Chereads / Dia yang memutar samsara / Chapter 16 - Chapter 16 : Gerhana Matahari Ganda, part 7 - Menuju ke dunia yang kelam.

Chapter 16 - Chapter 16 : Gerhana Matahari Ganda, part 7 - Menuju ke dunia yang kelam.

_

Dahulu kala, ada sebuah kisah mengenai suatu negeri. Yang mana telah mencapai puncak kesempurnaan baik dalam bidang teknologi, spiritual, kemanusiaan dan aspek-aspek lainnya.

Negeri itu adalah negeri pertama yang mencapai puncak tertinggi dalam hierarki. Kekuatan yang dimiliki oleh negeri itu tidak menjadikan penduduk nya sombong. Mereka dengan segala kemuliaan dan ketinggian yang telah mereka capai, dengan rendah hatinya membimbing Negeri-negeri lain agar mencapai kedudukan yang sama dan membangun harmoni untuk menciptakan utopia diseluruh pelosok dunia. Saat itu, ajaran negeri itu menyebarkan keseluruh pelosok planet lebih cepat dari cahaya matahari pada momen mega hijau.

Dalam waktu singkat, seluruh pelosok dunia berada dalam ajaran yang dibawa oleh negeri itu.

Meskipun penduduk negeri itu sangat jauh dari kata sombong dan dzolim, dan rela memberikan semua pengetahuan mereka untuk membimbing Negeri-negeri lain. Upaya pemberontakan dari pemerintahan yang merasa kedudukan dan posisi mereka terancam oleh keberadaan negeri ini tidak ada hentinya.

Hingga suatu hari, upaya pemberontakan ini mencapai titik final. Para pemimpin dzolim ini membuat sebuah ritual guna memanggil Entitas yang nantinya akan digunakan untuk menghancurkan negeri-negeri lain yang telah berada pada kemuliaan agar jatuh ketangan mereka. Dalam upaya putus asa mereka, orang-orang ini mengabaikan bahwa mereka tidak pernah mencapai kesepakatan jika membuat perjanjian dengan iblis.

Kekacauan terjadi diseluruh planet, ketika gerbang pertama terbuka serbuan makhluk-makhluk yang bentuknya diluar nalar manusia biasa merembes masuk tanpa bisa dibendung layaknya air laut yang membentuk gelombang tsunami guna menenggelamkan suatu daerah.

Gedung-gedung indah hasil asimilasi budaya, ilmu pengetahuan dan spiritualitas runtuh dan hancur, perpustakaan dan taman-taman gantung luluh lantah. Semua tempat hiburan, rumah-rumah ibadah dan ornamen-ornamen terbaik pada masa itu tak bagai debu ditiup angin terbang ke udara menjadi partikel-partikel kecil yang tak dapat diidentifikasi bentuk awalnya.

Begitu dahsyatnya gelombang pertama penyerbuan itu, dan ketika entitas itu muncul, semua orang yang mengelu-elukan keberadaan nya layaknya penyelamat bagi kedudukan mereka, semuanya digantung dan sisanya dijadikan budak.

Orang-orang yang tersisa, tidak dapat melakukan apa-apa selain berdoa kepada Yang Maha Esa, yang mana telah menganugerahi mereka kekuatan untuk mencapai kemuliaan seperti sebelumnya.

Ketidakberdayaan mereka tertuliskan dalam bentuk mural-mural diatas sisa-sisa reruntuhan bangunan yang menjadi simbol keberhasilan umat manusia kala itu.

Selama beberapa dekade, hingga ratusan tahun. Generasi manusia yang terlahir selepas masa-masa penindasan awal mulai melupakan kemegahan peradaban mereka dimasa lalu.

Hingga suatu hari, Tuhan membalas doa mereka dengan mengirimkan dua orang dari sisi-Nya sebagai penyelamat.

Kedua orang menjadi perwakilan Tuhan untuk menyampaikan murka-Nya.

Mereka membunuh dewa-dewa palsu yang orang-orang sembah dalam keputusasaan. sedikit demi sedikit merubah sistem yang sudah bobrok akibat ajaran sesat manusia-manusia pengikut entitas jahat penindas. Hingga akhirnya mereka berdua dihadapkan dengan pertarungan terakhir melawan Entitas pembawa malapetaka ini. seorang Messiah palsu yang berdiri dihadapan dua manusia pilihan.

Mereka memenangkan pertarungan terakhir, dan memenggal kepala Sang Messiah Palsu, namun hal itu harus dibayar dengan pengorbanan salah satu utusan ini.

Pada detik-detik terakhirnya, ia berkata kepada kawan seperjuangannya :

_

" Aku mungkin memang terlahir untuk menjauhkan mu dari perang suci mu yang agung.

- Namun aku tak mau menanggung rasa sakit orang-orang didunia ini -.

