi saat aku lari? Apa rumor tentang kematian mereka benar atau tidak?

Perlahan tangan ini membuka pintu kamarnya, kulihat dia sedang duduk sambil minum secangkir kopi dan membaca koran. "Masuklah, Nona!" Jantungku berdetak kencang, semua urat-urat menegang. Sejak kapan dia tahu kalau aku sedang mengintipnya, apa dia seorang peramal?

"Baik, Paman Haru!" Aku mendekatinya dan duduk di samping sambil menatap sedikit takut, takut kalau dia akan melaporkanku pada Shui.

"Katakan keinginanmu!"

"Itu, Paman. Apa penjaga belakang rumah benaran mati?" tanyaku sedikit takut.

"Baiklah aku akan ceritakan. Waktu itu ....."

Paman mulai bercerita dan aku mendengarkannya.

"Di mana wanita itu?" teriak Tuan Shui dengan nada tinggi sambil menendang semua yang ada di hadapannya, di situ saya hanya bisa diam tanpa sepata-kata pun.

"Maafkan kami Tuan, dia melarikan diri," jawab beberapa pengawal sambil menundukkan kepalanya."

"Shido! Bawa mereka semua ke kandang buaya dan jadikan mereka santapan buaya-buaya kesayanganku!' teriak tuan dan membuat seisi rumah bergema."

Sifatnya dari dulu memang seperti itu, wajar saja jika dia marah. Orang yang diperintahkan untuk dijaga malah kabur, sayang sekali nasib mereka. Aku kembali fokus dan mendengarkan lanjutan cerita paman.

"Baik Tuan," jawab Shido sambil memaksa orang-orang itu untuk mengikutinya, terlihat jelas di situ bahwa Shido sangat menantikan hari-hari di mana dia menghukum orang. Paman yang tidak memiliki kewenangan hanya bisa diam memandang mereka.

Saat itu, mata tuan menatap ke arah paman, paman mengerti maksudnya. Terpaksa paman mengawasi Shido untuk melakukan kegiatannya itu. "Jadi apa yang terjadi, Paman?" Kini seluruh pendengaran, tatapan dan konsentrasiku hanya tertuju pada paman. Shui, memanglah orang yang kejam. Tapi, sekejam-kejamnya dia, dia masih punya sisi baik kok. Aku merasakan kebaikannya, jika dia memang pria yang sangat jahat. Pasti dia akan membunuhku karena melarikan diri, melawannya, mengejeknya dan hal lainnya.

"Dengarkan, Nona."

"Maafkan kami Tuan," ucap para pengawal itu, sambil memegangi tangan Shido. Tuan, tidak menghiraukannya dia hanya melihat jam lalu melihat ke luar rumah sambil menyuruh beberapa pengawalnya yang lain untuk menyiapkan mobil."

"Di tempat para pengawal yang dibawa Shido. Saya melihat Shido, dengan tatapan mengerikannya. Bersembunyi agar tidak ketahuan. 'Kalian tinggal pilih, masuk satu-satu atau barangan," ucap Shido sambil menjejerkan pengawal-pengawal tersebut di pinggir sungai tempat buaya itu berada.

Ternyata Kak Shido, sama mengerikannya dengan Shui ya? Sifatnya yang haus akan darah, bahkan tidak takut melihat jenisnya dimakan makhluk hidup lainnya. Kalau dipikir-pikir paman juga mengerikan, dengan santainya dia menceritakan itu. Padahal aku yang mendengarnya saja sudah ngeri.

"Nona, apa tuan tidak ada di rumah?" sela paman, diceritanya.

"Sepertinya, Shui pergi ke kantor," jawabku

"Baiklah, saya akan melanjutkan ceritanya."

"Mereka hanya ketakutan dan melihat ke sungai ada banyak buaya yang sedang kelaparan dan mulai meloncat satu per satu untuk memakan mereka."

"Ampuni kami," serentak mereka

"Baiklah kalau begitu masuklah kalian berlima secara bersamaan," jawab Shido sambil mendorong mereka ke arah sungai yang penuh dengan buaya.

"Jadi mereka teriak! Mati!" selaku.

