Chereads / Sexy Husband / Chapter 3 - Aku Pembunuh

Chapter 3 - Aku Pembunuh

Aku pembunuh?

Sinar matahari mulai memasuki kamarku dan membuat mata ini terasa silau. Aku bangun dari tidur lalu mengambil cermin kecil dan melihat bekas sayatan yang ada di pipiku.

Aku tidak menyangka Shui akan memperlakukanku begini. Rasa sakit ini sungguh menyakitkan. Aku turun dari tempat tidur lalu mengambil salep untuk mengobatinya, saat aku sedang mengobatinya. Terdengar suara seseorang mendobrak pintu kamar.

"Kenapa kau pikun sekali!" ucap Shui dengan marah, ya dia yang mendobrak pintu itu. Aku hanya menatapnya.

"Maafkan hamba, Tuan," titahku seraya meletakkan salep di atas meja.

"Terserah! Sekarang aku mau kau pergi cari wanita yang cantik untuk nanti malam jika tidak dapat kau akan mendapatkan hukuman." Pasti mau main wanita lagi, apa dia tidak bosan ganti-ganti wanita?

"Untuk apa, Tuan?" tanyaku.

"Berani menjawab!" tegasnya sambil mengulurkan tangan hendak menamparku, tapi aku langsung menundukkan kepala.

"Baik, Tuan," jawabku dan beranjak meninggalkan kamar dan dirinya.

Aku tidak tahu harus mencari wanita yang diinginkan Shui ke mana? Aku hanya berjalan-jalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Pagi hari hingga sore, tidak menemukannya, aku merasa kecepekan dan lagi belum makan apa pun ataupun minum dari pagi.

Aku tidak memiliki uang untuk membelinya dan aku hanya bisa menahannya, pukul 18.00 ponselku berbunyi menandakan Shui menelepon. "Halo, Tuan," ucapku selesai mengangkat telepon itu.

"Apa yang kuminta sudah dapat?"

"Maafkan hamba, Tuan. Saya akan berusaha mencarinya lagi."

"Jika tidak ketemu jangan kembali ke sini," ucap Shui sambil mematikan teleponnya.

Dasar raja iblis, dia kira aku harus datang ke tempat yang tidak pantas untuk menemukan wanita yang dia inginkan, lebih baik aku mencari wanita yang sukarela, yang menginginkan uang untuk biaya hidupnya bukan untuk kesenangan semata.

Jam 22.00

Aku tetap tidak menemukannya, kaki ini rasanya pegal dan badanku rasanya sakit semua. Saat sedang duduk untuk beristirahat beberapa pria mendatangi aku dalam keadaan yang bisa dibilang mabuk.

"Ada wanita cantik," ucap salah satu mereka sambil mendekatiku dengan jalan yang hampir mau jatuh.

Melihat itu aku langsung lari, tapi sayang temanya malah mengepung dari depan, mereka berempat sedangkan aku hanya sendiri. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi? Aku berusaha kabur, tapi semuanya sia-sia mereka mulai mendekat dan memegangi pipi ini. Salah satu dari mereka mulai membuka paksa baju.

Aku tidak bisa membantah karena kedua tangan diikat dan kaki dipegang sambil melebarkan pahaku. Aku berteriak minta tolong, tapi tidak ada yang mendengar, sampai akhirnya baju ini terbuka dan menampakkan pakaian yang lainya aku hanya bisa menutup mata.

Aki tidak mau ini terjadi, seseorang tolong aku. Shui! Kau harus menolongku, aku seperti ini karena dirimu.

Bruk!

Terdengar suara beberapa orang yang sedang berkelahi, kakiku yang dipegang oleh orang-orang itu terasa lepas. Aku membuka mata dan melihat keempat orang itu sedang berkelahi dengan beberapa orang, aku sepertinya mengenal orang-orang itu, orang-orang itu adalah pesuruhnya Shui.

Sepertinya kali ini aku tertolong, aku tidak tahu kalau dia menyuruh beberapa orang untuk mengikutiku dari belakang, ah ... kakakku yang berdarah dingin dia masih sangat mencintai adiknya ini.

Mereka terus berkelahi, seorang dari mereka melepaskan ikatan tanganku. Lalu kembali berkelahi aku hanya melihatnya dengan ketakutan, mereka bertarung menggunakan pisau dan kayu rotan.