Dimulai pada hari saat kematian kakek mu, saat itu aku sadar bahwa suatu hari nanti semua orang akan mati.

- Meskipun begitu aku menolak untuk merasakan kematian, aku ingin terus hidup menjelajahi keajaiban pada setiap sudut semesta yang fanaa ini -.

Hidup ku pun berubah, perspektif ku tidak akan pernah sama lagi.

- Di sisi lain aku hanya menginginkan kehidupan yang biasa penuh dengan ketenangan, aku lelah dengan semua konflik ini -.

Ku tinggalkan seluruh kekayaan keluarga kita, ku lepaskan jabatan-jabatan yang sifatnya sementara, ku putuskan untuk meninggalkan konsepsi soal cinta dan kasih sayang semu. Aku melakukan semua itu bukan karena aku takut kehilangan orang-orang yang aku kasihi ketika suatu saat nanti waktunya tiba.

- Padahal aku tau bahwa semua itu sangat penting, namun semuanya nampak sia-sia sebab penantian ku selama ratusan tahun hanya membuat keadaan semakin memburuk -.

Bukan, melainkan karena aku sudah sampai pada kesadaran bahwa : Saat ini rantai-rantai ambiguitas telah menjerat ku, dan aku harus menyelamatkan diri ku sendiri sebelum aku siap untuk menanggung semuanya.

- Meskipun itu berarti menjadikan seluruh impian ku membeku, membuat paradoks pada takdir, dan berakhir dengan harapan manusia hancur berkeping-keping -.

Aku mungkin salah, namun keputusan ku tidak akan membawa ku kepada jalan gelap."

- Walaupun demikian, aku telah menebus dosa-dosa leluhur kita, dan menjauhkan mu dari perang suci mu yang agung-.

_

Pulau Timor

-

Medika tersadar setelah beberapa saat mengalami blank, ia mendengar racauan dari seseorang yang begitu familiar namun ia tidak tahu siapa.

Dari semua itu, hanya satu kalimat yang ia ingat : konsepsi soal cinta dan kasih sayang.

apakah maksud dari kalimat itu? pikirannya berkelana membuat hipotesis tak tentu arah yang pada akhirnya ia memutuskan bahwa hal ini akan ia selidiki suatu hari nanti.

Sesaat setelah Medika dan yang lainnya beristirahat dalam perjalanannya guna menemui tim InCa, mereka pun keluar dari tempat persembunyian dengan sebelumnya memperhatikan kondisi sekitar mengingat banyak sekali monster yang lalu-lalang disana. Medika, Dion, Rahmat dan Lina menelusuri jalan mereka dengan mengendap-endap ke selatan menuju lokasi ledakan besar yang sebelumnya mereka lihat, mereka sebisa mungkin ingin sekali menghindari pertempuran yang sia-sia mengingat perjalanan mereka masih jauh dan juga mengenai kemungkinan takdir yang akan berubah perihal Dion, Rahmat dan Lina. Namun dalam perjalanan mereka dihadang oleh berbagai macam Monster yang menyadari kehadiran mereka, mulai dari yang ukuran kecil hingga besar menyambut kedatangan mereka di sepanjang jalan menuju titik anomali tersebut.

-

Beberapa saat kemudian

tidak jauh dari titik yang dimaksud

-

" Monster ini lebih kuat daripada sebelumnya." Seru Dion ketika shifter greatsword miliknya terpantul saat berusaha menebas monster berbentuk mirip Armadillo.

*cetang*cetang

Ia berusaha menghindari serangan tanduk monster tersebut dengan melompat ke kanan dan ke kiri sembari sesekali mencoba menebas armor luar monster itu guna mencari titik lemahnya.

Lalu dari arah belakang muncul monster berbentuk serangga mirip tawon yang secara tiba-tiba berusaha menusuk Dion dengan sengatnya.

Dion reflek menarik pedangnya lalu mengambil posisi bertahan, sengat dari serangga itu membuat impact yang cukup besar hingga pijakan Dion pun retak dan ia terdorong saat berusaha menahan serangan monster tawon itu.

" Kuat sekali, arghh!"

Saat berusaha menahan tusukan Monster tawon itu, Monster Armadillo tadi mengambil momentum dan menyerangnya membuat pedang besar Dion terpental dan terlempar dari genggamannya saat monster berbentuk Armadillo menyeruduk pertahanan Dion dengan tanduk di moncongnya. Percikan api akibat gesekan pedang dan tanduk itu menyulut kebakaran disekitar Dion yang mana enviromental disana sangat tandus dan membuat keadaan disana semakin mencekam.

" Apa, bagaimana mungkin!?" Dion terkejut ketika shifter greatsword miliknya terlempar.

Dari balik api yang berkobar, monster berbentuk tawon pun ikut mengambil momentum untuk menyerang Dion, makhluk itu pun menerjang dengan cepat dan dengan segera mengarahkan sengatnya mengarah ke jantung Dion.

