Chereads / Dia yang memutar samsara / Chapter 6 - Chapter 6 : Biarlah surga yang memisahkan kita.

Chapter 6 - Chapter 6 : Biarlah surga yang memisahkan kita.

Lokasi : Sebuah dunia asing entah dimana

Pukul : tidak diketahui

_

" Cepat Kak, kita harus pergi dari sini." Kata seorang gadis berusia 18 tahunan sambil menarik lengan seorang lelaki berusia 22 tahunan

Lelaki yang dipanggil 'kakak' itu berhenti dan melepaskan genggaman tangan gadis tersebut

" Tunggu, kita tidak boleh meninggalkan orang tua kita disana." Jawab lelaki itu seraya membalikkan tubuh dan hendak berlari melawan arah

Gadis itu berlari mendekati lelaki itu, lalu menarik kerah bajunya dan kemudian menampar pipinya

*Plakk*

" AKU JUGA TIDAK INGIN MENINGGALKAN ORANG TUAKU DISANA!!" Teriak gadis itu

Lelaki itu tertegun sembari menatap adiknya menangis tersedu-sedu, gadis itu pun melanjutkan

" Ingat apa yang paman bilang kepada kita? ' Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Dia. Dan siapapun yang beriman kepada-Nya dan bersabar atas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memberikan petunjuk kepada mereka, hanya Dia lah yang maha mengetahui segala sesuatu' " ucapan itu membuat laki-laki itu tertegun

" Maka dari itu kakak, ayo kita lakukan apa yang paman bilang. Sembari tetap berdoa agar Dia, Tuhan memberikan yang terbaik untuk kita." Ujar Gadis itu dengan diiringi sebuah tatapan meyakinkan

Lelaki itu menelan ludahnya lalu dengan terbata-bata ia merespon.

" B-bagaimana bisa aku percaya orang gila yang meninggalkan keluarganya sendirian dimasa-masa kritis seperti ini!?" Respon balik lelaki itu

" Paman tidak meninggalkan kita!! "

Lelaki itu terdiam kembali, air mata membasahi pipi adiknya, ia terisak ingin mengatakan sesuatu namun seolah-olah lidahnya tertahan, ia menelan ludahnya dan memberanikan diri untuk mengatakan sebuah fakta tentang 'paman mereka' itu.

Bumi yang sekarat bergemuruh hebat, langit berubah merah dan perlahan hujan berwarna merah darah menetes dari langit diiringi dengan gelegar Guntur yang sangat dahsyat

Raungan makhluk asing mulai terdengar dibarengi dengan suara terompet yang sangat mengerikan membuat remuk redam tulang belulang makhluk hidup yang mendengarnya

Dengan tersedu-sedu dia memberanikan diri menyampaikan rahasia yang tidak boleh ia katakan kepada siapapun.

" Paman mengorbankan nyawa demi kita. Ia pergi ke dunia lain demi mencari tempat yang layak bagi kita semua, 313 orang pilihan yang nantinya akan menjadi pilar manusia."

Lelaki itu tak merespon ucapan adiknya itu, ia hanya diam, dalam hatinya ia tak percaya dengan ucapan tak masuk akal itu. Disaat yang bersamaan gempa yang dahsyat mulai meratakan daerah tebing disekitar lokasi mereka. Dan gunung demi gunung berterbangan ke angkasa.

" Maka dari itu, ayo kita pergi dari sini. Orang tua, ayah dan ibu masing-masing dari kita sudah mengatakan bahwa era mereka telah berakhir, kak. Sekarang adalah waktunya bagi kita untuk melanjutkan estafet perjuangan mereka, jangan sampai kita mati disini dan menjadi prajurit yang gugur bahkan sebelum perang."

Gadis itu kemudian menarik lengan lelaki itu, dan membawanya berlari menuju ke sebuah laboratorium yang berada tak jauh dari lokasi mereka saat itu.

Pintu laboratorium di tendang oleh gadis tersebut, ketika pintu terbuka, mereka segera memasuki sebuah ruangan yang berisikan banyak kapsul antar dimensi berada disana.

Gadis itu terus menarik lengan lelaki tersebut dan membawanya ke sebuah capsule lalu menekan tombolnya hingga pintu terbuka.

" A-apa yang..??"

Kemudian gadis itu melemparkan tubuh lelaki itu ke dalam kapsul, lalu menutup pintunya.

" Buka, buka pintu ini. Kenapa kau tidak ikut dengan ku??"

