Chereads / DEVIL : Psikopat Tampan / Chapter 9 - BAB 9

Chapter 9 - BAB 9

Air mata Nayara mengalir deras mendengar ucapan Ravano, pria itu menyatakan menginginkannya, tapi sebagai apa? Sebagai mainankah?

Mereka baru bertemu untuk pertama kali tapi kenapa Ravano begitu yakin dan memaksa?

"Sejak awal aku melihatmu, kau itu menakutkan, tapi aku selalu berusaha berpikir positif tentangmu." Ucap Nayara.

"T-tapi sekarang aku tidak bisa melakukan itu lagi… setiap kali kau berbuat baik pada ku walau sedikit, setelahnya kau akan langsung melukai ku lagi."

Ravano yang semula penuh emosi kini lebih rileks dan ia memandang Nayara acuh tak acuh.

"Aku tidak peduli, kau akan selamanya denganku."

"Aku tidak mau!" Protes Nayara.

"DIAM!!"

Ravano membentaknya lagi, kini sangat keras hingga pria itu terlihat sangat marah. Telunjuknya berada tepat di dahi Nayara, gadis itu terbaring dan Ravano merengkuh di atasnya.

"Jangan banyak bicara atau aku akan mengukir luka juga pada mulutmu." Ancam pria itu pada Nayara yang sudah menangis parah.

Gadis itu tidak bisa menahan lagi isak tangisnya, berharap tangisan pilunya mampu menyentuh hati Ravano sedikit saja, agar pria itu memberinya kelonggaran, agar pria itu tidak terlalu kasar padanya.

Tapi tangisannya tidak berpengaruh apapun.

Nayara menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, untuk meredam suara tangisannya, tapi Ravano menyingkirkannya dengan cepat.

Posisi mereka masih sama, Ravano mendominasi di atas tubuh Nayara.

Pria itu kini mengeluarkan lagi aura menyeramkan dan menyeringai jahat pada Nayara, sekujur tubuh Nayara rasanya merinding hebat melihat seringai tersebut.

Gairah, itu adalah gairah Ravano yang sangat puas saat melihat Nayara menangis dan tersiksa.

Ravano sepertinya sangat suka melihat seseorang sengsara di hadapannya.

Ravano bahkan tidak perlu repot mengotori tangannya dengan darah, gadis itu sudah ketakutan sekarang.

Ravano kemudian mengambil sapu tangan di sakunya, mengusap air mata di pipi Nayara, gadis itu tidak mau diam bahkan saat Ravano bersikap tidak terlalu kasar.

"Bangun, kita akan segera sampai." Perintahnya.

Nayara mulai menenangkan dirinya. Ia bisa saja kabur sekarang, ia bisa lompat dari mobil ini. Tapi berulang kali berpikir, Nayara tidak akan mampu melakukan nya.

Ia berniat menusuk lukanya tadi pun hanya untuk menggertak Ravano, tapi malah dirinya yang jadi terancam. Lagi-lagi yang bisa gadis itu lakukan hanyalah menangis.

"Lakukan sesuatu pada mata sembab mu." Perintah Ravano.

"Tidak mau." Ucap Nayara pelan.

"Hn?"

"Tidak mau!" Sungut Nayara.

"Terserah. Jika kau tidak malu dengan tatapan orang, ya sudah."

•••

Ravano membawa Nayara ke sebuah restoran yang cukup ramai, namun khusus bagian rooftop, di kosongkan untuk mereka berdua.

Gadis itu hanya pasrah ketika Ravano menggenggam tangannya, menariknya tidak terlalu kasar, mungkin karena ia tidak mau menjadi pusat perhatian setelah apa yang terjadi dengan Nayara.

Sejak awal gadis itu sudah menarik perhatian dengan warna rambutnya yang nyentrik dan matanya yang sembab, ulah tangisan nya yang berbekas.

Yang benar saja, apa Ravano akan menyalahkan Nayara karena dua hal itu? Oh rambutnya sudah pirang sejak lahir dan tangisan itu, memangnya karena ulah siapa Nayara menangis?

Jawabannya sudah jelas sekali ada di depan mata.

"Makan! Tujuanku bukan untuk membuat mu kelaparan lalu mati." Perintah Ravano.

Nayara hanya diam dan memegangi sendok nya, ia belum memasukan apapun ke dalam mulutnya.

Yang ia rasakan saat ini hanyalah rasa sakit dan nyeri pada sekujur tubuhnya sehingga nafsu makan pun hilang, ia hanya ingin meminum obat sesuai saran dokter dan berbaring.

