_
Rumah Medika
Pukul 7.30 malam
_
" Hari ini terasa menyenangkan kan, para gadis? " tanya Medika kepada para ELF yang hanya di balas dengan anggukan serentak mereka yang sudah nampak lelah.
Medika lantas meletakkan Luna yang sedari tadi ia gendong di salah satu sofa apartemennya dan menaruh tas jinjing serta belanjaan dibawah sofa tempat Luna diletakkan.
Para Elf pun ikut naik ke atas sofa tempat Luna, mereka lalu memandangi wajah Medika dengan tatapan polos yang sangat lucu.
" Kalau melihat wajah mereka yang seperti ini setiap hari, aku rasa tidak apa-apa kalau mereka aku pinta untuk tinggal bersamaku selamanya!" Sambungnya dalam hati diiringi senyum lebar.
Medika berdiri bertolak pinggang didepan para Elf, yang memancing respon nyeleneh dari Luna yang berfikir kalau Medika sedang merencanakan hal aneh kepada mereka.
" Daripada kau berfikir aneh-aneh kepada kami lebih baik kau menyiapkan makanan untuk kami, Medika." ketus Luna dengan wajah memerah malu
Jingwei terlihat agak kaget dengan sikap terus-terang Luna namun ia tidak bisa denial kalau memang perutnya saaat ini sudah agak lapar.
" Uhh, aku juga lapar. ini semua karena Luna yang tiba-tiba melakukan hal bodoh dan pergi tanpa sebab.. Jadinya kita tidak sempat makan-makan deh.." jawab Jingwei lirih sembari perlahan merebahkan kepalanya ke sofa yang terlihat sangat nyaman itu.
Serenade pun ikut merebahkan kepalanya di sisi sofa, merentangkan kedua tangan kecilnya melingkari sisi sofa dan memejamkan mata birunya, sayup-sayup pupil biru itu sesekali memandangi Medika.
" Aku ngantuk..." kata Serenade.
Medika tertawa melihat tingkah mereka bertiga, ia lalu ke dapur untuk menyiapkan beberapa makanan sebelum akhirnya mereka bertiga bisa tidur pulas.
-
Selang beberapa lama, Jingwei terbangun jam sudah menunjukkan pukul 9.30 Malam ia lalu melihat Luna sedang tertidur di pangkuan Medika sembari memeluk perutnya sementara Medika sedang menonton TV, Jingwei tertegun melihat keduanya nampak sangat akrab, ia seperti mengingat seseorang saat itu, kehangatan yang tiba-tiba mengalir melintasi tubuh mungilnya yang entah sudah berapa lama menjadi wujud asli miliknya saat ini.
" Apakah kami akan selamanya terjebak dalam wujud ini?" decak Jingwei dalam hati.
Medika melihat Jingwei yang sayup-sayup melihat kearah dirinya, ia lalu memanggil Jingwei dan melambaikan tangan seraya meminta Jingwei agar menemani dirinya.
Jingwei pun turun dari sofa dan menghampiri Medika, ia naik dan merangkak menuju paha Medika, dari sana ia bisa mendengar suara Luna yang nampak tertidur pulas tak ayal sesekali Luna mengusal ke perut Medika. Melihat kedua temannya tidak ada, Serenade pun turun dari sofa tempat ia tidur dan pindah ketempat Jingwei dan Luna ia naik ke sisi lain Medika dan ikut memeluk pinggangnya, Medika tersenyum melihat tingkah Serenade, elf dengan gaun biru gelap itu memang tidak banyak bicara dan memiliki mata yang sayu namun diluar itu sikap acuh nya membuat kesan perhatian yang ia tunjukkan terasa sangat berbeda sebab sikap dingin dan sifat hangatnya terkesan sangat kontras. Medika lalu memandangi Luna yang tengah tertidur, elf berambut putih dan gaun merah hitam ini merefleksikan sikap agresif dan posesif disaat bersamaan kombinasi yang sangat unik dengan dibalut sikap tsundere yang kadang ia ekspresikan guna menegasikan kedua sifat dasarnya itu. Dan Jingwei, dari ketiga ELF dia lah yang paling dewasa, walau kadang masih terlihat seperti anak-anak, namun Medika merasa bahwa Jingwei berusia setidaknya diatas 100th. Jingwei melihat ke arah Medika yang juga tengah memperhatikannya, selama beberapa detik mereka saling memperhatikan satu sama lain hingga akhirnya Medika tertawa sendiri.
