Chereads / DEVIL : Psikopat Tampan / Chapter 3 - BAB 3

Chapter 3 - BAB 3

Lagi-lagi tanpa sengaja pandangan mereka bersinggungan, Nayara dan Ravano saling memandang dalam jangkauan itu.

Penasaran? Tapi takut? Ya, Nayara merasakan itu ketika matanya terperangkap dalam mata tajam kelam tersebut.

Waktu seakan berhenti, Nayara merasa berada dalam ruangan gelap dimana hanya ada diri nya dan Ravano saja di sana yang berdiri berhadapan dengan tatapan yang saling melahap satu-sama lain.

Nayara ingin mengusir tatapan itu sedangkan Ravano memaksa ingin terus masuk ke dalam pikiran Nayara.

Ravano menyeringai kembali padanya, kemudian tatapan nya menukik tajam, Nayara terhenyak, seringaian Ravano melemparkan nya kembali ke dunia nyata dan Ravano merasa puas menggertak gadis itu hanya dengan tatapan andalan nya.

Bibir Ravano mengulum senyum kecil yang sangat mengganggu bagi Nayara, pria itu pun berlalu, menyusul Niko yang sudah jalan terlebih dahulu.

•••

Masih di hari yang sama Nayara merasa tidak nyaman di tempat tinggalnya sendiri, waktu juga seolah berlalu sangat lama di setiap detiknya.

Ravano, tamu sang ayah, satu-satunya orang asing yang Nayara temui membuat atmosfer di sekitarnya selalu berubah jadi mencekam.

Sepanjang hari pria itu selalu tertangkap dalam penglihatan Nayara. Tidak seperti tamu yang lain, mereka tidak terlalu peduli dengan kehadiran Nayara, bahkan tidak ada yang berkenalan dengan Nayara selain Ravano. Mereka lebih mementingkan urusan bisnis dengan ayah Nayara.

Tapi Ravano muncul dimana pun Nayara berada.

Orang lain merasa tidak harus berkenalan dengan seorang bocah yang sangat jauh usianya daripada mereka.

Memang, Ravano adalah tamu yang paling muda usianya. Mungkin ia menganggap masih sebaya dengan Nayara, jadi sikapnya seperti itu.

"Nayara." Ravano memanggilnya.

Tapi gadis itu tidak peduli dan segera berlari menjauh. Kenapa Ravano terus berusaha mendekati nya tiap kali ada kesempatan?

Setelah merasa Ravano tidak mengikutinya lagi, Nayara berjalan ke taman belakang, memang tempat favoritnya di sana.

Ia menjauhi urusan orang tuanya yang tidak menarik untuk gadis seumuran nya. Sangat membosankan. Selain itu, ia berharap bisa bersembunyi dari pria yang bernama Ravano.

Padahal Niko sudah menolak pria itu dengan keras, Nayara juga merasa tidak suka dengan Ravano yang spontan bilang suka padanya di depan banyak orang, padahal ini pertama kalinya mereka bertemu.

Nayara menggeleng-geleng kan kepalanya, berkenalan dengan orang asing sangat menakutkan, tidak seperti yang ia lihat di film-film. Apakah ini alasan ia tidak di perbolehkan keluar dari mansion ini?

Baru saja ia menghela napas lega, ia merasakan seseorang berdiri tepat di belakangnya. Nayara menelan ludahnya dengan berat, tenggorokannya mendadak terasa kering dan lagi, aura di sekitarnya terasa mencekam.

Perlahan Nayara menghadap ke belakang, ada tubuh tinggi mengenakan kemeja putih yang dua kancing bagian atasnya terbuka dengan tuxedo hitam yang hanya di sampir kan menutupi bahu bidangnya, serta kedua tangan kekar yang di masukkan ke dalam saku celana, gadis manapun pasti terpesona melihat pria tampan yang berpose cool seperti itu. Tapi Nayara ada dalam posisi takut setengah mati.

Keringat dingin mengalir di pelipisnya dan tangannya mendadak tremor. Nayara tidak menyadari bahwa tubuhnya sangat gemetaran.

Pria di hadapannya itu hanya berdiri tegap namun santai, ia menatap Nayara dengan mata tajamnya dengan seringaian yang terpampang jelas di wajah tampan itu.