Gadis itu memegang pintu kaca kapsul tersebut sambil menitikkan air mata

" Maaf, aku tidak bisa ikut. Aku harus mengorbankan diri agar kalian semua selamat."

Mata lelaki itu terbelalak lebar, ia mencoba meraih tangan adiknya itu. api yang membara mulai membakar laboratorium, gadis itu berjalan perlahan menjauhi laki-laki itu.

" Tidak, TIDAK! TIDAK KAU TIDAK BISA MENINGGALKAN KU SEPERTI INI!!!"

" Maaf kak, selamat jalan. Baik-baik disana.. suatu hari nanti keluarga kita pasti akan bertemu lagi.. berkumpul seperti sedia kala. Percayalah kepada paman kak, dia tidak pernah berbohong kepada kita. "

Gadis itu pun tersenyum sementara bayangan akan dirinya perlahan memudar terdistorsi oleh partikel-partikel quantum.

" Selamat jalan, kak Andra."

" TIDAAAKKKK FARAHHH!!!!"

_

Andra pun terbangun dari tidurnya, ia mulai dapat dengan jelas merasakan air didalam tabung tempat ia memulihkan diri, layaknya seorang bayi di dalam rahim sang ibu yang tengah menyempurnakan diri dari sebuah embrio hingga mencapai wujud manusia sempurna. Tak bisa dipungkiri pertarungan terakhir yang ia lakukan saat Gerhana Matahari Ganda itu membuat dirinya rusak serusak-rusaknya. Dan pemulihan dirinya pun sangat lambat akibat racun yang masuk kedalam tubuhnya melalui luka-luka yang ia terima saat itu.

Dalam gelapnya alam bawah sadar Andra, ia termenung memikirkan ketidak jelasan keberadaan dirinya di dunia ini, sesuatu yang tidak jauh berbeda layaknya tujuan hidupnya saat ini. Namun mimpi itu, mimpi itu terus datang berulang kali dengan scene dan kejadian berbeda-beda namun di lokasi yang sangat familiar serta orang-orang itu, orang-orang dalam mimpinya seperti ia kenal layaknya keluarganya sendiri.

" Apakah mereka adalah keluarga ku?" Benak Andra, mencoba meyakinkan bahwa ia memiliki keluarga dan bukanlah eksistensi tunggal yang melanglang buana bagai debu di alam semesta yang luas dan hampa ini.

" Tidak!" Katanya menolak keinginan dirinya sendiri atas kemungkinan itu.

" Aku hanya sendirian, entah didalam tabung ini ataupun didunia sana, tidak ada hal lain selain kegelapan yang terus menerus merayu ku agar berada disisinya.

Bahkan memori pertama kali ku di tempat ini ialah ketika aku terbangun di sebuah lembah hampa tak bernama dikelilingi oleh serigala-serigala liar yang lapar, dengan pandangan kejamnya mereka hendak membunuh ku dan menjadikan diriku santapan mereka. Tidak ada hal yang aku pikirkan selain aku akan mati sendirian, tanpa mengingat atau membawa apapun namun mereka malah menjauhi ku. Seolah-olah aku tidak layak bahkan untuk sekedar mati terhormat demi mengisi perut lapar mereka.

Sebegitu benci kah dunia kepadaku? Bahkan kematian enggan menghampiri ku!

Kekosongan ini membuat ku gila, aku melangkah tak tentu arah ke berbagai tempat hanya untuk menemukan kembali hal yang terpenting bagiku namun tak satupun didunia ini yang aku kenal. Aku terhempas dari dunia ruh nun jauh disana ke sebuah tempat asing yang orang-orang sebut sebagai alam kehidupan. Jika bukan karena suara itu, aku, aku, aku, pasti tidak tahu kepada siapa aku berpihak.

Jika bukan karena suara itu, aku pasti tidak akan bisa menyelamatkan mereka pada fenomena terkutuk itu.

Tapi suara itu, siapakah dia?

Aku seperti mengenalnya, jauh didalam hippocampus, aku tahu bahwa dia sangat dekat dengan ku. Namun gambaran akan pria itu perlahan pudar ditelan gelapnya kenyataan hidup yang aku harus lalui selama belasan tahun ini.

Aku harus bertahan, agar dapat menemukan kembali apa yang telah hilang dari ku! Aku sadar jika aku memiliki kehidupan di masa lalu yang saat ini bahkan tidak tersisa jejak adanya kenangan itu dalam memori ku.

