Ravano tidak menyangka akan semudah ini menemukan tujuan nya. Dia baru saja tiba dan langsung bertemu dengan mangsa nya. Takdir Tuhan sangat ajaib, bisa-bisa nya Nayara membuat Ravano sangat bersemangat hari ini.
Niko merasa aneh dengan Ravano yang terus memandangi putri nya sejak tadi. Mereka baru akan memulai acaranya satu jam lagi tapi tamu nya ini sangat rajin, ia tiba lebih awal bersama beberapa tamu lain.
"Aku tidak tau kalau kau akan datang lebih awal, jadi semua nya belum siap karena acaranya baru akan di mulai satu jam lagi." Niko berbicara pada Ravano yang sedang menatap Nayara lekat, begitu juga Nayara yang tak sengaja membalas tatapan Ravano, membuat naluri ayah Niko panas seperti kebakaran jenggot.
Ravano mengalihkan tatapan nya, "Oh, aku memang selalu seperti ini Tuan Altair. Apalagi dengan calon rekan bisnisku. Disiplin, merupakan kesan pertama yang baik."
Nayara mengernyitkan dahi nya, ia mendengar jelas percakapan ayahnya dan pria tampan aneh itu.
Ravano memiliki aura yang sangat kuat dan menakutkan, walaupun dia tampan, tapi aura menakutkan lebih kentara sehingga membuat Nayara tak tahan jika harus berdiam diri di sana lebih lama lagi.
Nyonya Altair merasakan Nayara tidak nyaman, ia langsung memberikan lirikkan tajam. "Ini pertama kali nya kau di kenalkan pada orang-orang, jangan harap kau bisa pergi dari ruangan ini dan memberikan kesan buruk untuk keluarga kita." Bisikkan Nyonya Altair membuat Nayara kesal, gadis itu bahkan belum meminta izin apapun, ia belum bicara apapun, tapi Nyonya Altair sudah memperingati nya.
"Tentu nya selain bisnis antar perusahaan, aku memiliki penawaran lain untuk anda." Ravano melanjutkan percakapan nya dengan Niko.
Niko menaikkan sedikit alisnya, ia merasa tertarik. Kemudian ia mengajak Ravano untuk berjalan sedikit, menjauh dari Nyonya Altair dan Nayara.
Niko tidak ingin ada yang mendengar penawaran bisnis Ravano untuk nya, karena yang seperti ini adalah percakapan serius.
"Apa itu, Tuan Jovian?" Niko bertanya dengan santai.
Ravano mengarahkan pandangan nya pada Nayara dan langsung di ikuti oleh Niko, "Aku ingin dia."
"Maaf?"
Dunia seakan tidak peduli dengan percakapan antara Ravano dan Niko, tidak ada yang mendengarkan dan memperhatikan di sana kecuali Nayara, ia dengan jelas memperhatikan gerak-gerik Ravano yang kemudian membuat keringat dingin mengalir di pelipisnya.
Nayara merasa gugup ketika Ravano lagi-lagi menatap nya. Ia tidak tahan lagi berada di sana walau hatinya masih penasaran pada seorang Ravano.
"Aku ingin putri mu ini."
Ravano baru saja bilang apa? Ingin siapa? Nayara diam. Ia tidak melanjutkan langkah kakinya. Ia berharap salah dengar tapi suara Ravano cukup kencang, ayahnya tidak mungkin memberikan Nayara pada pria asing itu bukan?
Nayara menahan diri untuk tidak panik, pengalaman pertama Nayara berkenalan dengan orang asing sangat buruk, orang asing itu menginginkan nya, meminta nya bagai meminta sebuah barang. Padahal bukan ini yang Nayara bayangkan sebelumnya.
"Putri ku bukan barang yang semena-mena bisa kau pinta."
Ketakutan nya jatuh cuma-cuma, Nayara lega mendengar Niko mengatakan hal itu.
"Tidak, bukan seperti itu yang aku pikirkan. Dirimu jelas salah paham." Ravano menghela napasnya sejenak.
"Dia benar-benar membuat ku tertarik dalam artian sesungguh nya. Seumur hidup aku tidak pernah berkencan ataupun tertarik pada perempuan cantik manapun."
Niko kehilangan kata-kata, ia tidak menduga Ravano akan secara terang-terangan mengatakan hal seperti ini bahkan di hadapan putrinya yang kini terlihat shock. Nayara berdiri tak jauh dari mereka berdua dan tampak terpaku di tempat.
Nyonya Altair sendiri cukup kagum dengan keberanian Ravano yang mengutarakan isi pikiran nya dalam waktu singkat di hadapan banyak orang, tanpa berpikir panjang. Entah pria itu tipe yang tegas atau pria bodoh yang sembrono, yang tidak memiliki pengalaman dalam menyatakan perasaan.
"Tapi putrimu tidak hanya cantik, auranya membuat aku menginginkan nya. Jatuh cinta pada pandangan pertama? Hm, bisa di bilang seperti itu."
"Kau bercanda?" Niko tergelak mendengarnya.
