Chereads / How do U say, you’re SORRY? / Chapter 8 - Kebingungan yang tiada akhir

Chapter 8 - Kebingungan yang tiada akhir

*Kamar pasien

Sudah beberapa menit berlalu semenjak operasi selesai di lakukan. Gadis itu masih belum sadarkan diri. Alexio hanya berdiri menatap wajah Odele yang tengah tertidur pulas.

Ia tak akan pernah melupakan wajah wanita yang ia cintai tega menghianatinya. Namun ntah mengapa perlahan ada kenyataan lain yang tiba-tiba datang bersamaan dengan gadis ini..

Sungguh ada keinginan untuk menyelidiki, namun ia merasa takut akan kembali masuk dalam jebakan Odele. 'Bukankah itu yang kamu inginkan? Agar aku menyelidiki ini kan? Dengan begitu aku dapat menemukan data-data baru tentangmu? Dan mengira kamu adalah orang lain? Hingga kita bisa menjalin hubungan baru? Dan kamu kembali mencuri dan menghancurkan aku untuk yang kedua kalinya? Kamu pikir aku akan percaya dengan rencana bodoh mu ini? Kamu pikir aku akan percaya jika kamu adalah orang lain? Tidak!! Aku tidak pernah melupakan wajah ini! Wajah yang menghianatiku!!' Gerutu Alexio dalam hati.

Dulu ia terlalu patuh pada istrinya hingga membuat gadis itu mencuranginya. Tidak hanya kabur dengan laki-laki lain, tapi ia juga mencuri beberapa aset lalu menjualnya, tak lupa, gadis itu juga mencuri sebuah rancangan kerja sama beberapa proyek besar. Hingga Alexio terjebak dalam kasus plagiarisme. Bagitu banyak masalah yang gadis itu ciptakan untuknya. Hingga membuat Alexio tidak memercayai siapapun.

Lexy masih terus terduduk di bangkunya sambil menggulung kedua tangannya di dada tepat di sebelah ranjang Odele. Menatap wajah gadis itu mencari bekas tindikan, dan tahi lalat yang seharusnya ada, dengan begitu, Odele pun tak dapat mengelak lagi darinya. Namun ia tidak mendapatkan hasil apapun, ia bagai sedang berjalan di kertas putih tak bernoda. Semua lenyap bagai gadis yang tengah ia tatapi memang tak pernah memilikinya. Tapi… bagaimana mungkin?!

Odele mengerjapkan matanya beberapa kali.. berusaha mengumpulkan sebagian kesadaran. Namun ternyata ia sungguh masih belum sadar benar..

Penglihatannya kini masih buram dan berputar-putar.. kepalanya masih merasakan pusing dengan rasa mengantuk yang luar biasa. Sepertinya efek bius masih belum hilang sepenuhnya..

Perlahan ia pun meraba pergelangan tangannya, dan yakin jika itu adalah selang infus..

Rasa tenang itu muncul seketika, menyadari ia tidak sedang berada di tempat SANG RAJA itu lagi.

"Hufff akhirnya pria kejam itu membawaku kerumah sakit.. aku pikir aku akan mati dan menjadi hantu perawan disini!!!" Ucap Odele dengan suara kecilnya yang tak begitu jelas.. namun Alexio cukup mendengarnya. Awalnya ia sedikit tercengang mendengar Odele mengatakan ia kejam, namun matanyanya bahkan nyaris keluar saat mendengar gadis itu berucap masih perawan.. namun ia tetap memutuskan untuk diam, karena Odele masih tak menyadari kehadirannya.

Nalarnya pun kembali mencoba menerawang di sekitar, namun ia tetap masih belum dapat melihat jelas.. semua terlihat silau dan berkabut. Ia bahkan merasa bola matanya menjadi juling dan sulit di kembalikan. Samar-samar di lihatnya ada se sosok pria sedang berdiri disamping ranjangnya. Walau wajah orang tersebut tak terlihat, namun ia berharap pria itu adalah sorang perawat.. karena ia hanya melihat seorang saja, jika itu Alexio, pasti ada beberapa orang pengawal atau seorang asisten yang menemaninya pikir Odele.

Dengan harapan besar, Odele pun mengayunkan tangannya di udara, berharap orang tersebut meraih tangannya. Dan saat pria itu meraih tangannya, Odele dengan tak sabaran langsung menyampaikan maksudnya. Sungguh ia tidak seharusnya membuang waktu berlama-lama hanya untuk mendapatkan penyiksaan dari pria kejam itu. ia hanya ingin kembali menjadi Odele yang biasa.. Odele yang sederhana, Odele yang ceria, Odele yang tinggal Bersama neneknya.

"Apa kamu tau aku siapa?" Tanya Alexio lembut saat tangan Odele menggenggam tangannya erat.

