Tanpa terasa waktu berlalu Bagas, mulai terbiasa dengan kehidupan baru bersama kakeknya. Barata pun mulai memperkenalkan Bagas ke semua lingkungan bisnis yang dimìlikinya, bila akhir pekan mereka berlibur di perkebunan teh di daerah pegunungan. Bagas tidak keberatan dengan apa yang di lakukan, setiap Barata bepergian kemana pun selalu mendampinginya. Lama-lama dia menjadi tahu banyak hal. Ternyata mendapat harta warisan banyak itu tidak mudah. Dia tidak bisa begitu saja membuang uang seenaknya sepert itu, karena ada usaha yang cukup keras dari kakek buyut hingga kakeknya sekarang bisa seperti ini.
-------------
Hari ini dia di undang Bastian ke rumahnya, tentu saja malam ini nyokap sahabatnya itu akan bertunangan. Bagas tampak rapi dengan kemeja batik dari salah satu desainer Indonesia. Bukan kemeja baru tapi sudah beberapa kali dia gunakan.
Bagas menyetir sendiri mobil BMW miliknya, dia datang seorang diri ke pesta tanpa pendamping. 6 tahun lalu, kakeknya meninggalkan dirinya dan itu membuatnya terkejut tapi ikhlas karena sudah lama sakit jantung. Sudah berobat kemana-mana, hanya Bagas dan kedua orang tuanya yang mengurus dan merawat kakeknya. Sementara yang lain tidak begitu perduli, semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Setamat kuliah di Amerika, ia kembali duluan sementara sahabatnya Bastian memilih bekerja di sana. Sekembalinya dari Amerika, Barata langsung mengangkat dan menyerahkan semua sisa harta warisan kepada dirinya, ketika hari itu semua di undang termasuk keluarganya.
Keluarga besar mamanya tampak bersikap cuek kepadanya, walau bersikap ramah itu hanya sandiwara belaka saja. Bagas tahu semua tentang sikap dan sifat semuanya itu, berkat gemblengan kakeknya. Menurutnya kita harus berhati-hati dalam berteman baik dalam bisnis atau biasa. Kita tidak tahu maksud hati mereka. Bukan hanya rekan, musuh bahkan karyawan pun bisa jadi berbohong atau tidak jujur, bahkan diam-diam jahat kepada kita. Dan itu terbukti, ketika dulu Bagas sering ikut dia hanya di anggap keponakan atau remaja biasa sehingga tidak terlalu di ketahui dan diremehkan.
Hanya segelintir orang terpecaya yang tahu dia cucunya Barata kakeknya. Dia bisa melihat secara langsung keadaan kantor dan perusahaan. Bagaimana para karyawan berinteraksi dengan sesama atau atasan, dari level terendah sampai atas. Begitu pun ketika kakeknya bertemu dengan rekan bisnis, baik sesama pengusaha atau dari pemerintah. Bahkan dengan keluarga besarnya sendiri.
Bagas mengetahui semuanya. Ketika semua melihatnya dan sekarang berdiri di hadapannya, mereka terkejut dan tak percaya ternyata dia cucu dari big bosnya. Sikap mereka sontak berubah, dan mulai menghormatinya. Tak terasa waktu terus berlalu, Bagas begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga, dia kurang bergaul dangan sebayanya, bersenang-senang atau pun lainnya.
Bagas seperti punya skedul dari sekretaris pribadinya, bahkan dia sering bepergian dari satu daerah ke daerah lainnya dan satu negara ke lainnya. Posisi perusahaan di tangannya menjadi maju pesat. Dia membuat berbagai inovasi untuk semua produk dari kopi, teh dan lainnya yang di dapat dari perkebunan.
Kopi yang di hasilkan menjadi setara berkualitas tinggi tak kalah dengan yang lainnya, begitu pun teh yang sudah di kenal ke berbagai negara. Selain membuat teh dan kopi kemasan, dia pun membuat sebuah Cafe khusus dengan konsep moderen. Cafe ini bukan hanya untuk ngopi, saja tapi juga ngeteh bagi para pengunjung yang datang tapi juga menikmati cemilan lainnya. Walau berada di tempat yang berada di mall besar tapi harga tidaklah mahal. Masih terjangkau bahkan bagi para pelajar dan mahasiswa, soal rasa tidak perlu di ragukan lagi. Karena kopi dan tehnya kualitas terbaik, bukan hanya dari lokal tapi ada juga dari luar. Cafe ini tidak kalah dengan produk luar negeri.
Kini brand Cafe itu sudah ada di berbagai kota besar di Indonesia. Sejauh ini semuanya mendapat tanggapan bagus. Bukan hanya Cafe saja, tapi juga Bagas membuat brand supermarket sendiri dan sebagian besar sayuran, buah-buahan, susu dan lainnya itu semua dari perkebunan dan peternakan sendiri dan juga petani lokal yang bekerja sama. Bahkan banyak produknya sebagian besar punya labelnya tersendiri bukan merek dari perusahaan besar. Soal harga boleh bersaing dengan supermarket besar lainnya.
Dan tadi pagi Bagas baru saja meresmikan supermaket baru di sebuah daerah elit perumahan. Dan supermarket ini yang kesekian di Jakarta dan hanya ada di beberapa kota besar di Indonesia saja. Semua untuk menjaga kualitas produknya. Kini perusahaan yang dimiliki Bagas sudah berkembang pesat.