" Kenapa Medika?" tanya Jingwei polos.
" Tidak apa-apa, kau mau minum susu dan makan roti Jingwei?" tanya Medika.
Jingwei menggelengkan kepalanya, ia lalu menyenderkan kepalanya ke sofa dan ikut menikmati malam dengan Medika sampai akhirnya tertidur sampai nanti matahari pagi yang membangunkan.
_
Pukul 7 pagi
-
Para elf masih tertidur ketika Medika membuka gorden jendela apartemennya, cahaya matahari memasuki ruangan itu menyinari kaki-kaki kecil ketiga ELF yang tertidur lelap di atas sofa.
Medika lantas memfoto ketiganya, dan mengirimkan foto itu kepada Helena. dan jelas saja sebenarnya mereka tidak sepenuhnya nampak tembus pandang sesuai perkiraan Medika. Berarti dugaan dirinya bahwa para Elf tinggal disuatu tempat di dunia mereka atau mungkin didimensi berbeda dari dimensi mereka, hal itu membuat pertanyaan lain soal apakah hanya orang-orang yang membuat kontrak saja yang bisa melihat para ELF, sebab ia belum menunjukkan foto ini kepada orang lain selain Helena, bukan ia tidak mau menunjukkan foto itu namun lebih kepada ia tidak akan menunjukkan foto itu karena khawatir dengan keberadaan para Elf.
Helena lantas menelpon Medika, dan Medika lantas menuju ke dapur untuk mengobrol dan menyiapkan sarapan bagi mereka berempat.
-
" Haduh merepotkan sekali, masa pagi-pagi mati lampu sih?" keluh Medika yang baru saja naik dari lantai 3.
Apartemen Medika berada di lantai 7 pada sebuah apartemen di bilangan Tanah abang, Jakarta. Pemandangan yang dapat ia peroleh apabila membuka jendela ruang utama ialah kolam renang mewah, biasanya penghuni disana sedari pagi sudah mulai banyak yang beraktivitas diluar ruangan namun pagi ini semuanya nampak kelabu.
Medika membuka lebar pintu apartemennya yang mana apartemen itu terlihat sangat indah dan apik. Terlepas dari sikapnya yang kekanakan dan konyol, Medika adalah gadis yang sangat rajin, ia senantiasa memastikan bahwa dimanapun ia berada, ia harus melestarikan budaya kebersihan sebagaimana yang telah diajarkan oleh mendiang kedua orang tuanya.
" Aku penasaran apakah mereka bertiga sudah bangun atau belum, aku benar-benar tak sampai hati untuk membangunkan mereka.." kata Medika setelah melangkahkan kakinya kedalam.
Diluar dugaan, Luna, Jingwei dan Serenade sedang berlarian dengan riangnya membuat Medika merasa kerasan. ketika ketiga elf itu berlari memasuki bagian tengah dari apartemen Medika dan mereka bertiga langsung dibuat kagum oleh apa yang Medika lakukan terhadap ruangan itu, seolah-olah ada semacam cahaya kelap-kelip yang dipantulkan barang-barang disana ketika Medika menyalakan lampu untuk menerangi ruangan utamanya.
" Whoa indah sekali ruangan ini." Kata Luna
" Aku tak menyangka kalau gadis kikuk seperti Medika memiliki rumah sebagus ini." Lanjut serenade
Luna dan serenade berlari menuju ruang tidur Medika dan serenade langsung menuju dapur.
" Hei hei, kalian jangan langsung berlari-larian seperti itu dong! Itu berbahaya!"
Kedua elf itu tidak mengindahkan ucapan Medika, mereka berdua tetap berlarian kesana-kemari, mereka nampak sangat menikmati apartemen miliknya, sehingga Medika hanya menarik nafas dalam dan tersenyum senang.
