Setelah mejamin mata, aku membukanya lagi. Ternyata itu cuma halusinasi belaka. Aku melihat dada kiriku yang berdarah dan nampaknya aku akan pingsan. Aku melihat ada sesosok wanita menghampiriku. Sudah tidak terlihat karena pingsan.
Pas melek, udah di dalam kamarku. Aku melihat ke kiri dan ada Tika yang tertidur di sebelah tubuhku. Aku langsung bangun dan ngambil kunci di kantongnya Tika. (Ceritanya hampir sama dengan imajinasi yang tadi)
Tak lama kemudian, Ira pun datang. "Ira? Ngapain ke sini? Kangen aku ya?" "Ih… nggak. Ini aku bawain buah." "Oh makasih ya. Kebetulan gue ingin makan pisang." "Iya, ini gue ambilin." Wahahaha gue punya ide yang bagus. "Suapinlah! Tanganku masih sakit…"
"Nih!" Ira nyuapin pisang yang besar sekaligus. Seperti pisang tanduk tapi rasanya pisang susu. Ia lalu tertawa. "Kenapa tertawa?" "Kamu lucu kayak monyet!" Anjir gue disamain monyet. Aku pun tertawa kecil. Kami terus tertawa dan bercanda. Hubungan kami bertambah dekat 58% sungguh perubahan yang siknifikan bagusnya.
Hari sudah menjelang sore dan Ira pun pulang.
Aku melambaikan tangan dan Ira pun pergi. Aku lalu pergi ke kamar dan melihat Tika yang masih tertidur lelap. Aah enaknya diapain ya? Apakah gue balas dendam dengan menelanjanginya juga? Gak gue bukan orang yang seperti itu. Tenaga gue udah full gara-gara makan pisang tadi. Gue ngarahin tangan gue ke Tika. Membuatnya terbang lalu menjatuhkannya. Tapi dia masih tidur saja. Gue ngulangi kayak tadi lalu menjatuhkannya dengan keras. Tak disangka rok-nya terlepas dan tersangkut di paku bekas gantungan di atas. Ia terbangun dan melihat ke arahku, lalu melihat kakinya. "Aaa…!!!" Dia berteriak sangat keras sampai orang buta dapat berbicara lagi.
Dengan cepat aku nutup pintu kamar. Terdengar suara memanggil dari dalam. "Bayu… Bayu… Tolong!" Aku mencoba mengintip, ternyata ia tidak sampai meraih rok-nya yang tersangkut. Gue ngambil ponsel dan merekamnya. "Hey guys! Ini dia ada wanita gila yang mencoba mengambil rok-nya tapi gak bisa!" Tika malu, wajahnya memerah. Akhirnya gue bisa balas dendam. Gue lalu mengambilkan rok-nya dan melemparkan padanya. "Nih cepet pake." "Sudah puas?!" "Kita impas. Udah jangan marah, video-nya udah gue hapus." Tika masih tampak kesal. "Maafin gue." Tika masih kesal dan mengarahkan pandangannya ke tempat lain.
"Bagaimana caranya agar lo mau maafin gue?"
Dia melihat gue dan berkata. "Mudah, lo tinggal jadi pacar gue." "Tapi gue udah pacaran sama Ira."
Tunggu, aku cuma ngaku. Kami belum resmi berpacaran.
"Ira lagi. Kan ada gue, Tika cewek tercantik dan terkaya di SMA. Banyak cowok yang nembak gue. Tapi selalu gue tolak. Sekarang giliran gue milih lo, selalu lo tolak."
"Maaf Tik. Gue udah punya Ira." Wajah Tika berubah sedih dan berkata. "Maafin gue juga ya, tadi udah berbuat aneh-aneh sama lo."
"Iya gak apa. Tapi ada syaratnya. Anterin gue ke tempatnya Gamasaki." "Baiklah, ayo naik mobil gue. Nanti gue cariin juga tempatnya."
"Baiklah! Ayo!! Kita ajak Andre juga."
Sesampainya di rumah Andre.
