MASA LALU AMELIA ...
Sorenya semua bangun, dan untuk pertama kalinya mereka mandi dengan pancuran moderen alias Shower. Setelah itu turun ke bawah untuk makan malam. Tapi kakek Baskoro malah mengajak makan malam di luar, sekalian jalan-jalan katanya melihat ibu kota di waktu malam.
Tentu saja semua senang, dan semua pun berangkat. Di dalam mobil saling mengobrol dan bercanda. Anak-anak sangat antusias sekali, kebetulan memang sedang liburan. Baru pertama kalinya ke Jakarta. Semua kagum melihat gedung di waktu malam. Bagas dan kakeknya hanya tersenyum, begitu pun Amelia. Dia membiarkan mereka menikmati semuanya sepuasnya.
Tidak apa, bila mereka bercerita tentang apa pun ke teman-temannya. Toh itu benar adanya. Tapi pendidikan yang di terapkan oleh dirinya dan suaminya tetap berjalan. Di satu sisi harus tetap sederhana walau tahu, latar belakang kehidupan ibunya berbeda. Amelia ingin anak-anaknya berusaha keras mencapai apa yang diinginkannya, tidak bermanja-manja.
Mengajak mereka ke Jakarta, untuk melihat perbedaan yang ada. Bahwa ada sebagian di bawah dan di atas. Tapi tidak semuanya harta itu membuat senang, kebahagiaan lah yang seharusnya di cari. Baskoro membawa mereka makan di restoran di sebuah hotel yang bersebelahan dengan mall di sampingnya.
Makan malam ala prasmanan. Boleh memilih makanan di suka. Baskoro tertegun, Amelia sudah mendidik mereka tetap sopan dan rapi, tidak rebutan atau pun berisik. Semua makan sesuai porsinya tidak berlebihan. Tapi sebenarnya dia sudah menyadari ketika Bagas pertama kali datang.
"Siapa yang mengajarimu ?" Tanyanya kepada Bagas.
"Emak sama bapak, kakek! Sejak kecil kami sudah belajar sopan santun dan bersikap !" Jawab Bagas, walau bisa menggunakan sendok garpu, tetap kadang suka makan dengan tangan. Baskoro hanya mengangguk. Makanya Bagas bisa beradaptasi dengan kehidupan kota yang katanya harus 'table maner' jangan kampungan. Sebenarnya dengan etika dan sopan sudah cukup.
"Bagaimana, enak ?" Tanya Baskoro.
"Iya, kakek! Terima kasih !" Ucap si bungsu mewakili semuanya, dan Baskoro mengangguk tersenyum.
"Ayo, sekarang kita jalan-jalan dan belanja !" Ajaknya.
"Belanja apa ini teh ?" Tanya Amelia.
"Baju dan lain-lainnya lah! Ini hadiah untuk anak-anak, yang naik kelas !" Jawab Baskoro, dia tahu kalau belanja begitu saja pasti di tolak. Dan ternyata Amelia tidak menolak.
"Tapi di sini mahal !" Ujarnya, ketika melihat deretan toko brand mahal.
"Engga apa-apa, biar awet !" Jawab Baskoro singkat, Amelia tahu sikap papanya, dan hanya menghela nafas. Amelia pun mengijinkan mereka membeli dan memilh yang di suka, tapi dengan syarat seperlunya alias tidak berlebihan. Tentu saja semua senang.
Sebenarnya kehidupan mereka di kampung tidak kekurangan, tapi tidak berlebih. Anak-anak sungkan untuk meminta sesuatu, misal mainan. Sementara pakaian dan makanan cukup. Walau tidak mahal, tapi tetap bagus. Biasanya hal itu terjadi menjelang hari raya Idul Fitri seperti kebanyakan yang suka membeli baju baru.
Semua kagum dan terkejut melihat harga yang tertera di bajunya yang rata-rata ratusan ribu perpotong. Mereka beberapa kali melrik ke arah kedua orang tuanya, untuk memastikan apa benar boleh membelinya. Amelia hanya mengangguk.
"Ayo, ambil saja yang di suka! Kakek yang akan membayar semuanya !" Ujar Baskoro melihat apa yang terjadi. Anak-anak pun membeli tas, sepatu dan beberapa pakaian. Setelah itu berkeliling mall dan membeli cemilan, seperti roti, kue, coklat serta es krim.
"Rumahku dan emak, adalah rumah kalian juga! Jadi bila ke sini jangan sungkan! Pintu rumah selalu terbuka lebar! Dan satu yang terpenting aku adalan kakek kandung dan kalian adalah cucuku juga! Jadi jangan sungkan dan ragu, untuk meminta apa pun ya !" Ujar Baskoro ketika di dalam mobil, semua mengangguk. Amelia hanya tersenyum saja. Ayahnya memang sudah berubah.