Namun tidak dengan jingwei, seketika ia nampak murung dan sendu. Ia menatap ruangan itu dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan apakah itu tatapan sedih atau termenung.
_
Dari ketiga elf yang menemani Andra, jingwei adalah elf pertama yang mengingat masa lalunya. Meski samar-samar, jingwei mengingat momen paling berkesan dalam hidupnya, sebuah ingatan mengenai peperangan besar yang telah menyebabkan musnahnya peradaban manusia dan sebuah ingatan tentang sebuah janji kepada seseorang yang begitu penting baginya..
_
" Life blooms like a flower
Far away or by the road
Waiting for the one
To find the way back home
-
Rain falls a thousand times
No footprints of come-and-go
You who once went by
Where will you belong?
I feel your sigh and breath
In the last blow of wind
Not yet for the story on the last page
It's not the end
-
Life blooms like a flower
Far away or by the road
Waiting for the one
To find the way back home
Time flows across the world
There is always a longer way to go
'Til I reach your arms
A madder there for you."
( Rubia - Zhou Shen)
_
Jingwei berjalan perlahan ke salah satu sofa yang ada disebelah perapian portabel milik Medika. ia mengangkat tangan kanannya kedepan seakan-akan ia hendak menggapai sesuatu. Medika yang sedari tadi berdiri didepan lorong penghubung hanya termenung mendengar nyanyian Jingwei.
" Jingwei.." Sapa Medika mencoba memanggil Jingwei.
Jingwei seolah-olah tidak mendengar suara Medika, ketika ia sampai disofa itu ia segera merengkuh sisi kiri sofa dan memeluknya, ia kemudian memendamkan wajahnya ke sofa medika.
Melihat tingkah jingwei, Luna dan serenade sontak berhenti bermain kucing-kucingan. Mereka berdua berdiri tak jauh darinya dan menatap iba lalu terduduk dengan wajah memerah. Bagaimanapun juga, para Elf ini adalah makhluk yang dapat saling memahami satu sama lain, tak peduli latar belakang ataupun kehidupan mereka dimasa lalu, didalam kehidupan mereka saat ini. Jiwa mereka terikat satu sama lain layaknya saudara sedarah.
Selang beberapa saat, serenade terisak dan menangis. Luna yang pada dasarnya tipikal perempuan tsundere pun tidak bisa menyangkal bahwa ia juga merasa sedih dan mulai menitikan air mata.
Medika yang heran pun menghampiri mereka bertiga, ia memeluk hangat para elf berharap dapat memberikan sedikit ketenangan bagi jiwa-jiwa yang malang ini.
" Kalian ini kenapa? Apa kalian sedih karena bahagia dapat segera bertemu dengan Andra, atau karena terkesima melihat betapa menakjubkannya rumahku? " Ledek Medika mencoba menghangatkan suasana.
Masih dalam keadaan memendamkan wajahnya, jingwei berkata kepada Medika.
" Medika, apakah kau menyadari betapa dunia tempat mu berada saat ini merupakan lokasi perang antara dua dimensi berbeda?"
Medika seperti biasanya, ia tak paham dengan ucapan itu tapi dia mengerti arah pembicaraan ini
Jingwei lalu berdiri dan naik ke atas sofa untuk duduk. Kedua elf itu melepaskan pelukan Medika dan naik keatas sofa.
" Aku sudah berjanji kepada mu bukan, bahwa aku akan bercerita kepadamu mengenai kisah InCa? Namun bukan hanya itu, aku juga akan menceritakan sesuatu yang harus kau ketahui mengenai rahasia dibalik fenomena aurora ini." Seru Luna
Serenade, hanya terdiam tak berkata apapun. Seperti biasa ia tidak tahu harus merespon seperti apa. Dari ketiga elf, serenade dalah yang paling perasa dan paling mudah tersentuh, meski terkadang ia tak mampu mengekspresikan perasaan itu akibat keterbatasan respon yang ia miliki. Luna mengatakan kepada Medika sewaktu mereka dalam perjalanan pulang, dari mereka bertiga hanya serenade yang mampu mengimbangi jingwei dari segi kekuatan tetapi lucunya serenade bergabung dengan Andra tanpa melakukan pertarungan apapun. Well, dengan kata-katanya Andra mengambil hati serenade dan merayunya supaya ikut berjuang bersama Andra.