Beristirahat, dan tak banyak bergerak.

Ravano menahannya disini jadi tidak ada yang bisa dia lakukan lagi. Nayara sadar dia hanya gadis bodoh yang tidak tau dunia luar jadi dia mulai pasrah, tapi tubuhnya tidak bisa bertahan lebih lama lagi.

"Bisa kita kembali... Ke kamar untuk istirahat?"

Ravano yang sedang menusuk makanan nya dengan garpu langsung berhenti dan menatap Nayara heran.

"Kau ingin melihat bekas darahmu lagi?" Ravano bertanya dengan nada yang rendah. Namun itu bagai pukulan telak bagi Nayara.

"Tidak, tentu saja aku tidak mau lagi.. Kalau begitu jangan ke sana, tapi kemanapun asal aku bisa berbaring.."

"Makan. Hanya makan." Tegas Ravano kemudian.

Nayara mendesah kecewa, ia memaksakan diri untuk memakan apa saja, mata tajam Ravano memperhatikan nya lekat.

Pria itu dengan tenang memakan makanan nya sambil menatap Nayara tajam. Seolah tidak ingin melewatkan satu suap pun ketika gadis di hadapannya sedang makan.

Untuk ukuran seorang anak konglomerat, Ravano kira Nayara akan seperti remaja pada umumnya, manja, glamour dan menuntut ini itu.

Ravano pernah tidak sengaja bersinggungan dengan remaja seumuran Nayara, mereka memandang Ravano dengan tatapan memuja dan menyedihkan, karena mereka merupakan anak dari rekan-rekan bisnis Ravano yang memohon untuk di jodohkan dengannya hanya demi harta.

Tapi Nayara Binar Altair sangatlah berbeda dari yang lain, Ravano dan tamu Niko yang lain tidak ada yang memprediksi kalau Niko akan memperkenalkan seorang putri.

Mereka mengira pasangan Altair belum memiliki anak, tapi siapa sangka ternyata mereka memiliki Nayara.

Yang lebih membuatnya tidak menyangka lagi adalah Niko menolak tegas penawarannya yang langka, yang belum pernah di tawarkan pada rekan bisnis manapun oleh Ravano.

Pernikahan bisnis sangat di gandrungi oleh berbagai kalangan saat ini, menyatukan kekuatan dua keluarga kaya yang berpengaruh besar pada suatu bidang dengan bidang lainnya.

"Nayara, siapa dirimu yang sebenarnya?"

Nayara yang sedang minum hampir tersedak, ia segera menyimpan gelasnya dan menenangkan dirinya. Ravano bertanya tiba-tiba tentang dirinya.

Mungkin ini yang kedua kali? Sebelumnya Ravano bertanya kemana sosok ibunya.

"A-apa maksudmu, aku hanya Nayara Binar Altair.. Gadis yang tidak pernah menginjakkan kaki keluar dari lingkungan mansion..?" Jawab Nayara dengan ekspresi yang aneh, ia memberikan alibi yang sama sekali tidak menarik, jelas sekali kalau gadis itu tidak bisa menutupi kenyataan.

"Semua orang terkejut ketika Niko memperkenalkan mu sebagai putrinya. Kami semua tau kalau istri Niko tidak pernah mengandung, tidak tercatat di manapun kalau Altair memiliki seorang anak gadis." Tukas Ravano.

"Nama mu tidak terdaftar di kartu keluarga mana pun, asal kau tau. Dan juga sosok istri Niko sudah lama tidak terlihat, kemana dia?"

"Informasi semacam ini tersebar luas di kalangan sesama keluarga kaya dan itu sudah bukan hal yang tabu." Ravano terus bicara.

Nayara tau maksud pertanyaan Ravano akan mengarah kemana. Berarti Nayara harus menceritakan kisah hidupnya yang sedikit menyedihkan?

Gadis itu menghela napasnya, ia kemudian terlihat sendu dan Ravano mengangkat sekilas alisnya, memahami kalau Nayara akan menceritakan kisah sedih yang memiliki efek simpatik padanya.

"Siapa sangka, keluarga Altair ternyata menyembunyikan banyak hal dari dunia luar, termasuk tentang aku dan ibuku."

Nayara mulai menceritakan kisahnya dengan santai, padahal Ravano hanya ingin tau intinya saja, tapi gadis itu terlihat tenang dan tidak merengek lagi, jadi Ravano akan mendengarkannya kali ini.

"Ayahku semula nya tidak tau kalau ibuku berhasil mengandung, ia terlambat mengetahuinya dan sebelumnya sudah melakukan hal yang buruk karena kecewa. Ia jarang pulang dan bermain di luar sana. Begitu aku akan segera lahir barulah dia kembali dan ia sangat menyesal sudah membuat ibuku depresi."