"Krriiing ..." sebuah telpon masuk ke ponselnya. Bagas melihat ke nama penelponnya. Ternyata adalah saudara sepupunya. Namanya Herman. Yap, sejak dia menjadi pewaris terakhir dari peninggalan kakeknya, semua anggota keluarga besar lainnya menjadi ramah dan baik. Termasuk Herman atau dipanggilnya bang Herman, sudah menikah tapi gaya hidup keduanya sangat hedon.
Masing-masing mempunyai circle dan acaranya sendiri, istrinya masuk lingkaran sosialitanya sendiri, sering main ke klub juga. Tapi anehnya, tak ada saling cemburu di antara keduanya. Seakan, mereka sepakat menjalani hidupnya masing-masing bila di luar, tetapi akan menjadi keluarga di rumah atau bertemu dengan yang lain.
Awalnya Bagas merasa aneh, tapi setelah pulang dari Amerika dia tahu dan tak perduli dengan kehidupan orang lain. Bisa di sebut, Bagas tidak melupakan nasehat kedua orang tuanya. Di satu sisi dia cukup beragama, tapi di sisi yang lain tetap menikmati kehidupan duniawi walau tidak berlebihan.
Kadang ada ada rasa berdosa di dalam diri Bagas, ketika dia menyadari ada yang salah dengan dirinya. Sebagian besar sahabatnya ternyata seorang penyuka sesama jenis, yang tentu saja itu sangat dilarang. Tapi tidak di pungkiri bahwa dia pun memiliki hal yang sama di dalam dirinya.
--------------
Pertemuan pertamanya dengan Bastian, ketika dia baru masuk kampus di Amerika sana. Sebenanya Bagas ingin kuliah di Indonesia saja, tetapi kakeknya ingin yang terbaik buat dirinya dan berkat salah satu teman kakeknya dia bisa kuliah di luar negeri.
Dengan modal otak yang pintar, walau sempat tinggal di pasantren setelah itu sekolah biasa di Jakarta, menbuatnya berubah tidak sepolos di sana. Ya, walau dia melupakan apa yang terjadi waktu lalu, tapi masih membekas dalam dirinya sampai saat ini. Ya pemerkosaan itu, tanpa di sadari memberikan dampak ke dalam dirinya. Awalnya tertutup, akhirnya terbuka, Bagas pernah menyukai perempuan tapi ketika sudah berpacaran yang memang berbeda gayanya dengan di kampung. Di kota semuanya serba bebas, bahkan banyak temannya yang sudah banyak melakukan hubungan seks.
Tapi Bagas tetap berpacaran seperti biasa, tanpa melakukan itu. Dan untuk pertama kalinya dia mencium seorang perempuan yang belum pernah di lakukan sebelumnya. Beberapa kali pacaran, Bagas menyadari ada sesuatu yang salah. Awalnya membenci, tapi kemudian justru timbul perasaan lain yang tidak bisa dia bendung.
Perasaan itu makin kuat di saat ingin menghilangkannya. Dan puncaknya ketika dia kuliah di Amerika dan bertemu dengan sahabat-sahabatnya sekarang. Bukan karena ajakan mereka tetapi satu hati.
Bastian lah teman pertamanya, karena satu kampus beda jurusan disana, bertemu ketika di ajak untuk bergabung ke komunitas mahasiswa Indonesia di sana. Sejak awal sebelum kuliah di Amerika, anggota keluarga yang tidak setuju, rencana kakeknya itu.
"Apa-apaan sih! Pake kuliah di luar negeri segala !" Ujar salah satu tante Bastian, yang juga mama bang Herman saudara sepupu yang beda 4 tahun dengannya. Begitu juga di angguki oleh yang lain, padahal rata-rata sebagian besar anak mereka pun kuliah di luar negeri, termasuk bang Herman sendii yang lulusan dari Australia. Ya, hampir semua kuliahnya memang di negeri Kangguru, hanya Bagas saja yang kuliah di Amerika.
"Iya, kan dia sudah pasti terima di universitas negeri !" Ujar yang lain.
"Memang apa salahnya, anak-anak kalian pun juga kuliah di luar negeri! Aku mengkuliahkan Bastian di sana, agar ilmu yang di dapatnya berguna! Suatu hari nanti, bila perusahaan kita bisa ekspansi ke luar negeri kan jadi mudah! Lagi pula, Bastian itu beneran kuliah, bukan main-main seperti yang lain! Coba, berapa banyak uang yang kalian keluarkan, hanya untuk apartemen bagus, mobil dan uang jajan !" Ucap kakeknya dengan mata tajam ke arah anak-anaknya.
"Mending berguna tuh ijazah, mengelola perusahaan ketika pulang saja tidak bisa! Banyak alasan, ini lah itu lah! Memangnya datang-datang mau duduk sebagai manajer dan langsung dapat duit banyak dengan hanya modal ongkang kaki dan main telunjuk !" Sambungnya dengan nada menyindir.
"Bastian itu, sudah aku ajari dengan menjadi karyawan biasa di perusahaan! Di mulai dari OB, yang suka di suruh-suruh orang sejak masuk SMU !" Ucapnya sambil menatap semuanya.
"Biar dia tahu, bagaimana situasi perusahaan seperti apa! Aku juga pernah meminta kepada yang lain untuk melakukan hal yang sama! Tapi apa jawabannya ?" Tanya kakeknya.
"Masa jadi pembantu sih kek? Engga mau, mending nanti saja langsung kerja setelah lulus kuliah !" Lanjutnya.
"Dan apa yang terjadi ?" Ujarnya.
Bersambung ...