"Maaf, kita memang tidak saling mengenal, tapi kamu perawatkan?" Jawab Odele dan Alexio pun menjadi yakin pengaruh bius belum hilang sepenuhnya dari tubuh gadis itu. "Bisakah kamu menyuntikkan ku morfin?" Tambah Odele

"Untuk apa?"

"Aku harus segera keluar dari kota ini.. tapi tubuh ku masih belum dapat diajak kerja sama karena sisa bius yang masih melekat di dalam darahku.. aku tidak boleh membuang waktu berlama-lama disini. Seseorang ingin membunuhku.." terpancar raut ketakutan dari setiap ucapannya. Ia bahkan menitikkan air mata tanpa ia sadari

Alexio sedikit tersentak hatinya, bagaimana bisa ia membuat gadis itu begitu takut dengannya? Selama ini ia bahkan tak bs di kontrol sama sekali, bagaimana bisa dia menjadi begitu penurut dan ketakutan?

"Apa yang terjadi?" Alexio mencoba mencari kesempatan mengorek informasi langsung saat Odele tak mengenali dirinya.

"aku tidak pernah menyinggung siapapun.. tapi mengapa aku selalu di perlakukan tidak baik sedari memasuki kota ini? Bantu aku pergi.. aku hanya ingin kembali ke desa ku di Karlsöarna." Ucapnya pada pria itu dengan bisikan yang sangat lirih bahkan nyaris tak terdengar oleh pria itu.

'Apa??? Karlsöarna???' Alexio terhentak mendengar nama desa itu. Karlsöarna adalah sebuah pulau Cagar alam yang hanya berisi beberapa penginapan saja.. bagaimana bisa Odele tinggal disana? Sungguh ini adalah kenyataan baru yang di dapatnya dari bibir gadis itu sendiri..

Tapi ia hanya diam tak berkomentar.. hanya sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Tuan.. tolong bantu aku.. hiks.." ucap Odele sambil menangis..

Alexio mulai merasa terenyuh melihat gadis itu menangis dengan wajah pucatnya.. ia tidak berencana membantu gadis itu kabur.. yah.. tentu saja itu tidak mungkin.

"Ah..." triaknya merasakan sakit di bagian pinggul kirinya. Karena ia memaksakan bergerak.

"Sudah.. sudah.. tenang lah.. jangan banyak bergerak.. kamu baru selesai menjalani operasi besar.. kamu tidak ingin jahitannya terbuka lagi kan??" Ucap Alexio.. dan tentu saja Odele tak mengenali suara itu.. karena Alexio yang ia kenal adalah pria arogant dengan suara tinggi, dan bentakannya yang bahkan masih terngiang di telinganya..

"Tapi.. aku takut.. aku takut orang besar itu ingin menyakiti ku lagi.. tolong bawa aku keluar dari sini.. sekarang memang aku tidak memiliki uang.. tapi aku memiliki tabungan di desa ku.. aku rela memberikan tabungan itu untuk anda tuan.."

"Kamu memiliki tabungan?"

"Ya.. uang ini adalah tunjangan setiap bulan dari ibuku, tapi aku tidak pernah menggunakannya sejak 5tahun belakangan, karena aku lebih memilih bekerja partime dan menghasilkan uang sendiri. Aku yakin uang itu sudah lumayan banyak terkumpul.. percayalah tuan.. aku akan memberikan kartu tabunganku padamu.. aku bersumpah atas nyawa nenekku"

"Ssst sst sst.. jangan khawatir.. orang itu tak akan menyakiti mu lagi.. sekarang tidur lah dulu.. aku akan membawa mu keluar dari sini ketika kamu telah sadar sepenuhnya.." ucap pria tersebut sambil mengusap-usap rambut hitam Odele yang terurai panjang. Odele pun menurut setelah mendengar suara lembut si pria yang terdengar sangat menenang kan hatinya. Perlahan ia pun kembali membaringkan tubuhnya ke kasur dengan bantuan si pria.

Sang pria pun menyingkirkan sebagian rambut yang menutupi wajah manis gadis itu. Terlihat olehnya jahitan di bagian kepala belakang gadis ini. Deg deg deg jantungnya kembali berdetak tak karuan.. rasa bencinya selama 5 tahun meluap seakan roboh seketika.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada mu?"

Odele yang tadinya mulai terpejam, kembali membuka mata sayunya sedikit,

"oh.. ini.. itu.. 7 tahun lalu aku pernah kecelakaan.. tapi tidak ingat kenapa? nenek berkata jika aku jatuh dari lantai 3 rumah ibu ku di Umea, namun.. entahlah.. aku rasa tidak akan ada yang percaya jika aku mengatakannya—" Ia menggantung ucapannya.

"Katakan… aku ingin tau…" Tanya Alexio lagi.