"Kenapa? Gak bisa, ini sudah malam besok saja pulang sekolah!" Andre menutup pintu rumahnya. "Oh iya ini sudah malam. Aku pulang dulu ya!" Kata Tika sambil ninggalin gue. Terpaksa gue harus jalan kaki pulang ke rumah. Malam apanya?! Ini baru jam setengah tujuh!
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah. Gue, Andre, dan Tika udah siap di dalam mobil Tika. "Berangkat!"
Perjalanan dimulai! Gak sampai lima menit mobilnya berhenti. Gue nanya, "Kenapa Tik? Udah nyampe?"
"Belum, itu ada si Dodi." Jawab Tika. Tiba-tiba Dodi naik mobil dan ikut dengan kami. "Let's go!"
Setengah perjalanan udah dilewati. Tiba-tiba mobil berhenti lagi karena ada orang tua gila yang menghentikan mobil ini. Setelah diklakson beberapa kali oleh Tika, orang gila itu masih berada di tempat. Tika pun marah dan menabrak orang itu.
"Woy! Gila lo!"
"Kelamaan!"
Tiba-tiba orang gila tadi berada di depan mobil dan membuat mobil itu mogok seketika. Lalu Gue dan Andre keluar untuk bicara pada orang itu.
"Minggir kek, kami ingin ke tempat Mbah Gamasaki. Apa kakek tahu?"
Ia malah tertawa. "Fuhahahahaha… Dia diatas gunung itu! Ini nak, kakek kasih hadiah." Kakek tua itu ngasih polpen mekanik ke gue. Dengan bingung gue menerimanya. Mungkin karena dia gila, gue gak nanya lagi. Tapi Andre bertanya. "Buat apa kek?"
Hmm… kenapa orang gila lu ladenin? Ya buat nulis lah!
"Tekan polpen-nya dua kali."
Gue menekannya dua kali. Seketika polpen itu berubah menjadi pedang. Anjrit! Kayak di Percy Jackson!
"Itu adalah Pedang-Bayu, terbuat dari baja terkuat di planet Madorb. Bahkan apapun di bumi ini tidak bisa mengalahkannya. Fuhahahaha…" Kakek itu menghilang entah kemana. Aku sedikit percaya bualan kakek itu. Dan Aku akan lebih menggunakan kata 'Aku' daripada 'Gue' mulai dari sini.
Gue belum sempat terima kasih pada kakek itu. "Baiklah, pedang-bayu, apa yang kita lakukan?"
[Pergi ke gunung besar itu] Aku dan Andre kaget dan tidak percaya. Apa kau dengar itu? Barusan pedang itu berbicara. Aku bahkan akan melempar pedang itu.
[Tunggu, jangan buang aku. Namaku Pedang-Bayu, aku bisa membantumu menambah serangan, aku ahli stategi, dan bisa membuat penggunaku memakai armor]
Andre sedikit bersemangat. "Armor? Wah keren tuh!"
[Aku hanya menuruti perintah Bayu dan menurut analisaku, kau adalah Bayu. Apa yang bisa kulakukan untukmu?] Suara baja seperti robot dari pedang itu. Nampaknya Andre lesu karena tidak bisa menggunakan armor. Dari wajahnya seperti berkata. 'Sayang sekali, apa tidak ada pedang-andre untukku?'
"Baiklah, jadi polpen lagi!" Pedang itu kembali berubah menjadi polpen dan kumasukkan ke dalam saku baju. Aku dan Andre masuk kembali ke mobil. Tika bertanya. "Ada apa?" Tampaknya dia dan yang lain tidak menyadari kalau kami tadi sedang berbincang dengan benda mati. "Ah… gak ada apa-apa."
Aku akan merahasiakan dulu ini dari semua. Andre nampaknya sudah mengetahui yang kupikirkan. Ya, untung dia Andre si pintar. Coba tadi yang keluar Dodi.
Dan akhirnya kami sampai di puncak gunung itu. Mobil terparkir dan kami berlima berjalan menuju puncak yang terdapat rumah tua seperti pondok dari bambu. Saat mendekati rumah tua itu, pohon dan batu besar di dekat kami bergerak dan berubah menjadi monster. Mereka nampak melindungi tempat itu dengan menyerang kami yang dikira penyusup.