Nayara mendongakkan kepalanya untuk menatap Ravano yang saat ini agak menunduk untuk menatap wajah Nayara. Pria itu lebih tinggi darinya dan itu membuat Nayara semakin merasa terintimidasi.

Wajah Ravano mendekat secara tiba-tiba, matanya sudah mengunci tatapan Nayara. Gadis itu hampir tidak mampu bernapas dan menopang tubuhnya yang gemetaran dengan satu kaki yang ia mundurkan selangkah karena Nayara merasa tergertak.

Ia mencoba melepaskan diri dari Ravano, namun tatapan nya membuat Nayara terpaku di tempat.

Dahi mereka nyaris bersentuhan dan Nayara kehilangan nyali untuk bersuara. Ia hanya bisa merasakan tenggorokannya mengering, bahkan hanya untuk menelan ludah saja sudah sulit baginya.

"Apa kau tau.. Raven?" Ravano bertanya dengan nada yang rendah, volume yang kecil dan hanya bisa di dengar oleh Nayara yang tengah merasakan terpaan napas Ravano di wajahnya yang membuat dadanya sesak.

Ia butuh sedikit ruang tapi Ravano mengunci tatapan nya yang seolah membuat tubuh Nayara juga kaku.

"H-hah?" Gadis itu terbata-bata.

"Raven." Tegas Ravano, ia sempat terkekeh sekilas.

Nayara mengerjap kan matanya, ia takut dan bingung dengan apa yang sedang di lakukan Ravano saat ini. Pria tampan itu sedang merundung nya.

"G-gagak?"

Seringai licik terukir kembali pada bibir tipis Ravano. "That's Right."

Nayara berhasil menelan ludahnya dan bernapas sedikit tenang saat Ravano memberi sedikit jarak bagi wajah mereka yang kulitnya nyaris menempel satu sama lain sebelumnya.

"Raven, biasanya menentukan target untuk dia mangsa." Ravano berbisik lagi. "Untuk bertahan hidup."

Tangan kanannya terangkat dan jari-jarinya membelai pipi kiri Nayara perlahan, membuat mata Nayara membulat sempurna. Ravano menggoda Nayara dengan sentuhan nya.

"And that raven has found his prey."

Mata Nayara melirik jari Ravano yang kini telah turun perlahan ke dagunya, telunjuk Ravano berhenti di perpotongan dagu Nayara, menyentuhnya dari bawah yang otomatis membuat Nayara semakin mendongakkan kepalanya.

"I will catch you. Nayara." Ucap Ravano lagi, suaranya nyaris seperti bisikan.

Nayara tidak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu, matanya hanya dapat terpejam sempurna karena ia takut sampai tak mampu untuk bergerak sedikitpun, dengan kedua tangan nya yang terkepal menahan gemetar.

Sesuatu yang kenyal mengenai bibir ranum merah mudanya, hingga sedikit basah dan sesuatu memaksa masuk ke dalam mulutnya. Sialnya, tubuhnya sangat kaku.

Tangan itu menekan tengkuk Nayara yang akhirnya membuat tubuh Nayara lemas dan terperdaya. Tangan nya yang semula gemetar dan mengepal kini terbuka dan menyentuh dada bidang pelaku yang kini tengah menciumnya.

Nayara merasakan kepalanya berdengung, ia membuka matanya namun pandangannya mengabur hingga kegelapan menelannya.

Nayara tidak merasakan lagi kecupan ganas di bibirnya yang memaksa mulutnya untuk terbuka karena ia sudah tidak sadarkan diri sekarang, dalam pelukan seorang Ravano Jovian.

Ciuman yang membius? Tidak. Bukan itu yang membuat Nayara tak sadarkan diri.

Ravano menyuntikkan sebuah obat bius pada tengkuk Nayara, menggunakan suntikkan kecil yang tidak di sadari oleh gadis itu sama sekali ketika Ravano menghipnotisnya untuk memejamkan mata dan merasakan ciuman nya.

Tidak ada seorangpun yang sedang berada di taman belakang itu selain Ravano, Nayara dan dua orang pengawal Ravano yang baru saja tiba.

"Bawa dia ke mobilku tanpa ada yang menyadarinya, secepat mungkin, dan kau.." Ravano menunjuk salah satu pengawalnya. "Alihkan perhatian dan urus cctv keamanan."

"Baik Tuan."

"Oh ya, berikan kejutan yang besar untuk mereka."