Ayya mengangkat wajahnya yang menunduk. Lalu berjalan mengejar langkah Aksa. Kini, mereka berjalan beriringan.
"Nah... gini kan lebih tenang."
"Hum?" Ayya menengok wajah Aksa. Seolah mencari sesuatu yang membuatnya terasa nyaman di dekatnya.
"Kenapa?" Ledek Aksa mengagetkan Ayya.
"Gapapa. Wee." Kini, Ayya yang menjulurkan lidahnya. Balik meledeknya.
"Yuk cepetan. Nia ntar nungguin lo. Oh ya, temennya yang namanya Oki tadi, gimana? Nungguin juga kah?"
"Kenapa? Naksir?"
"Apaan si. Maksudnya barangkali nungguin kamu, Sa. Aku kan kawatir aja."
"Ndakpapa, ko. Tenang."
"Kamu haus ndak?"
"Dikit."
"Jus alpukat, mau?"
"Boleh."
"Bentar, ya."
Ayya berjalan menuju ruang tunggu. "Aku nunggu di sana, ya. Nanti biar masuknya bareng."
"Siap, nona!"
"Apaan nona."
"Nona dongeng."
Terik mentari justru bersinar makin terang menjelang sore itu. Agak aneh cuacanya. Rumah sakit itu tak begitu jauh letaknya dari tempat semula Ayya dan Aksa duduk bersama.