Aku tidak pernah mendengar ini sebelumnya. Pohon dan batu hidup dan bergerak? Yang benar saja. Sungguh masa terakhir SMA yang keren melawan monster ini. Tika dan Dodi terpental ke kanan. Andre terpental ke bawah, berguling-guling ke bawah sampai kembali ke kaki gunung. Untung dia masih hidup.
Aku pun mulai berlari dan dipukul keras oleh Si Batu. Terguling di tanah. [Bayu, gunakan aku!]
Oh iya aku masih punya polpen ajaib. Aku segera bangun dan menekan tombol yang biasanya mengeluarkan isi polpen untuk menulis. Tekan dua kali dengan cepat dan berubah menjadi pedang nuansa angkasa keren. "Baiklah Pedang yang memiliki nama sepertiku! Keluarkan Armor!"
Aku yang jarang terlibat perkelahian mengeluarkan armor untuk berjaga-jaga. Aku mungkin akan kesakitan saat pertarungan. Aku belum terbiasa akan hal itu.
Armor seperti besi muncul dari pedang dan mulai bergerak menyelimuti tanganku. Hingga menutup seluruh tubuh kecuali kepala. Aku terlihat seperti ksatria abad pertengahan dengan armor di seluruh tubuhku. Tapi anehnya ini terasa ringan. Aku kira aku akan mendapat helm ksatria juga.
[Tidak, lindungi kepalamu]
Tunggu jadi dia bisa mendengar pikiranku? [Hanya saat kita bergabung dengan armor, aku bisa mendengar pikiran sang pengguna. Kita bisa berbicara melalui telepati]
Bagus, akan lebih bagus bila musuh tidak mengetahui rencana kami. Karena kami bisa telepati.
Aku menguatkan kaki kananku dan mulai berlari sangat cepat. Mengingat lariku yang secepat angin setelah mendapat berkah kekuatan angin. Tanpa itu, lariku juga lumayan cepat. Aku bisa menyaingi motor bebek yang melaju.
Serangan pertama dari tebasan pedang itu. Memotong monster pohon itu menjadi dua. Terbelah dan mati. Tak kusangka akan sekuat ini. Ini seperi memotong tomat dengan pisau dapur. Terima kasih kakek tua gila!
"Sekarang, mana batu itu?" Pedang menjawab. [Sepuluh meter dari kananmu]
Aku segera berlari ke kanan. Melihat monster batu akan menyerang Tika dan Dodi. Mereka tampak seperti cewek yang ketakutan. Aku segera melompat dan menghunus ke arah monster batu itu.
"Ka-kau sudah memaafkanku kan?" Tanya Tika yang masih gemetar. Aku membalas dengan menganggukkan kepalaku. "Tapi lo masih belum gue maafin karena belum menjadi pacar gue." Mendengar itu, Gue menjawab.
"Gua tetep gak mau pacaran sama lo, Tik. Mending lo sama Dodi."
"Njirr." Mendengar jawaban gue, nampaknya Tika sedikit marah.
Armor kembali masuk kedalam pedang. Pedang itu kembali menjadi bolpoin. Karena kehabisan tenaga, pedang itu sudah memberitahuku tadi dengan telepati yang hanya bisa di dengar olehku dan Tuhan. Ah… padahal Tika udah aku tolongin tadi, tapi dia masih belum bisa memaafkanku. Terpaksa mereka tahu kalau aku punya pedang keren. Padahal tadi aku berniat menjadi pahlawan bertopeng.
Memegang bolpoin itu, aku memasukkannya ke dalam saku baju. Seperti kebiasaanku saat sekolah yang selalu ada bolpoin di saku. Agar lebih mudah, jadi aku hanya mengambil buku dari tas. Sementara alat tulis telah hafal dimana tempatnya.
