Chereads / Dia yang memutar samsara / Chapter 10 - Chapter 10 : Gerhana Matahari Ganda, Part I - Prolog.

Chapter 10 - Chapter 10 : Gerhana Matahari Ganda, Part I - Prolog.

_

Lokasi : Hutan hujan gunung palung, Kalimantan

Pukul : Pagi hari

-

*Suara burung yang bersahutan satu sama lain didalam hutan*

Dua orang yang terpaut usia cukup jauh berdiri di bantaran sungai dengan jarak cukup berjauhan.

" Kau tau kenapa aku begitu terobsesi dengan keabadian?"

Tanya pria yang nampak berusia 30tahunan itu, kepada seorang remaja dihadapannya.

" Kenapa itu paman?"

" Karena kehidupan itu sendiri adalah hal yang misterius, dan penuh ketidakpastian. Kau mungkin bisa mengatakan kalau kau menikmati kehidupan mu ini tetapi ada banyak orang yang tidak memiliki kesempatan untuk menikmati kehidupan mereka."

Remaja itu terdiam sesaat lalu lanjut bertanya.

" Lalu apa hubungannya dengan keabadian?"

" Itu berarti akan ada banyak hal yang bisa kau lakukan dalam kehidupan mu, kau tidak akan memiliki perasaan dihantui oleh kematian, tidak perlu memiliki rasa khawatir akan ketidakpastian, kau akan terlepas dari kualitas-kualitas hidup seorang manusia biasa, dan menjalani kehidupan sepanjang usia alam semesta ini."

Remaja itu semakin tidak mengerti dengan jawaban pria itu, ia merasa jawaban yang pria itu berikan bertentangan dengan prinsip awal yg ia miliki.

" Tapi kau dulu pernah bilang kalau manusia tidak akan pernah bisa hidup abadi, maka dari itu untuk dapat melanjutkan estafet perjuangannya kepada generasi seterusnya maka manusia akan mewariskan pola pemikiran, ilmu pengetahuan, tekad dan kenangan agar mereka senantiasa diingat manusia dari masa ke masa."

Pria itu terdiam, lalu tersenyum hangat. Ia lalu meletakkan tangannya kanannya diatas bahu keponakannya itu.

Suara angin terdengar halus, melintasi sela-sela pepohonan. Dedaunan yang jatuh dari atas pepohonan yang menjulang tinggi saat itu, memberikan kesan yang tak akan pernah dilupakan oleh remaja itu.

" Andra, memang tidak akan pernah ada manusia yang bisa hidup abadi karena sejatinya kematian akan menghampiri siapapun yang memiliki nyawa. Namun apa yang terjadi jika ada salah seorang dari kita yang ditakdirkan untuk mengemban beban dan penderitaan dunia ini? Ia harus berjalan dalam keabadian, berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya sebagai pembawa pesan dari Tuhan. Menjadi pembimbing bagi jiwa-jiwa yang kehilangan arah, menjaga hati-hati manusia yang lemah dan nyaris kehilangan harapan, dan pada akhirnya dia harus merasakan pahitnya hidup abadi seorang diri disaat ia harus menyaksikan orang-orang yang ia cintai mati satu persatu dikarenakan kekalahan mereka melawan kemisteriusan kehidupan dan kematian."

Andra remaja terdiam mendengar penjelasan itu, ia belum pernah berfikir sejauh itu sebelumnya. Namun dengan terjadinya percakapan ini membuat ia yakin bahwa ada sesuatu dalam diri pamannya yang berbeda, sesuatu yang kompleks namun sangat sublime.

" Entahlah aku merasa bahwa hal itu sangat menyedihkan, tak bisa kubayangkan suatu hari nanti jika aku melihat orang-orang terdekatku gugur satu persatu dan aku menjadi orang yang terakhir bertahan melawan kegilaan itu seorang diri."

Pria itu melepaskan tangannya dari bahu Andra, kemudian dia tertawa, namun terdapat raut kesedihan terpancar dari matanya, seolah-olah ia mengetahui kejadian yang akan dialami kemenakannya itu.

" Ya andra, suatu saat nanti kau akan mengalami hal seperti itu, dan saat itu terjadi tetaplah berpegang teguh dengan apa yang aku ajarkan kepadamu selama bertahun-tahun ini."

Andra hanya terdiam tak mengerti maksud pernyataan pamannya itu.

Pria itu lalu menyatukan kedua telapak kanannya, lalu merapalkan sesuatu. Seketika sebuah cahaya berwarna merah dan putih keluar dari kedua sisi telapak tangannya. Andra terbelalak menyaksikan hal tersebut dan tidak bisa mengatakan apa-apa.