Aku akan mendapatkan kembali apa yang menjadi hak ku. Jika itu berarti harus mengarungi 1001 macam penderitaan, demi agar aku menyelesaikan keabstrakan teka-teki kehidupan ini. jika itu harus maka akan aku lewati semuanya! Demi mencapai tingkatan tertinggi dalam fase kehidupan setiap manusia, mencapai puncak kesadaran eksistensial dalam Jiwa-jiwa yang tenang."

_

Seketika air dalam tabung inkubasi itu bergemuruh dan meluap merespon energi panas dari Andra.

Helena yang tengah tertidur di meja kerjanya sontak terbangun kaget.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 11 malam dan tidak ada siapapun didalam fasilitas Penelitian itu selain Helena yang tengah bertugas piket menggantikan Medika.

Helena dengan tergopoh-gopoh berlari mendekati tabung inkubasi untuk memastikan bahwa keadaan Andra baik-baik saja.

" Kau tidak apa-apa kawan lama?" Katanya ringan, namun terlihat jelas kekhawatiran tertoreh di wajahnya

Gemuruh dalam tabung perlahan-lahan mulai tenang. Andra lalu menatap wajah Helena yang terlihat sangat lelah kemudian ia mengarahkan tangan kanannya berupaya menyentuh dinding tabung inkubasi itu, Helena lalu menyambut telapak tangan itu. Susunan tangan mereka sejajar, meski dihalangi oleh selaput plasenta dan mata mereka saling menatap satu sama lain. Menyadari bahwa Andra sudah sepenuhnya pulih dan siap untuk kembali melihat dunia luar, Helena tersenyum dan tertawa senang.

Saat itu walaupun tangan mereka tak bersentuhan, Helena seolah-olah dapat merasakan kehangatan tangan Andra dan secara tidak langsung dapat mengetahui kekhawatiran yang dirasakan oleh Andra.

" Aah, ingatan masa lalu mu perlahan kembali ya, Andra?" Kata Helena dengan nada menggoda

Andra lalu mengangguk pelan, merespon itu Helena tertawa kecil. Menyadari bahwa seluruh Indra pria itu perlahan mulai pulih, Helena menarik tangannya dari tabung inkubasi lalu menuliskan sebuah kalimat di kaca tabung tersebut.

Bertuliskan :

" We Miss u."

Andra melihat tulisan itu dan tertegun, ia sadar bahwa didunia yang asing ini masih ada orang-orang yang mengharapkan kehadirannya.

Helena lantas melanjutkan.

" Jadi sekitar 1 hari lagi kau bisa keluar dari tabung ini dan dapat merasakan udara bebas seperti 8th lalu Andra. Bersabarlah sampai besok ya." Katanya dengan nada menggoda.

Andra hanya mengangguk pelan, Helena pun melangkahkan kakinya menjauh dari tabung inkubasi, beberapa langkah darinya, tiba2 pintu laboratorium dibuka layaknya ditendang oleh seseorang.

" Bondan, apa yang kau lakukan disini!?"

" Maaf aku menganggu waktu intim mu dengan pacar mu."

Bondan lantas berjalan melewati Helena dan mendekati Andra.

" Apa yang kau katakan Bondan, aku menyuruh mu menunggu dirumah kenapa kau kemari!?" Jawab Helena dengan nada tinggi

" Bagaimana aku bisa percaya bahwa kau akan pulang, sudah 1 Minggu kau bahkan tidak bicara tatap muka dengan ku!" Timpal Bondan

" Tapi sudahlah, yang menjadi fokusku adalah kabar pacar mu ini Helena, cinta pertama mu, sang pemburu berdarah dingin."

Air dalam inkubasi mulai mendidih Andra dapat mendengar ucapan itu dan ia merasa sangat dilecehkan oleh orang yang saat itu ia selamatkan.

" Ohh dia dapat mendengar ucapan ku ya, pantas saja kau sangat betah disini belakangan ini Helena." Bondan pun lantas memulai meledek Andra yang saat itu dalam keadaan statis, " Lihatlah betapa menyedihkannya diri mu, orang yang sangat dikagumi dunia saat ini berada dalam plasenta layaknya bayi yang berada dalam kandungan ibunya."

Kondisi tabung semakin lama semakin mencapai titik kritisnya, sementara Bondan terus saja melontarkan kata-kata provokatif nya kepada Andra.

Selang beberapa saat kemudia, Helena berdiri dihadapan Bondan, mencoba membuat penghalang antara Bondan dan Andra.