Nayara baru pertama kali bertemu dengan orang asing, ia tidak berinteraksi banyak dengan Ravano karena takut. Tapi Ravano baru saja membuat Nayara hampir kehabisan napas untuk kesekian kali nya. Nyonya Altair segera menarik Nayara pergi dari sana.
"Nenek, apa yang baru saja dia katakan?" Mata Nayara berkaca-kaca, ia takut. "Kenapa dia bicara seperti itu?"
"Tenang Nayara, dia hanya mengungkapkan perasaan nya. Itu hal wajar ketika seorang pria yang sudah dewasa menyukai seorang gadis seperti mu." Nyonya Altair menenangkan nya. Nayara cukup polos untuk ukuran remaja yang beranjak dewasa karena dia selalu terkurung di rumah.
"Kau beberapa kali pernah menonton drama romantis bukan?"
Nayara mengangguk tapi tangan nya bergetar dan matanya berusaha ia tahan agar tidak mengeluarkan air mata. Ia mengangguk pelan pada Nyonya Altair.
"Tapi nek, k-kenapa aku begini? I-ini pertama kalinya.. Aku— aku takut. Aku tiba-tiba merasakan jantungku berdetak sangat kencang." Nayara terbata-bata.
Nyonya Altair mengusap kepala Nayara dan tersenyum pada cucu nya. "Itu reaksi normal, seorang pria hebat baru saja jatuh cinta padamu. Bukankah kau ingin hidup seperti orang pada umum nya? Ini adalah salah satunya Nayara. Cinta bisa membuat mu melihat dunia baru yang tidak pernah kau bayangkan sebelumnya."
"Tidak nek, tatapan nya menakutkan. Dia terlihat seperti orang jahat."
"Mungkin kau merasa gugup hingga beranggapan begitu. Dia pria yang tampan, kau pasti akan tertarik pada nya." Nyonya Altair berbisik.
"Nenek, aku serius. Dia menyeringai pada ku tadi, dia terlihat licik!"
Di sisi lain Niko menggelengkan kepala nya pelan, ia tertawa kecil dan menepuk bahu Ravano. Tentu saja, Niko akan menolak mentah-mentah permintaan gila Ravano yang ia kira adalah hal serius tentang bisnis lain yang menguntungkan.
"Maafkan aku Ravano. Apapun yang akan kau tawarkan padaku untuk putriku, aku menolaknya."
"Hn?"
Niko mengangguk pelan. "Nayara sangat berharga, aku tidak akan membiarkan dia melangkah keluar dari mansion ini meski itu bersamamu."
"Tuan Niko, aku jujur padamu." Ravano merasa tak terima dengan penolakan Niko.
"Aku menolak lamaran mu. Juga lamaran seluruh pria yang jatuh cinta pada Nayara saat ini. Dari semua kolegaku yang hadir hari ini, mereka akan memiliki cara yang sama dalam memandang Nayara. Tapi aku tidak akan menerima perkataan seperti ini lagi." Jelas Niko yang terlihat sedikit emosi.
"Cinta tidak bisa di putuskan dalam beberapa menit, itu hal yang sakral dan serius. Aku hanya ingin membiarkan Nayara memilih sendiri."
"Tapi bagaimana jika Nayara merasakan hal yang sama?" Ravano masih bersikeras.
"Tidak, dia menangis ketika mendengar ucapan mu tadi. Artinya putriku belum memikirkan apapun tentang percintaan." Niko sekali lagi menolak dengan tegas.
Mereka mengarahkan pandangan pada Nayara yang sedang menatap keluar jendela sembari mengusap jejak-jejak air mata yang sejak tadi ia tahan namun akhirnya lolos.
Ravano tertawa pelan. "Aku bahkan di tolak sebelum mengajukan sebuah lamaran yang sesungguhnya."
Niko menepuk pundak Ravano, "Putriku baru berusia delapan belas, dia masih bocah. Kau bisa mendapat wanita dua puluhan ke atas yang sudah cukup usia untuk bersanding denganmu."
Nayara tidak suka aura yang ada di sekitarnya sekarang, perasaannya berubah jadi buruk. Tanpa alasan yang jelas ia takut pada Ravano, ia takut setengah mati meski Ravano bisa saja menjadi jalan untuknya melihat dunia. Tapi rasa takut mengalahkan mimpi terbesar Nayara.
Ravano mendecih pelan tanpa sepengetahuan Niko, tatapan tajamnya pada Nayara seolah akan menyerap gadis itu hingga hilang dari dunia ini. Ia menggeram kesal, menahan kepalan tangan di balik pinggangnya.
Sia-sia ia berakting selembut itu, seperti pria bodoh yang baru saja merasakan masa puber padahal usianya sudah dua lima.
'Dasar pria tua aneh, untuk apa dia pamerkan putrinya jika akan di kurung terus? Hah.'
Ia menginginkan Nayara, untuk menjadi target barunya. Cara apapun akan Ravano lakukan untuk mendapatkan targetnya. Ia tidak akan sudi datang sejauh ini jika harus menelan kecewa. Niko Binar Altair terlalu meremehkan seorang Ravano Jovian.
Meski itu adalah cara licik sekalipun. Ravano selalu mendapatkan target nya.