Ravano menyimpan alat makannya, ia minum air sejenak. Nayara juga belum melanjutkan ceritanya, ia hanya memperhatikan Ravano selesai, karena pria itu terlihat seperti akan menginterupsi ucapannya.

"Hn, jadi itu alasannya Niko sangat di kenal sebagai pebisnis genit.. Lanjutkan." Ravano bicara sesuai tebakan Nayara.

"Tapi hal itu tidak membuat kondisi ibuku membaik. Kembalinya ayahku tidak membuat mental ibuku sembuh. Setelah aku lahir dia meninggal dunia. Aku mengerti, mungkin dia sudah sangat lelah menjagaku dalam kandungannya ketika kelakuan ayahku seburuk itu."

Nayara matanya sudah terlihat berkaca-kaca, gadis itu menceritakan nya dengan sangat lengkap.

Air mata Nayara lolos lagi dan dia berhenti bicara setelah itu. Ia sibuk mengusap air matanya dan sama sekali tidak memandang Ravano yang kini menatapnya sendu.

Nayara kemudian tertawa kecil, ia menertawakan dirinya sendiri sambil terus menghapus air matanya sendiri.

Bagaimanapun dia bahagia bersama keluarga Altair, ia tidak pernah tau seperti apa rupa ibu kandungnya, sejauh manapun Nayara menepis kalau ia sudah tidak peduli, tetap saja, cerita hidupnya adalah luka besar baginya.

Ia ingin normal seperti orang lain, ayah dan ibu kandung yang lengkap. Tapi itu tidak berlaku baginya karena nasib semua orang itu tidak sama.

"Maaf, aku begitu menyedihkan, hahaha." Nayara masih menangis dan tak henti mengusap air matanya yang tidak berhenti mengalir.

"Aku tau, aku adalah anak yang di sembunyikan, mungkin itu alasan aku tidak dapat keluar dari rumah itu. Kau bilang aku tidak terdaftar di manapun kan? Seperti aku tidak pernah ada di dunia ini…"

Ia bahkan tidak sadar Ravano sudah berdiri di hadapannya, pria itu berlutut mengusap pipi Nayara dengan sapu tangannya. Ia merapikan anak rambut Nayara.

Ia tidak tau kalau istri Niko sudah meninggal dunia, keluarga Altair benar-benar menyembunyikan semuanya dengan rapat.

"Aku sudah mengurus semuanya, identitasmu secara lengkap. Nama mu sudah ku ganti menjadi Nayara Jovian."

"Hah?"

Sikap Ravano berubah-ubah, seperti pria itu memiliki kepribadian ganda.

"Simpan dan buang kisah sedih mu. Dunia tidak akan berubah meski kau terus meratapinya. Menangisinya tidak akan membuat semua nya kembali pada yang seharusnya. " Wajahnya tetap datar, saran Ravano terdengar seperti perintah yang mutlak, bukan nasihat.

Pria itu kemudian berdiri dan membersihkan celananya yang sempat menyentuh lantai.

Ia melirik jamnya, waktu sudah berjalan cukup cepat hingga ia tidak sadar ini sudah hampir tengah hari.

Tanpa basa-basi, Ravano menarik tangan Nayara lagi dan menyeret Nayara keluar dari restoran tersebut.

Nayara mengumpat dalam hati, Ravano memang pria berdarah dingin yang tidak peduli pada rasa sakitnya.

Gadis itu di seret seperti anak kucing pemalas yang hanya bisa menurut pada tuannya.

Ravano tidak membawanya ke mobil, tapi mereka menyusuri jalan menuju sebuah taman hiburan dekat laut, Grona Lund.

Mata Nayara takjub melihat taman raksasa dengan banyak area rekreasi di sana.

Jadi seperti ini rasanya datang ke taman hiburan? Berlibur? Berwisata? Meski saat ini Nayara sedang di culik oleh seorang pria jahat bernama Jovian Ravano?

Nayara tidak memperhatikan langkahnya hingga ia menubruk tubuh Ravano saat pria itu berhenti melangkah.

"Maaf.." Cicitnya.

"Nayara.."

Gadis itu menoleh perlahan, dia mulai gugup dan tegang lagi, hingga akhirnya dia menyahut panggilan Ravano.

"Hm?"

"Aku akan memberikanmu dunia yang belum pernah kau lihat, tapi kau harus memberikan seluruh hidupmu padaku secara sukarela."