"Dengarkan saya, Nona." Aku hanya diam dan kembali menatapnya serius.

"Shido hanya melihat mereka menjerit kesakitan sambil meminta tolong, satu per satu dari mereka lenyap dimakan oleh buaya-buaya itu bahkan tulang tulangnya pun habis. Hanya sekitar 10 menit sungai itu berubah menjadi berwarna merah, karena darah dari beberapa orang itu, melihat itu Shido tersenyum sinis. Kemudian Shido meninggalkan kandang buaya itu. Serta menguncinya, saya hanya bisa diam dan mengawasi, lalu kembali menemui tuan."

Kasihan, tapi mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur. "Lalu, bagaimana Shui, bisa mencari saya?"

"Waktu itu, tuan mencari sendiri."

"'Di mana mobilnya?' teriak tuan sambil mondar-mandir ke kiri ke kanan karena para pengawal yang lain terlalu lama, tuan pun akhirnya mencari kamu dengan berlari melewati hutan-hutan yang sangat lebat tanpa bantuan alat seperti senter, saya mengikutinya diam-diam dari belakang."

"Sudah lebih dari dua kilo meter tuan berlari, begitu juga dengan saya, tapi dia tidak melihat keberadaan kamu di mana pun. Sampai akhirnya terdengar suara seseorang memijak ranting yang berjatuhan dari balik pohon tersebut."

Ternyata yang mengejar aku itu Shui, pikirku pengawalnya yang setia. Biasanya kan dia selalu menyuruh pengawal dan tidak mau repot sendiri atau mengotori tangannya. Tapi, Shui sayang aku ya. Aku kira masa anak-anak dulu dia sudah melupakannya. Dia masih menganggapku adik 'kan?

Aku sangat senang, mungkin kali ini aku tidak akan membuat masalah. Agar dia tidak marah dan aku dipukul. Karena dipukul itu sakit. Aku mendengarkan paman bercerita lagi.

"Tuan, merasa curiga dengan suara itu, dia pun berjalan ke arah pohon tersebut, saat tuan sedang berjalan terlihat seorang wanita yang ke luar dari pohon itu sambil berlari kencang. Tuan mengenalnya, melihat itu tuan langsung mengejar wanita itu dengan sangat cepat, sampai wanita itu berteriak dengan sendirinya."

"Jangan ... jangan ... tolong." Itulah yang kamu ucapkan 'kan?

"Iya, Paman." Paman tersenyum padaku.

"Tuan semakin yakin dengan wanita itu, apalagi ketika dia bersuara, seketika tuan mempercepat larinya dan alhasil dia berhasil menangkap wanita itu, saya yang sudah tua. Ketinggalan jauh, tapi tetap saja saya ikut menyusul dengan mobil pengawal yang baru saja datang dengan perlahan. Saya melihat tuan merasa senang karena wanita yang ditangkapnya itu adalah kamu."

"Maafkan aku, ucapmu bukan, saya sedikit kasihan. Tapi tidak bisa menolong.

"Tidak masalah, Paman."

"Tuan hanya diam dan melihat ke arah belakang seketika itu pula mobil yang saya naiki berjalan dan berhenti di hadapan mereka. langsung saja tuan memaksamu untuk masuk."

"Apa, Nona sudah mengerti?" Aku hanya mengangguk, sekarang rasa penasaranku sudah terjawab.

"Baiklah, saya pamit Paman. Terima kasih." Aku memegang gagang pintu dan membukanya. Kalian tahu, bagaimana rasanya melihat ular berbisa tiba-tiba ada di depan kalian, aku sekarang sedang mengalaminya.

"Sudah merasa puas?" Aku hanya diam, jika aku salah jawab maka Shui, akan membunuhku.

"Tuan ...."

"Tadi saya sudah tanya, Nona. Di mana tuan, tapi Nona mengatakannya di kantor bukan?" Ternyata paman sudah tahu kalau Shui ada di sini. Aku tadi memang melihatnya pergi ke kantor, tapi ketika dia pulang aku tidak sadar. Dari tadi aku menyebut namanya lagi. Pasti dia bakal marah.

"Maaf, Tuan."

"Pergi ke kamarmu!"