Setelah mengadakan selamatan, lusanya Bagas dan kedua orang tua serta adik-adiknya, serta anggota keluarga yang lain berangkat ke Jakarta untuk mengantar dan melepas kepergiannya ke bandara.
Amelia sampai tertegun melihat perubahan Jakarta yang semakin pesat, setelah tinggal di kampung dia tak pernah mengupdate apa pun tetang kelahirannya itu, walau mampu membeli televisi, tapi buat apa? Setelah seharian bekerja, malamnya waktu istirahat ya tidur. Itu yang terbaik, untuk besok paginya kembali mengais rezeki, begitu seterusnya.
Dulu dia selalu up to date dengan apa pun juga, dari ujung rambut sampai kaki, namanya juga anak remaja. Apa pun selalu menarik perhatian. Banyak kenangan membuatnya tersenyum sendiri. Sekarang, di bedak tipis saja cukup. Tak perlu menor-menor toh yang memuji kan suami sendiri.
"Mak, kok senyum-senyum sendiri sih ?" Tanya di bungsu. Semua yang ada di mobil saling melirik.
"Engga, ternyata ... Jakarta banyak berubah sekarang !" Jawabnya, semua terdiam, mereka tahu.
"Ah, sudahlah! Itu masa lalu! Semegah apa pun disini! Lebih baik di kampung !" Ujarnya lagi sambil tersenyum.
"Emang, dulu emak seperti apa ?" Tanya Putri, adik Bagas yang sekarang duduk kelas 3 SMP, sudah menginjak remaja dan juga cantik.
"Seorang ... putri! Bukan, kamu tapi kerajaan !" Jawab Amelia tertawa.
"Betul, mamamu apa yang diinginkan harus terlaksana !" Celetuk ayahnya.
"Engga, seperti itu juga kek !" Jawab Amelia membantah.
"Iya, sejak kuliah dia mulai berubah! Sebenarnya, mama kalian tidak terlalu manja kok, tapi tetap seperti anak remaja umumnya !" Ayahnya akhirnya mengklafikasi pernyataannya sambil tersenyum. Dan Amelia pun menceritakan sedikit masa remajanya sebagai gadis metropolitan sehingga sekarang jadi gadis desa.
"Emak sudah cukup merasakan semuanya! Kalau boleh memilih sekarang akan tinggal dimana! Emak serahkan sama bapak, suami emak maksudnya! Mau di kota atau di desa sama saja !" Ucapnya sambil melirik suaminya. Pak Baskoro hanya menghela nafas. Dia pasrah kehendak putrinya itu. Karena percaya pilihan putrinya itulah yang terbaik. Sekarang tumpuannya hanya pada Bagas seorang. Dia tahu masa lalu Bagas ... dan menyerahkan sepenuhnya kepada cucunya, untuk memilh kehidupannya sendiri, dia sudah terlalu tua untuk ikut campur lagi dalam kehidupan putra putrinya.
------------
Mereka tiba di sebuah rumah sangat besar dan megah. Adik-adiknya Bagas hanya melongo tak berkedip. Bagas hanya tersenyum, dia pun dulu begitu juga. Dia pun mengajak semua masuk ke dalam. Interior di dalam sangat mahal.
Entah apa perasaan Amelia ketika kembali ke rumah ini, apa lagi ketika melihat foto mendiang mamanya. Air matanya tanpa sadar menetes, Baskoro hanya menarik nafas dan melempar pandangan ke tempat lain, ada rasa sedikit penyesalan. Amelia pun sama, dan mengusap air matanya.
"Emak, dulu kamarnya dimana ?" Tanya Putri, dan Putra pun mengangguk penasaran.
"Di lantai atas !" Jawab Amelia.
"Kamarmu tidak berubah kok !" Ujar Baskoro, Amelia tertegun.
"Ayo, mak kita ke sana !" Ajaknya kepada keduanya. Bagas pun penasaran, sejak tinggal di sini dia belum pernah masuk ke kamar emaknya itu, karena di kunci dan tidak berani masuk sembarangan ke kamar orang lain, walau itu emaknya sendiri.
Mau tidak mau Amelia pun pergi, sedang kedua orang tua suaminya diantar ke kamarnya masing-masing oleh para pelayan yang sudah menunggu kedatangan mereka.