" Hentikan tindakan bodoh mu Bondan, kau membuat tingkat basa pada tabung inkubasi menjadi tidak stabil! " Helena lalu menarik bahu Bondan dan melemparkannya agar menjauh dari tabung inkubasi

" Hoho kau sangat perhatian sekali ya Helena, kau bahkan melupakan suami mu demi merawat mahluk asing ini!?"

Helena kecewa mendengar hal itu keluar dari mulut Bondan, ia menundukkan kepala dengan tangan mengepal erat.

" Aku kira kau akan berubah Bondan, jika aku menikah dengan mu. Namun kau tetap mengatakan fitnah itu. Katakan kepadaku apakah kau masih menganggap Marik sebagai orang baik setelah ia membunuh semua member InCa?"

Bondan terdiam, ia menggaruk-garuk kepalanya, api cemburu nya padam dan ia pun mengalah.

Helena pun mengangkat wajahnya dengan mata berair seperti langit mendung yang hendak menurunkan hujan.

" Tinggalkan Andra dan jangan ganggu pekerjaan ku, sebagai ketua Asosiasi Auror harusnya kau tau apa yg orang seperti mu tidak boleh lakukan di momen2 seperti ini! Pergilah."

Bondan lalu berjalan menuju pintu dan menendang pintunya

" Kukatakan kepadamu Helena, pulang lah! Sudah seminggu kau tidak memasakkan makan untuk ku!" Katanya dengan nada yang jauh lebih rendah daripada sebelumnya

" Baik, pagi ini aku akan pulang dan menyiapkan semua keperluan mu termasuk mandi pagi bersama mu!" Jawab Helena dengan pipi memerah

Bondan lalu tertawa, namun ia tetap melemparkan pandangan sinis kepada andra.

Momen tegang itu pun berakhir, Helena lalu kembali ke meja kerjanya sambil merapikan dokumen yang hendak dia sampaikan besok kepada pers saat konferensi pemulihan Andra.

" Sigh, hari ini sangat melelahkan... Aku tidak percaya Bondan semakin menyebalkan seperti itu. Baiklah Andra, katakan kepadaku apa kau bisa kembali tidur lagi?" Tanya Helena sambil tertawa genit.

Andra pun akhirnya tertidur, menyelam kembali kedalam dunia mimpinya yang fanaa.

_

Sementara itu, pada gadis sudah sampai di kediaman Medika. Ia pun meraih kunci apartemen yang ada di saku celananya dan membuka pintu sementara para Elf nampak sedang berkelahi.

Jingwei memukul-mukul kepala Luna sembari mengomeli tindakan ceroboh yang dilakukan Luna sebelumnya dan Serenade mencoba menahan Jingwei agar tidak terlalu emosi kepada Luna.

" Kamu tuh seharusnya tidak boleh menggunakan sihir kepada orang-orang disana, mereka belum pernah menyaksikan Tarian mu itu dan seharusnya kau menuntaskan apa yang telah kau lakukan bukan malah tiba-tiba menghilang lalu melarikan diri kedalam mobil, dasar bodoh!"

Luna yang sedari tadi 'dikeplaki' kepalanya oleh Jingwei hanya terdiam dengan wajah datar.

" Uhh, kau selalu saja bertindak seenaknya aja Jingwei." jawab Luna santai.

Jingwei semakin tersulut emosi, dengan urat yang tiba-tiba muncul di dahinya, ia lalu 'mengeplak' kepala Luna dengan keras.

" Aduhh, kamu kenapa sih!?" kata Luna menahan sakit sembari menyeka air mata yg mulai menetes.

Jingwei menahan tangannya dan hendak memukul-mukul kepala Luna lagi, namun ditahan oleh Serenade.

Serenade menarik Jingwei yang masih meronta-ronta ingin memberi pelajaran kepada Luna.

Medika menyaksikan tingkah laku mereka bertiga dengan tawa kecil, ia kemudian mengangkat Tubuh ELF Luna dan menggendongnya. Luna nampak keheranan dengan perilaku Medika.

" Eh, kenapa tiba-tiba menggendong ku? " tanya Luna

Medika lalu mencium pipi Luna dan hal itu membuat sang Elf kecil tertegun sesaat, kemudian.

" Eww menjijikan banget sih astaga." respon Luna sembari membersihkan pipinya dengan kedua tangannya.

Medika pun tertawa kecil, ia kemudian mengangkat belanjaan yang ia beli untuk para Elf di Mall tadi dan memasuki pintu apartemen miliknya.