Jingwei lalu mengangkat telunjuknya dan memegang dahi Medika yang sedang duduk dihadapan mereka, dan sebuah keajaiban terjadi. Medika masuk kedalam ingatan mereka bertiga.
_
" Teknik ke-13 : Fenghuang Down."
_
1 detik
2 detik
3 detik
Tanpa sadar Medika dibawa masuk ke sebuah lorong quantum, ia tak tahu akan dibawa kemana dan selebihnya ia tak tahu apa yang terjadi saat ini.
Disekelilingnya garis lurus berwarna-warni melintas cepat bagai petir. sepanjang fase transisi itu ia melihat banyak hal dari kenangan Jingwei dan sedikit memahami bahwa mereka bertiga sebenarnya bukanlah ELF atau peri atau apapun itu melainkan makhluk lain.
Sesaat kemudian, pemandangan nampak gelap. Medika tak dapat melihat apapun. Hanya gelap dan hening serta dingin ia rasakan seseorang jiwanya ditarik secara perlahan meninggalkan raga nya, dan tiba-tiba.
_
" Jadi kau yang bernama Andra ya?"
Sebuah suara terdengar dari jauh dan memasuki alam bawah sadar Medika yang saat itu tengah terbaring dilantai, Medika yang baru saja sadar membuka matanya dan menemukan dirinya berada disebuah ruangan pertemuan yang diisi oleh Auror Rank S dan Rank A generasi pertama yang mana kekuatan mereka sudah sangat melegenda.
" Kalau kalian suudah tau, gak usah pake nanya lagi seharusnya."
Medika lalu menoleh ke kiri dan kanan, mencoba mencari asal dari suara tersebut. Tepat beberapa belas meter didepannya ia melihat Andra tengah berdiri dihadapan 4 orang yang tentu saja sangat familiar baginya.
" Member InCa!?" Teriak Medika
Medika lalu setengah berlari mendekati mereka berlima, ia perhatikan satu persatu wajah para pahlawan modern itu, beberapa dari mereka sudah tewas dalam tragedi Gerhana Matahari Ganda namun didalam kenangan para Elf, mereka terasa sangat nyata.
Medika yang tergesa-gesa terpeleset tepat dibelakang tubuh Bondan muda
" kyaaa!!"
*Blub*
Medika yang awalnya berfikir bahwa ia akan menabrak punggung Bondan malah terjatuh dilantai, diluar perkiraannya, tubuhnya tidak sakit sama sekali ketika terbentur lantai. Seperti mengalami jetlag, selang sekian detik ia baru sadar bahwa semua itu hanya bagian dari memori masa lalu dan Medika hanya dapat menyaksikan semua sebagai seorang penonton tanpa bisa melakukan apapun.
Percakapan kilas balik itu pun berlanjut tanpa Medika dapat "merecoki" kejadian disana
_
" Jadi kau sudah memutuskan untuk bergabung dengan kami?" Tanya perempuan bernama Aline atau lingling.
" Hm, kenapa tiba-tiba formal begitu? Lagian kenapa saya harus join sama tim kalian? Saya disini cuma karena ada urusan dengan jenderal tua itu." Jawab Andra dengan ketus.
Bondan muda yang terlihat agak marah lalu mendekati Andra dengan wajah kesal dan dengan segera ia pun menarik kerah baju Andra.
" Kok anda berani-beraninya gak sopan begitu sama wakil kita?!"
Bondan lalu melayangkan pukulannya kepada ke arah wajah andra, yang dengan mudah dihindari olehnya.
" Lu punya masalah sama gue!?" Jawab Andra marah
Suhu ruangan naik seketika akibat dari perubahan emosi Andra, Medika terlepas keberadaannya sebagai seorang penonton, ia juga dapat merasakan atmosfer yang berubah saat itu.
" Suhu ruangan dan tekanan pada ruangan ini berubah drastis, apakah ini bagian dari kekuatan milik Andra yang diceritakan oleh Luna?"