Semua tiba di depan kamar Amelia, ada kunci tergantung disana, mungkin ayahnya yang menaruhnya disana. Karena tahu dia akan pulang ke rumah ini, walau hanya sementara. Amelia membuka kunci dan pintu kamarnya. Semua tertegun melihat kamar emaknya yang luas, empat kali dari kamar mereka di kampung. Ada tempat tidur seukuran Queen size, lemari pakaian 6 pintu dari kayu jati, meja belajar, serta lemari kaca yang berisi mainan Barbie kesukaannya yang terpajang rapi.
"Wow. Boneka berbie! Ini lebih bagus dari punya Sarah !" Ujar Putri, dia adik dari temannya Bagas yang memang orang terkaya di kampungnya.
"Aku, suka sedih mak! Mereka tidak pernah mengajak putri main !" Ucapnya mendadak dengan nada sedih, mengingat dulu dia selalu melihat temannya selalu di ajak oleh Sarah untuk bermain permainan yang terlihat bagus dan mahal. Termasuk boneka barbie.
Amelia merangkul putrinya, yang kini menginjak remaja. Dan mencium rambutnya.
"Sekarang kamu teh udah gede! Jadi engga usah main boneka lagi !" Ujar emaknya.
"Iya, mak! Putri sudah gede dan melupakan semuanya !" Jawab Putri tersenyum.
"Ya udah buat si Meli saja ya ?" Celetuk mba Dewi kakak pertamanya yang sudah menikah dan baru punya anak perempuan berumur setahun.
"Ih, teteh mah! Meli masih kecil atuh !" Ujar Putri, manyun. Mba Dewi hanya tertawa, termasuk Emak.
"Sudah, Putri emang masih mau boneka barbienya ?" Tanya emak, Putri mengangguk malu. Emak membuka pintu lemari kaca dan mengeluarkan koleksi boneka barbie yang termasuk komplit. Dia pun juga membuka lemari pakaiannya satu persatu. Deretan baju beraneka warna tapi dalam mode jadul. Mba Dewi pun melihat dan mencoba pakaian milik emaknya itu.
Walau dari jaman ketika remaja, tapi kala itu sudah cukup mahal dan bermerek termasuk aksesoris, tas dan sebagainya. Masih ada dan lengkap tersimpan rapi. Ketika putrinya meminta dia tak keberatan. Begitu pun anak perempuan lainnya kecuali yang lelaki.
Amelia menuju ke sebuah pintu lainnya ternyata itu ruang rias pribadi, bersebelahan dengan kamar mandi yang mewah, sama seperti di hotel. Disini berbagai mikeup brand ternama tersaji lengkap.
"Wah, emak beneran seorang putri kerajaan !" Seru semuanya. Amelia hanya tersenyum. Tetapi disini tak ada apa-apanya di banding kehidupannya sekarang. Dulu terasa sunyi dan sepi padahal apa pun yang dia pinta terlaksana. Teman hanya sebatas sekolah, tidak ada yang akrab atau pun bersahabat dengannya.
"Tok ... tok ... " pintu kamar di ketuk, semua menoleh.
"Ya .., " seru Amelia. Pintu pun terbuka, ternyata seorang pelayan datang.
"Maaf, nyonya! Makan siang sudah siap !" Ucapnya dengan hormat. Amelia mengangguk.
"Terima kasih, kami akan ke bawah nanti !" Jawabnya, pelayan pun permisi pergi.
"Ayo, semuanya! Kita ke bawah, kakek kalian sudah menunggu !" Ajak Amelia, semua mengangguk, dan untuk sementara melupakan apa yang ada di kamar itu.
----------
Di bawah, kakek dan lainnya sudah menunggu di meja makan. Di sana sudah tersaji makanan yang cukup banyak dan beragam. Lengkap dengan makan kecil penutup, serta buah-buahan. Semua duduk di kursi masing-masing. Dengan sigap para pelayan melayani tuan rumah dengan baik.
"Ayo, di makan! Lauknya dan nasinya yang banyak ya! Jangan sungkan !" Ujar Baskoro kepada yang lain. Semua pun makan dengan lahap setelah sebelumnya membaca doa terlebih dahulu.
Setelah makan, mereka bersantai di halaman belakang. Di sana ada kolam renang, saung, dan permainan anak-anak dari ayunan, jungkat-jungkit.
"Mak, boleh engga berenang ?" Tanya si bungsu, yang tertarik dengan kolam renang yang jernih.
"Besok, saja ya !" Jawab Amelia dan di angguki oleh Putra. Semua saling mengobrol dan ramai. Sebelum akhirnya ke kamar masing-masing untuk istirahat.
Bersambung ...