Kami bertiga kembali mendekati rumah itu dengan waspada. Kami lupa tentang Andre yang entah kemana tadi. "Permisi." Aku mengetuk pintu itu seperti bertamu ke rumah orang. Dari balik pintu, keluar kakek tua mirip orang gila tadi.
"Saya adalah Mbah Gamasaki." Tunggu sepertinya aku pernah melihat kakek itu, tapi dimana ya? Aku menelan ludah dan bertanya. "Kek, ada…"
Kakek itu memotong pertanyaanku menggunakan lidahnya. "Aku sudah tahu itu, kau adalah Bayu, dan dia itu Dodi. Juga yang berdada besar itu Tika. Kalian pasti ingin tahu tentangku, 'kan?"
"I-iya, kami ingin tahu."
"Jaka Sireto adalah rivalku sejak kecil. Aku tumbuh dewasa bersama dengannya. Hingga dia menggunakan kekuatannya untuk kejahatan. Aku menyegelnya pada pohon besar. Tapi sepertinya segel itu telah lepas karena kelakuan orang. Entah siapa dia."
Aku, akulah orangnya. Aku menundukkan kepalaku. Gamasaki kembali berkata. "Akan aku lanjutkan, tapi itu tidak gratis. Bayarannya wanita itu milikku." Ah ambil saja kek. Lagi pula dia bukan main-heroin dalam cerita ini.
"Hey! Gak, gua gak mau!" Teriak Tika. "Kalau begitu, aku akan menyentuh dadamu saja."
Hmm sudah kuduga, kakek tua hebat selalu mesum. Contohnya Master Roshi dan Jiraiya.
"Ih… gak ah!" Kata Tika menutup dadanya. Kakek itu tampaknya kesal dan masuk kembali ke pondok kecilnya. Menutup pintunya dengan sangat keras.
Terpaksa gue gak tahu sejarah Gamasaki dan Sireto. Jadi lawanku adalah Sireto? Nama yang aneh. Lawanku juga kakek-kakek.
Dari langit tiba-tiba muncul seseorang yang tak lain adalah Sireto. Tubuhnya seperti masih muda. Mungkin karena efek penyegelan Mbah Gamasaki. Seperti masih om-om. "Hahahahahahaha!!" Dia tertawa lepas. Apa yang lucu disini hingga membuatnya tertawa. Oh, mungkin karena monyet memakai popok itu. Hmm… itu peliharaan Gamasaki kah? Dia di rantai di lehernya. Terikat pada pohon, ada lubang tempat ia sembunyi bertuliskan 'Zordon' Anjir, nama monyet itu lebih keren dari pada Dodi.
Gue menunjuknya dan berkata menantangnya. "Sini lo Sireto! Lawan gua!"
"Hahaha untuk apa aku harus melawan gua? Itu konyol. Lawan dulu monster ini." Anj*ink pasti dia akan membuat monster lagi seperti terakhir kali. Aku menghempaskan angin membuatnya terjatuh, ngglindeng lalu bangun. "Bangsad!"
Sireto memegang api yang entah keluar dari mana, lalu api itu berubah menjadi raja iblis yang tidak seperti raja iblis. "Create Monster!" Raja iblis itu telah utuh sempurna. Sireto kembali teleportasi dan menghilang.
Raja iblis itu tersenyum menyeringai ke arahku yang melihatnya dengan alis yang sedikit kuturunkan.
Ia memulai serangan dengan melempar bola api ke arahku. Dengan mudah aku menangkisnya. Ia melempar bom api, lagi-lagi dengan angin-ku aku mengembalikan ke arahnya dan meledak. Raja iblis itu marah dan terus menyerang dengan bom api beberapa kali. Tapi aku masih bisa menghalau segala serangannya dengan mudahnya.
Kesempatan menyerangku tiba. Aku menendangnya sekuat tenaga, tapi ia menghilang dan berada di belakangku secara tiba-tiba. Aku langsung terpental karena serangan dadakan tapi tidak digoreng itu.
"Pedang-Bayu, kau sudah selesai istirahat?" [Belum, tapi aku masih bisa mengatur strategi selagi menjadi bolpoin.]
"Baiklah, katakan straregimu!"