--------------
Keesokan harinya ada pesta keluarga untuk melepas Bastian ke Amerika. Tentu saja Baskoro mengundang seluruh anggota keluarga besarnya untuk datang. Sejak pagi sekali, semua sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Amelia sudah siap bertemu dengan anggota keluarga yang lain. Acaranya akan di mulai siang ini, hingga sore. Karena Bagas akan berangkat pukul sepuluh malam nanti. Dan akan tiba di Amerika pukul 10 paginya
Tapi anak-anak tidak perduli mereka asyik berenang di kolam, sejak bangun tidur.
"Ayo, sekarang berenangnya udahan! Kalian semua mandi, karena akan ada banyak tamu yang datang !" Seru Amelia, semua mengangguk tidak ada yang membantahnya.
Dan memang benar, tak lama satu persatu para anggota keluarga berdatangan, mereka datang seperti mau ke pesta besar saja. Menggunakan mobil mewah, pakaian dan lainnya pun sama. Semua terkejut ketika melihat Amelia ada di sana. Pakaian Amelia sebenarnya bagus, masih cantik dan anggun. Walau memang tidak seperti yang lain. Mereka bertegur sapa, cipika cipiki seperti biasa, tapi tidak dengan mata mereka yang kelihatan agak merendahkan anggota keluarga suami dan anaknya. Membuat Amelia tidak suka, itulah sebabnya dia tak ingin kembali. Sikap anggota keluarganya yang lain terhadapnya.
Amelia anak bungsu dari pernikahan ketiga pak Baskoro. Yap dia sudah menikah tiga kali dan dari semuanya memiliki 5 orang anak termasuk Amelia. Mamanya Amelia di ketahui gadis biasa hanya seorang karyawan biasa yang bekerja di salah satu perusahaan milik pak Baskoro.
Sebagai istri muda, Miranti tidaklah mudah. Semuanya memandang rendah kepadanya. Keluarga Miranti bukanlah keluarga berada. Ayahnya hanya buruh pabrik sedangkan ibunya penjual sayuran keliling, hanya dengan bakul. Untuk menghidupi 4 anaknya. Miranti gadis pintar dan tak kenal putus asa, dia anak pertama, apa pun akan dilakukan untuk tetap sekolah, berjualan di sekolah, mencari beasiswa dan lainnya, membuatnya mandiri. Wajahnya cantik dan sederhana. Sebenarnya banyak yang suka, tapi dia membatasi pergaulan hanya untuk membantu keluarga dan dirinya. Singkat cerita, Miranti berhasil masuk sebagai karyawan di sebuah perusahaan besar milik Baskoro, yang waktu itu baru menikah yang kedua kali, setelah bercerai dengan istri pertama. Miranti tentu saja senang, dengan gaji yang lumayan dia selalu membaginya dengan keluarga. Walau kedua orang tuanya sempat menolak, karena tahu dia pun sedang merantau, membutuhkan uangnya juga.
Tetapi Miranti tetap pada pendiriannya, sebagai tambahan bantuan adik-adiknya yang masih sekolah. Dua tahun kemudian, tanpa di duga Miranti di pindah ke bagian utama di perusahaan itu. Berawal dari menjadi asisten para direktur. Tugas asisten hanya sebagian dari tugas sekretaris pribadi. Ya, tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka di bebankan kepada para asisten ini. Banyak yang mengeluh di belakang.
"Apa sih kerjanya mereka ?" Ujar temannya lelaki, ya bukan hanya perempuan tapi lelaki juga ada. Melihat tumpukan berkas dan tugas yang di bebankan kepada mereka.
"Biasa lah nemenin bos !" Seru yang lain, semua tertawa. Semua tahu, rahasia umum yang tidak diketahui banyak orang. Sebagian besar, mereka bekerja lebih 'pribadi' dengan bosnya.
Memang tidak semua begitu, salah satunya sekretaris utama the big boss Baskoro. Dia tidak cantìk tapi tegas, cenderung agak galak. Dan Miranti adalah asistennya, pekerjaannya bukan sekedar pengalihan seperti rekan lainnya, tapi murni tugas yang diberikan oleh sekretarisnya sebagai pekerjaannya. Harus di akui, pekerjaannya bagus dan juga rapi tak heran big boss menyukainya. Semua para sekretaris Direktur di bawahnya menjuluki bermacam-macam untuknya, singa betina lah, perawan tua dll ... dan memang dia belum menikah, di usianya 40 tahun ! Gajinya? Jangan salah terbesar di antara yang lain. Membuat iri semuanya.
Bersambung ...