" Apakah aku akan mati disini, aku bahkan belum menjejakkan kaki di tempat yang aku lihat dalam alam bawah sadar Medika."

Duri tajam pada abdomen tawon itu terlihat memerah akibat panasnya suhu disana, dan hal itu membuat Dion semakin pasrah.

Waktu seakan melambat, adrenalin di tubuh Dion meningkat drastis, ia melihat kesekitarnya, ketika kedua temannya tengah berusaha keras bertahan melawan monster-monster di tempat ini. Rahmat dan Lina, dua orang partner yang sudah bersamanya selama di militer bahkan ketika pada akhirnya mereka bertiga mengalami Kebangkitan dan menjadi Auror pada hari ketika lubang besar muncul di langit Jakarta.

Sesaat bayangan akan kematian terlintas dalam benak Dion, ketika serangan tawon itu semakin melambat dan andrenalin Dion sudah mulai mengisi ujung-ujung jemarinya, tiba-tiba Dion mengambil resolusi dalam hatinya dan membangkitkan gejolak kekuatan dalam tubuhnya.

" Jika belum waktunya aku mati, maka aku tidak akan mati!"

Pandangan Dion dipenuhi api semangat yang membara, ia mengepalkan tangannya, monster tawon itu siap menyerang dan hanya beberapa centimeter dihadapan matanya Dion memukul abdomen monster itu lalu menghindar kesamping.

Ia kemudian mengangkat tangan kanannya dan disambut oleh pedang besar kebanggaannya itu yang bergerak merespon semangat Dion dengan sigap dan kembali kegenggaman Dion lalu berubah menjadi tombak, Dion mengejar tawon itu lalu melompat dengan menginjak punggung Monster tawon itu, ia menusukkan mata tombak yang ia genggam ke jantung sang monster sembari melakukan salto 360° di udara, Dion lalu melompat untuk keduakalinya dengan mengambil ancang-ancang guna menginjak udara yang seperti dipadatkan oleh kekuatan misterius, kemudian ia mengarahkan ujung tombaknya, dan melemparkan tombak itu ke punggung monster Armadillo tadi dan menembus tubuh bagian bawahnya.

Darah menyembur dari punggung monster, diiringi dengan raungan tanda kesakitan dan beberapa saat kemudian monster itu pun terjatuh.

Kedua monster itu sudah mati, Shifter Greatsword itu telah selesai menunaikan tugasnya dan kembali kepada genggaman Dion.

" Monster ini lemah terhadap serangan yang terpusat pada satu titik, gunakan tekanan ekstra untuk menusuk satu titik pada kerangka luar monster-monster ini." Ujar Dion kepada Rahmat dan Lina.

" Hebat Dion, kau menemukan kelemahan mereka." Seru Lina.

Rahmat mulai memfokuskan seluruh serangannya kepada titik yang dimaksud baik itu di bagian dada maupun kepala, sebab anatomi makhluk ini tak ayalnya makhluk lain yang pernah mereka temui.

Peluru kaliber 50mm yang ditembakkan oleh Rahmat tak henti-hentinya menerjang dengan tepat sasaran, sementara Lina tak berhentinya memanjatkan mantra agar semua musuh disana dilemahkan pertahanannya.

Dion menghunuskan pedang besarnya membelah beberapa monster yang ada dihadapan mereka.

Rahmat lantas menghujani musuh-musuh yang tersisa dengan pisau lempar yang telah terimbuhi dengan kekuatan Magisnya.

Medika saat itu hanya bersembunyi ketika ketiga Auror itu melawan belasan monster dengan ukuran yang bervariasi, ia menyadari bahwa dirinya saat ini sangatlah lemah dan tak berdaya. Dan ia mulai merasa bahwa keberadaan dirinya saat ini hanya menjadi beban mereka terlepas apakah semua ini hanya mimpi namun kenyataan bahwa rasa tak berdaya itu tak pernah lekang semenjak saat pertama kali ia diselamatkan oleh ketiga Auror ini.

Ia hanya dapat memperhatikan tanpa bisa memberikan kontribusi apapun.

-

" Dion, perhatikan langkahmu!" Seru Rahmat yang tengah membidik Monster yang hendak menyergap Dion.

*duar*

sebuah tembakan melesat cepat mengenai jantung monster itu.

Dion menoleh kebelakang lalu mengangguk kepada Rahmat seraya berterima kasih, dan kembali menerjang musuh didepannya. Sementara Lina membantu membersihkan jalan akibat mayat monster yang berserakan.

" Kita harus sampai ke titik temu, jangan biarkan pasukan InCa kesulitan menangani anomali di pulau ini." Seru Medika kepada para Auror guna menyemangati mereka, terlepas ia tak dapat membantu apapun setidaknya ia bisa memberikan dukungan moril bagi mereka.

