Chereads / Dia (Kisah pelik, mengagumi dan mencintai secara diam-diam) / Chapter 17 - G'ak ada yang boleh masuk dari tadi

Chapter 17 - G'ak ada yang boleh masuk dari tadi

Bu Mayang segera mengambil tasnya di ruangannya, kemudian berlalu begitu saja menuju parkiran.

"Aryo, kamu ikut saya", Bu Mayang memberi perintah begitu melihat Aryo yang sedang nongkrong di tukang bakso.

Aryo segera duduk manis di bangku penumpang di samping Bu Mayang yang duduk di belakang setir.

"Saya heran, kok ada orang yang memikirkan reputasinya ketimbang nyawa manusia gitu", Bu Mayang mulai mengomel.

Aryo memilih untuk diam, dari pada ikut terkena semprotan amarah Bu Mayang.

"Bukannya melihat atau bertanya bagaimana keadaan siswanya, ini malah sibuk mencari celah agar info tidak bocor keluar. Segitu pentingnya nama baik sekolah ketimbang nyawa siswa sendiri", Bu Mayang kembali mengomel sendiri.

"Kenapa kamu diam saja Aryo...?", Bu Mayang kali ini beralih menatap ke arah Aryo.

"Aryo harus jawab apa buk...? Dari tadi ibuk hanya cerita ke saya, bukan mengajukan pertanyaan", Aryo menjawab bingung harus berbuat apa.

"Astagfirullah hal'azim", Bu Mayang beristighfar.

"Ibuk minta maaf, habisnya kepala sekolah kamu bikin ibu naik darah saja pagi-pagi", Bu Mayang tersenyum dengan malu.

"G'ak apa-apa buk, sudah biasa terkena peluru nyasar", Aryo tertawa renyah.

"Ngomong-ngomong, kenapa Alfan bisa sampai dirawat di rumah sakit...?", Bu Mayang bertanya lembut.

"Aryo sendiri juga tidak tahu buk, tadi pas nelpon malah di matikan sama tu anak", Aryo bicara jujur.

Bu Mayang segera memarkirkan mobilnya, kemudian menuju resepsionis. Setelah mendapatkan ruangan Alfan, Bu Mayang segera melangkah bersama Aryo.

"Lho... Disvi...? Kok kamu malah di luar...?", Bu Mayang bertanya bingung, saat melihat Disvi duduk di kursi tunggu di depan ruangan.

"G'ak ada yang boleh masuk dari tadi", Disvi bicara pelan, sangat terlihat raut kekecewaan di wajahnya.

Aryo malah tertawa terbahak-bahak.

"Kamu kok malah tertawa...?", Bu Mayang kali ini yang protes.

"Alfan gengsinya tinggi, dia tidak akan pernah membiarkan orang lain melihat sisi lemahnya dia. Alfan selalu menunjukkan image lelaki super hiro kepada semua orang. Dia paling benci dikasihani. Bu Mayang seperti baru kenal Alfan kemarin sore saja", Aryo kembali tertawa renyah.

"Masa sudah di sini tidak masuk...? Ngapain kita jauh-jauh kesini", Bu Mayang bertanya penuh kekecewaan.

"Anaknya Bu Yeli di rawat di ruangan samping buk", Disvi bicara pelan.

"Ah... kebetulan, ada yang harus saya konfirmasi", Bu Mayang langsung nyelonong masuk ruang rawat inap yang ditunjukkan oleh Disvi.

"Mampus", Aryo bicara cemas.

"Ada apa...?", Disvi kali ini yang malah bingung.

"Bakal terjadi perang dunia ketiga ini", Aryo segera menyusul Bu Mayang.

Disvi tanpa pikir panjang malah ikut mengekor Aryo tanpa aba-aba.

"Bu Mayang...?", Bu Yeli segera berdiri begitu melihat Bu Mayang menerobos masuk.

Bu Mayang menyisir tatapannya mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki Bu Yeli, "Sepertinya anda baik-baik saja Bu Yeli...?", Bu Mayang bicara dengan makna yang jauh lebih dalam.

"Alhamdulillah Bu Mayang saya baik-baik saja, beruntung ada Alfan dan Disvi yang membantu saya", Bu Yeli bicara lembut.

"Oh... Alfan yang mana ya maksud Bu Yeli...?", Bu Mayang bertanya sengit.

"Saya tahu Bu Yeli tahu Alfan yang mana yang saya maksud", Bu Yeli bicara dengan suara tertekan.

"Yang saya tahu hanya Alfan yang bandel, mau di DO dari sekolah oleh Bu Yeli. Karena suka berantem, biang masalah, suka bikin onar melulu.Bikin Bu Yeli yang terhormat sebagai wali kelasnya angkat tangan menghadapi kelakuannya yang bandel.Alfan yang itu bukan Bu Yeli...?", Bu Mayang bertanya dengan senyum penuh arti.

