"Tian pulang pakai apaan...?", Alfan bertanya polos.
"Jalan kaki saja biar sehat", Disvi menjawab sengit.
Alfan hanya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Disvi.
Disvi masuk kedalam rumah, setelah mengganti pakaian Disvi keluar dengan menggunakan motor Beat birunya. Disvi mengunci pintu, kemudian naik ke atas motor.
"Hayu pulang", Disvi bicara pelan.
"Tian yang bawa, tapi... kita cari makan dulu ya", Alfan mengajukan syarat.
Disvi segera bergeser ke bangku penumpang, motor segera merayap perlahan di jalan beraspal. Kali ini Alfan memilih untuk nongkrong di taman kota, Alfan memesan siomay, sedangkan Disvi lebih milih makan sate ayam.
Seorang perempuan melayangkan tamparan ke pipi Alfan, entah perempuan itu muncul dari mana.
Alfan hanya tersenyum, menatap ke arah perempuan yang baru saja melayangkan tamparan.
"Jadi... ini yang kamu bilang sibuk...? Sibuk sama cewek murahan ini", perempuan itu berusaha menampar Disvi.
Alfan segera meraih lengan tangan kanan perempuan itu, sebelum berhasil mendarat di pipi Disvi.
"Ini yang bikin Alfan jenuh sama kamu, kamu itu, yang manis gitu jadi cewek. Jangan dikit-dikit main tampar saja, main pukul", Alfan bicara dengan makna yang jauh lebih dalam.
"Terus mau kamu apa...?", perempuan itu menantang Alfan, menatap tajam ke dalam bola mata Alfan.
"Kita sampai disini saja", Alfan bicara lirih.
Air mata segera menyerbu ke bola mata perempuan itu, "Aku g'ak nyangka kamu sekejam ini sama aku Fan, kamu setega ini sama aku Fan", perempuan itu bicara dengan air mata yang membanjiri pipinya.
"Atha... kita sudah pernah bahas ini berkali-kali", Alfan bicara dengan makna yang jauh lebih dalam.
"Gara-gara perempuan tak tahu diri ini kan...? Kamu suka sama dia...?", perempuan itu bertanya sengit.
"Capek ya ngomong sama kamu", Alfan segera menarik Disvi segera.
"Bang, uangnya disini", Alfan berteriak sebelum berlalu pergi.
"Alfan...!!!", perempuan itu berteriak sekuat tenaga.
Alfan menghentikan motor di puncak, Alfan memilih duduk di trotoar jalan menatap jauh ke depan.
Disvi mengikuti Alfan duduk di trotoar jalan. "Gitu ya kalau orang ganteng, rugi gitu kalau g'ak jadi play boy", Disvi bicara sengit.
"Siapa...? Tian...? Vio ngomongin Tian...?", Alfan bertanya bingung.
"Menurut Tian...? Ternyata cowok sama saja", Disvi bicara sinis.
"Tian pernah punya pacar, dia seperti malaikat. Namanya Christie Alfatira", Alfan tersenyum lembut.
"Dia dari SD sudah mondok, bahkan hafiz Qur'an 30 jus. Dia yang mengarahkan Tian dekat dengan yang diatas. Dia perempuan pertama yang pernah bisa membuat Tian ngomong sayang", Alfan bicara lirih.
"Terus... dimana dia sekarang...?", Disvi bertanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
"Malam itu hujan deras, Tian terlambat menjemputnya pulang dari mengajar anak jalanan.
Tian mati-matian mencari dia, 2 jam Tian berputar dalam hujan mencarinya. Tian mendapat telfon dari pihak rumah sakit, ada korban tabrak lari yang dibawa ke rumah sakit.
Pihak rumah sakit memutuskan untuk menelfon nomor terakhir yang di hubungi korban.
Tian langsung ke rumah sakit, keadaan Alfatira lebih dari menyedihkan.
Dia menjadi korban pemerkosaan, bukan hanya satu, melainkan di gilir oleh 5 orang sekaligus.
Bahkan dia di cekoki obat perangsang dan minuman keras", suara Alfan tercekat karena menahan tangis.
"Terus... kenapa Tian malah mainin semua cewek...?", Disvi kembali menuntut jawaban.
"Kalau Vio bisa bilang semua cowok itu sama, Tian juga bisa bilang, semua cewek itu juga sama. Matre", Alfan menatap lekat wajah Disvi.
Disvi mengerutkan keningnya.
"Semua cewek yang mau dekat sama Tian hanya ngejar hartanya ayah Tian saja", Alfan tertawa remeh.