Mereka bertiga pun merespon sautan itu dengan sangat bersemangat.

-

Darah bersimbah untuk setiap tebasan yang dilakukan Dion, sesaat pedang itu berubah menjadi tombak, lalu menjadi pedang besar, setelahnya kapak. Medika memperhatikan kakaknya dengan kagum, sosok yang menjadi panutannya selama dekade ini, ia tak menyangka bahwa Dion merupakan seorang kesatria handal yang luar biasa.

Tidak hanya sosok dengan kepribadian sempurna, namun juga dengan keahlian bertarung mumpuni yang menjadikannya salah satu prajurit andalan negara.

" Bersama mu, aku merasa lebih kuat Medika."

Ucapan itu tiba-tiba keluar dari lisan Dion ketika ia berlari melintasi Medika guna menusuk monster dibelakang dirinya, dan saat mendengar hal itu Medika terkejut dan merasa terharu.

Deru petir, kerikil tajam yang terhempas keudara, darah dan api semua mereka lewati. Rahmat bersiap menembakkan sebuah Canon dengan daya hancur luar biasa guna mengalahkan monster setinggi 10 meter didepan mereka.

" Dion, tuntaskan misi ini." Teriak Lina.

Ia lalu mengumpulkan energi sebelum menembakan serangan terkuatnya itu. Partikel-partikel berwarna biru mulai keluar dari tubuh Lina serta sekelilingnya dan berkumpul memberikan efek penguatan kepada Rahmat, partikel itu sangat indah bagaikan sayap kupu-kupu berwarna kebiruan yang melukiskan semesta kosong dilangit sana, Medika melihatnya dan merasa tidak dapat melakukan apa-apa selain berlindung dibelakang para Auror.

sesaat setelahnya, cahaya biru itu berubah menjadi hijau translusen yang sangat indah dan menyeruak mengitari mereka berempat. dalam radius partikel cahaya itu Medika seolah dapat merasakan perasaan Rahmat, Lina dan Dion.

terdengar sayup-sayup suara hati mereka : kegaduhan, kegusaran, kecemasan mereka bertiga dapat dirasakan dengan jelas oleh Medika dan langsung membekas di jiwa nya.

" Aku merasa sangat menyesal telah mengalami semua ini.." kata Medika lirih, diiringi air mata yang menetes.

Memperhatikan adiknya yang tengah kebingungan, Dion menggenggam erat tangan Medika dan menyadarkannya.

" Medika, kau memiliki kekuatan untuk melawan takdir. Lindungilah kakak mu ini dengan segenap kekuatan mu itu, dan bawa lah kami semua keluar dari pulau ini, itu adalah harapan kami bertiga."

Medika tertegun dengan ucapan itu, ia lantas memeluk Dion erat-erat.

" Bersiaplah Medika!" Teriak Rahmat.

Dion lalu merubah pedangnya menjadi perisai besar, Medika tak menyangka ternyata tembakan itu digunakan untuk menembak Dion agar terpental kedepan,.

" Lina, Rahmat!"

Teriakan Medika melengking seiring dengan ledakan dahsyat itu, dibawah sana Lina dan Rahmat tersenyum, sementara monster setinggi 15 meter datang setelah mendengar suara itu.

" Kami semua, bergantung kepadamu, Medika.."

Suara terakhir itu terlintas di benak medika, sebelum akhirnya mereka berdua dihantam sekuat tenaga oleh kumpulan monster disana.

Medika menjerit, bahwa takdir yang ia ketahui dimasa depan tidak akan bisa berubah dan semua tindakan yang ia lakukan kini dan tidak akan bisa mempengaruhi kenyataan di masa depan.

Wajah Dion memerah, air mata menetes melihat kepergian kedua kawannya itu. Ia menoleh memandangi Medika dan bertanya :

" Entah kabar apa yang kau bawakan kepada kami dari masa depan? Bagi ku semua itu akan sama saja sebab takdir tidak akan pernah bisa dirubah, masa depan hanyalah milik mereka yang masih hidup, kami bertiga akan menjadi bagian dari masa lalu, menjadi kenangan yang namanya akan tertoreh pada batu nisan, jika jasad kami kembali maka kuburkanlah kami dengan layak namun jika hanya nama yang berpulang maka do'akan lah kami semoga seluruh perbuatan baik kami menjadi peringan segala hal yang akan kami lewati di alam akhirat."

Medika mendengar dengan seksama ucapan Dion, ia tidak sedih dengan kata-kata itu. Sebaliknya, determinasi didalam jiwanya semakin tinggi untuk menyelamatkan kakaknya dan mengubah keadaan ini.

" Aku memiliki pengetahuan dari masa depan, akan ku gunakan informasi itu untuk menyelamatkan semua orang." ucapnya dalam hati.

-