Keempat pasukan yang melukaiku mengalahkan pasukan dari Shui, mereka langsung saja mendatangi tubuh ini, melihat itu aku langsung lari, tapi sial salah satu dari mereka memelukku dengan erat dari belakang.

Bruk!

Pria itu ambruk, saat aku melihat ke belakang. Ternyata seorang pria atau yang lebih tepatnya Shui, memukul kepalanya. Tidak mau kalah, temannya yang lain datang mengepung Shui. Mereka terus bertarung, hingga ketiga pria yang tersisa itu kalah.

Shui sangat kuat sehingga mereka pun kewalahan, wajar saja. Seorang paranoid pasti bisa melakukan itu. Tanpa kusadari pria yang ambruk tadi sudah ada di belakangku, dengan menyodorkan pisau di bagian leher ini.

Lalu berkata, "Jika kamu bergerak maka wanita ini akan mati," ucap pria itu kepada Shui. Shui yang mendengarnya memberhentikan aksinya.

"Letakkan senjatamu!" ucapnya lagi.

Shui pun meletakkan senjatanya ke bawah dengan membungkuk, saat dia ingin tegak lagi, sebuah pisau yang sangat tajam mendarat di perutnya. "Akh! sialan!" pekik Shui sambil memegang perutnya.

Pria yang ingin menyandera diri ini tadi melepaskanku lalu berkumpul bersama teman-temannya dan menertawai keadaan Shui. "Rasakan!" ucap mereka serentak sambil pergi. Aku melihat Shui memegangi perutnya yang tertusuk dan berlumuran darah.

Aku mendekatinya lalu berkata, "Apa, Tuan baik-baik saja?"

"Aku tidak baik-baik saja kalau mereka belum mati, ambil pistol ini dan tembakkan kepala mereka satu-persatu!" ucapnya sambil mengeluarkan pistol dari sakunya lalu memberikannya padaku.

Apa dia sudah gila menyuruhku melakukan itu? Dia pikir aku berani? Aku menerima tembak itu dengan tangan yang gemetar, walau ingin menolak tapi tetap tidak bisa.

"Kamu bisa dengan mudah menembak mereka karena posisi mereka ada di depan kita."

"Aku tidak tahu cara menembak, Tuan."

"Nyalakan lasernya untuk menitikkannya, tekan tombol merah," ucapnya sambil menahan sakit.

"Aku takut!" ucapku gemetar sambil menekan tombol merah itu

"Kamu tinggal pilih lebih baik aku yang mati atau mereka!" tegasnya dan kini aku tidak tahu harus melakukan apa.

Mendengar itu pun aku merasa sakit, aku mulai mengarahkan tembak itu ke kepala salah satu mereka dengan menitikkan laser merah itu, tanganku gemetar hebat saat ini. "Lakukan secepatnya jika kau tidak mau aku mati!" ucap Shui lalu kemudian kehilangan kesadaran.

Melihat itu air mata ini turun dengan sendirinya lalu melancarkan serangan pertamaku pada mereka, aku tidak mau dia mati. Suara tembakan yang begitu nyaring terdengar jelas di telinga. Serangan pertama meleset dengan sempurna di kepala salah satu mereka.

Melihat itu teman-temanya langsung saja mengambil pistol dari saku dan menembakku. Tubuh ini langsung refleks menghindar dan bersembunyi di balik pohon, mereka terus menerus menembaki pohon ini, tanpa berpikir aku kena atau tidak.

"Tidak ada waktu lagi, aku harus menyelamatkan Shui," gumamku seketika lalu memberanikan diri keluar dari balik pohon itu.

"Apa kamu sudah siap untuk mati" ucap mereka sambil mengarahkan pistol mereka masing-masing.

"Jika itu yang kalian ingin kan, lakukan. Tapi sebelum itu biarkan aku memeluk tuanku yang ada di belakang kalian.

Setelah itu kalian bebas membunuhku."

"Baiklah."

Aku pun berjalan ke arah Shui yang ada di belakang mereka. Tanpa mereka sadari laser merah dari tembak ini sudah mencari sasarannya dan tinggal menembakkannya saja. Jarakku dengan mereka hanya 1 meter saja, jika aku bisa melakukannya dengan tiga tembakan yang sangat cepat aku akan menang.

"Apa kau sudah siap," ucap mereka. Aku kemudian melihat mereka dengan senyuman sinis, mereka pun merasa heran. Dan penjagaan diri mereka pun kurang, kesempatan yang bagus untuk melancarkannya.