Alfan menatap lekat wajah Disvi, "Apa Vio juga sama...? Mau dekat sama Tian gara-gara harta ayah Tian saja...?", Alfan bertanya dengan makna yang jauh lebih dalam.
"Ngejar harta Tian...?", Disvi bertanya bingung, dengan mengerutkan keningnya.
"Iya, sama saja dengan cewek-cewek yang lain", Alfan bicara lirih.
"Jangankan ngejar hartanya Tian, Tian anaknya siapa saja, sampai hari ini Vio g'ak tahu", Disvi bicara pelan.
Tawa Alfan langsung pecah seketika mendengar jawaban polos Disvi.
"Baru kali ini Tian kenal orang unik kayak gini", Alfan mengayunkan jari telunjuk kanannya kehadapan Disvi, sembari tertawa.
"Aneh...? Maksudnya...?", Disvi bertanya bingung.
"Biasanya itu, dimana-mana orang mau nyari teman atau dekat sama seseorang, pasti nyari dulu. Dia anaknya siapa, keluarganya bagaimana, masalalunya bagaimana...?", Alfan memberikan penekanan pada setiap kata-katanya.
Disvi merangkul kedua kakinya, kemudian menempelkan dagunya di atas lutut kakinya. "Mau temenan aja ribet banget. Kalau Vio dari dulu, kalau mau temenan, ya temenan aja. Bodo amat dia anaknya siapa, keluarganya bagaimana. Yang penting Vio nyaman sama dia udah", Disvi bicara malas.
Alfan kembali tertawa, "Vio benar-benar unik, baru nemu Tian orang aneh kayak Vio gini", Alfan kembali tertawa renyah.
"Tian g'ak kasian sama cewek-cewek yang Tian mainin...?", Disvi kali ini mengajukan pertanyaan diluar dugaan Alfan.
Spontan Alfan menghentikan tawanya mendengar ucapan Disvi, "Terus aku harus apa...?", Alfan bertanya tidak berdaya.
"Tian g'ak mikir apa perasaan cewek-cewek yang Tian mainin...?", Disvi kembali menuntut.
Alfan tertawa renyah, "Setelah kematian Alfatira, Tian g'ak pernah pakai hati lagi. Tian pacaran hanya untuk main-main aja, ngisi waktu luang", Alfan memutuskan untuk jujur kepada Disvi.
"Memangnya Tian g'ak capek apa...?", Disvi bertanya lembut.
"Jujur Tian lelah, Tian sempat berpikir untuk berhenti. Tian menunggu seorang perempuan yang benar-benar sayang tulus sama Tian, g'ak melihat Tian dari harta saja. Suka sama Tian apa adanya Tian", Alfan bicara penuh harap.
"Tian udah bertemu perempuan itu...?", Disvi bertanya lembut, menatap lekat wajah Alfan.
Alfan mengalihkan tatapannya menatap dalam ke bola mata Disvi, "Ada satu, dia baik banget, perhatian, Tian nyaman dekat sama dia. Tapi... Tian ragu, kadang dia cuek banget, apa orang cuek itu mungkinkah sayang...?", Alfan bertanya lembut.
"Bisa jadi, siapa orangnya...?", Disvi bertanya lembut.
'Kamu begok', Alfan membatin. Begitu ingin Alfan berteriak, perempuan yang ada di hadapannya inilah yang membuat dirinya menjadi setengah gila akhir-akhir ini. Hanya dengan melihat senyumnya saja, sudah sanggup membuat Alfan melupakan dunianya.
"Hei... kok malah melamun...?", Disvi menyenggol lengan Alfan.
"Vio nanya apa tadi...?", Alfan bertanya lagi.
"Siapa orangnya...?", Disvi mengulangi pertanyaannya, kemudian tersenyum lembut.
"Adalah seseorang", Alfan segera mengalihkan tatapannya kearah lain, jantungnya serasa ingin melompat keluar satu detik lagi ia menatap senyum itu.
"Kalau memang suka kenapa g'ak di kejar tu cewek...?", Disvi bertanya lembut.
"Jujur Tian takut di tolak", Alfan bicara dengan kepala tertunduk.
"Seorang playboy kelas kakap kayak Tian takut di tolak sama cewek...? Situ waras...?", Disvi kali ini yang malah tertawa terbahak-bahak.
Alfan segera mengacak rambut Disvi karena kesal.
"Berantakan ih", Disvi pura-pura kesal.
"Puas ngetawain Tian...?", Alfan bertanya dengan nada penuh kekesalan, tatapannya begitu tajam menembus bola mata Disvi.