"Ehem...", Bu Yeli batuk pelan, karena merasa malu dengan ucapan Bu Mayang.

"Atau ada Alfan yang lain ya, yang Bu Yeli maksud...?", Bu Mayang kembali melemparkan pertanyaan, tidak berniat melepaskan Bu Yeli dengan mudah.

"Iya Bu, Alfan Bagustian", Bu Yeli bicara dengan suara sangat pelan, nyaris menghilang.

"Bukannya Alfan Bagustian sangat membenci Bu Yeli, masa dia mau menolong Bu Yeli....? Bu Yeli g'ak salah orang bukan...?", Bu Mayang kembali bertanya sengit, tidak berniat untuk meninggalkan harga diri untuk Bu Yeli di hadapan putranya.

"Maaf Bu Mayang, kita bisa bicara di luar...? Anak saya butuh istirahat...", Bu Yeli memaksakan senyumnya.

"Oh... sepertinya saya sudah selesai disini, tidak ada yang perlu saya sampaikan lagi", Bu Mayang bicara dingin.

Bu Mayang berbalik sebelum sampai ke pintu, "Ah... satu lagi, saya rasa Bu Yeli terlalu cepat menilai seseorang.

Seorang anak ibarat cermin buk, perlakukan mereka seperti ibuk ingin di perlakukan oleh mereka.

Kalau ibuk menganggap mereka musuh, mereka juga akan menganggap ibuk musuh mereka.

Kalau ibuk memperlakukan mereka seperti teman, maka mereka juga akan memperlakukan ibu seperti teman mereka.

Hanya saran saja, dari saya anak ingusan masih bau kencur", Bu Mayang segera berlalu dari hadapan Bu Yeli.

"Ibuk ada masalah sama Bu Mayang...?", lelaki yang sedari tadi terbaring di tempat tidur angkat suara, begitu hanya tinggal dia dan Bu Yeli.

"G'ak, semua baik-baik saja", Bu Mayang bicara pelan.

"Lalu...? Tadi itu apa...?", lelaki itu memutuskan untuk tidak mundur.

"Ibuk hanya berbeda pendapat saja dengan Bu Mayang tentang seorang anak di sekolah", Bu Yeli tidak berniat untuk menjelaskan masalahnya dengan Bu Mayang.

"Anak...? Apa anak yang menolong kita tadi yang dimaksud Bu Mayang...?", lelaki itu kembali bertanya, tidak memberikan ruang untuk ibunya mundur.

"Iya...", Bu Yeli menundukkan kepalanya.

"Astagfirullah hal'azim, ibuk sudah minta maaf sama anak itu...?", lelaki itu kembali menuntut.

"Nanti saja, ibuk sudah lihat waktu dia selesai operasi", Bu Yeli bicara pelan.

"Ibuk juga belum mengucapkan terima kasih sama tu anak. Kalau bukan karena dia, aku tidak berani membayangkan apa yanga akan terjadi kepada kita", lelaki itu memberikan penekanan kepada setiap kata-katanya.

Bu Yeli tidak merespon, hanya diam tertunduk mendengarkan ocehan putranya.

Lelaki itu berusaha untuk bangun.

"Kamu mau kemana...?", Bu Yeli bertanya bingung.

"Keruangan anak itu, kalau ibuk tidak mau biar aku saja", lelaki itu bicara kesal.

"Ibuk sudah ke sana saat kamu tidur, dia tidak mau bertemu siapapun. Bahkan keluarga dan teman dekatnya pun tidak di izinkan masuk", Bu Yeli menjelaskan dengan sabar.

***

Bu Mayang masih mondar-mandir di lorong rumah sakit.

"Ibuk g'ak capek mondar-mandir terus...? Disvi pusing melihat ibuk", Disvi mulai protes.

"Oh.... maaf", Bu Mayang memutuskan untuk duduk di samping Disvi.

"Kenapa Aryo lama sekali...?", Bu Mayang bertanya pelan.

"Ibuk tahu saja kerasnya tu bocah ngalahin batu", Disvi bicara pelan.

"Tapi... kenapa Alfan bisa terlibat perkelahian...?", Bu Mayang mulai bertanya lembut.

"Apa ibuk seperti ini sama semua siswa di sekolah...?", Disvi bertanya diluar dugaan Bu Mayang.

"Maksud kamu...?", Bu Mayang bertanya bingung.

"Kalau siswa lain yang mengalami kecelakaan, apa ibu akan sekhawatir ini sama mereka...? Atau... ibuk khawatir hanya karena dia seorang Alfan Bagustian...?", Disvi bertanya penuh makna.