Benak Medika terbayang oleh perkataan Luna mengenai ilmu 'pancasona' dan 'rawa rontek' milik Andra.
Andra lalu melepaskan cengkraman leher Bondan dan balik memukul wajahnya hingga robek pipinya, dan bondan terdorong beberapa meter dan tersungkur menahan rasa sakit
Medika melihat pukulan itu mendarat dipipi Bondan dan ia membayangkan betapa sakitnya pukulan itu dalam benaknya ia berfikir bahwa mungkin ini lah alasan mengapa bondan sangat membenci Andra hingga sekarang.
Merespon pukulan yang dilayangkan Andra kepada Bondan, Semua Auror Rank S dan A generasi pertama yang sedari tadi memperhatikan kekacauan itu mulai bersikap siaga, masing-masing dari mereka pun segera memasang kuda-kuda sesuai dengan class mereka.
" Oh ho ho, jadi kalian semua ingin melawan ya!?" Andra melemparkan pandangannya ke kanan dan kekiri dan sebuah senyum licik yang merupakan ciri khas dirinya terukir di wajahnya.
" Gak bisa ya kalian menunggu sedikit lebih lama setelah gue menghajar jenderal tua yang sekarang ini sedang duduk manis di ruangannya?"
Itu adalah sebuah kalimat ancaman, dan mereka, para Auror itu mendengarnya langsung dari pelakunya. Tepat didepan mata mereka hari itu, sebuah ancaman serius bagi umat manusia tengah berdiri dengan angkuhnya dan menantang semua orang yang berada di aula besar itu tanpa terkecuali.
" Kita harus melumpuhkan orang ini, ia adalah teroris!" Seru salah seorang Auror rank A
Seisi ruangan pun gaduh akibat deklarasi sepihak dari Andra bahwa dia akan menghabisi jenderal mereka saat ini.
Bondan berusaha bangkit dan berdiri, ia segera berlari ke depan dan membentangkan tangan kanannya menutupi Aline, seraya mencoba melindunginya, lalu ia berteriak kepada Aline dan dua rekannya yang lain.
" Orang ini sangat berbahaya! Aline, berlindung lah dibelakang ku!" Tegas Bondan kepada Aline yang hanya dibalas dengan anggukan kepalanya.
" Dzikra, elang, ambil posisi 3:1, kita harus melindungi Aline." Perintah Bondan.
" Berhentilah bersikap seperti bos, bondan! Aku juga tau apa yang harus dilakukan." Jawab Elang.
" Kau ini berakting sok keren didepan Aline malah keliatan receh begitu, ndan." Respon Dzikra.
Andra melotot melihat mereka bertiga lalu tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah meremehkan keempat Auror rank S itu, sementara sekitar 35 Auror rank A, dan 12 rank S lainnya disekitar mereka baginya hanya seperti gerombolan ikan yang terjebak dalam sebuah kolam kecil.
" HaHaHaHa, kalian semua itu tak ayalnya ikan kecil yang tidak pernah melihat dunia diluar kolam. Sangat minim akan realita, bahkan kenyataan bahwa keberadaan ku disini yang telah membuat bulu kuduk kalian semua merinding saja tidak bisa kalian sadari sebagai bentuk bahaya yang seharusnya kalian hindari bukan malah kalian hadapi."
Tawa itu menggema di seluruh ruang auditorium, membuat bulu kuduk semua orang disana termasuk Medika bergidik merespon getaran suara akibat tawa yang terdengar mengerikan itu.
*Tap tap tap*
Sebuah langkah kaki terdengar dari salah satu lorong di selasar barat, dari balik bayangan lorong itu muncul seorang pria berambut perak dan wanita dengan rambut hitam bagaikan langit malam. Dengan segera Medika menyadari siapa orang itu, dan tanpa ada keraguan, Medika meneriakkan nama itu sembari menggenggam kedua tangannya didepan mulutnya.
" MARIK!! MARIA!!"
*Marik, rank S, pemimpin utama InCa a.k.a The white hawk*
* Maria, rank S, adik kandung marik atau juga dikenal sebagai martir ilmu hitam*