" Ini adalah kebijaksanaan tertinggi yang dapat diperoleh oleh manusia, sebuah ilmu yang aku warisi dari kakekmu dan kakek buyutmu, lalu aku sempurnakan dengan menstabilkannya selama bertahun-tahun di Menara Masjid Putih Damaskus. Jika waktunya tiba, aku akan mewariskan ini padamu, Andra."

Andra terpana, tangannya mencoba menggapai cahaya itu, ditengah kegelapan dan keputusasaan, hadirnya secercah cahaya bagaikan oase ditengah gurun yang dengan seketika menghilangkan dahaga orang-orang yang terdampar ditengah tandus dan keringnya kehidupan.

" Ini adalah manifestasi dari jiwa-jiwa yang tenang, ketika kau sudah dapat menguasai sisi gelap mu dan melangkah lebih jauh melampaui sisi terangmu, dan ketika kau sudah sampai di fase tertinggi milikmu, menjadi seorang insan paripurna, kekuatan ini akan hadir menemui mu dan mengisi relung-relung hati mu tanpa harus aku ikat denganmu."

Andra menyadari persyaratan yang begitu besar itu lalu ia menjadi ragu.

" Akankah masa itu akan datang ketika aku dapat menguasai aspek terendah yang ada, maksudku nafsu, angkara murka, rasa iri hati, keputusasaan, dan keinginan untuk menggugat keputusan Tuhan, akankah manusia bisa melampaui hal-hal aksidental yang memang merupakan bagian dari nilai dasar manusia tersebut, paman?"

" Ya tentu saja bisa, dan ketika saat itu tiba cahaya ini akan menjelma dalam insan sanubari mu, Andra."

Pria itu lalu mengarahkan cahaya ditelapak tangannya itu dan menunjukkannya kepada andra agar ia dapat melihatnya lebih dekat.

" Pikirkanlah, seluruh kebijaksanaan di alam semesta dalam genggaman mu atau kehidupan singkat tak berarti layaknya manusia biasa, pilihanmu menentukan akan jadi apa dirimu suatu hari nanti. Dan ketika saat dimana engkau harus memilih itu tiba, gunakanlah hatimu dan sebutlah nama ayahmu 3 kali, maka atas izin Tuhan ia akan membantu mu menentukan pilihan."

Andra mengusap matanya yang memerah, lalu menarik nafas panjang, hatinya yang gundah sedari awal kini telah berubah mantap. Keteguhan yang pernah melunak saat itu kembali menguat, ia mengeretkan kepalan tangannya lalu berkata lantang.

" Aku siap paman." Katanya dengan yakin

Pria itu lalu menarik kembali cahaya itu, dan memasukkannya ke dalam dadanya

" Ha-ha-ha, jangan buang-buang waktu mu lagi kalau begitu."

Ia lalu menghentakkan kakinya ke tanah, seketika bumi bergetar.

Adrenalin Andra seketika terpicu ia pun ikut menghentakkan kakinya ke tanah.

-

Angin berhembus kencang saat itu, rerumputan di sekeliling mereka bergoyang menggila dan pepohonan di belakang mereka seolah-olah sedang menari memberikan semangat kepada dua orang yang tengah bersiap-siap untuk bertarung tersebut.

" Kuatkan kuda-kuda mu, Andra!"

Andra lalu menarik tangannya dan mulai memasang kuda-kuda beladiri nya.

" Siap, pak!"

Hewan-hewan disekitar pinggiran sungai besar itu berlarian, burung-burung berterbangan meninggalkan sarang mereka untuk menjauh dari lokasi tersebut karena tak kuat akan gesekan aura yang ditimbulkan kedua petarung tersebut.

" Tunjukkan kepada ku jika kau layak untuk menjadi penerus aliran kebijaksanaan ini."

Angin yang tadi berhembus kencang berubah haluan menjadi hangat dan nyaman, sesuatu yang seketika membuat Andra terhentak dan terpaku melihat pamannya setelah mendengar kata-kata itu, Andra lalu tersenyum sinis dan bersiap untuk menyerang.

" Ya, gue akan pastikan bahwa gue lah yang paling layak menjadi penerus aliran milik lu, pak tua!" Kata Andra dengan sedikit teriak

Pria itu tersenyum senang, dengan yakin ia kemudian mengubah ke posisi bertahan.

" Tunjukkan sekarang, jangan hanya ngomong doang!"

Andra kemudian menerjang kedepan, sembari mengeluarkan teknik beladiri nya.

" Hyaaaah, teknik ke 13 : Prala-"

_

*Suara petir menyambar, dan hujan turun dengan derasnya membasahi area pemakaman.

" Dan sekarang, kau malah pergi meninggalkan kami semua, paman..."

_