Setelah melalui perjalanan panjang, kami berdua akhirnya tiba di Pantai Selatan Jawa. Hari sudah petang dan pantai sepi, orang-orang yang melihat matahari terbenam sudah mulai pulang. Aduh perasaanku gak enak nih. Hari yang semakin gelap membuat laut itu menjadi lebih ngeri.
Di pantai itu ada seorang wanita yang duduk sendirian. Tika yang ketakutan memeluk tanganku sambil terus berjalan memberanikan diri mendekati wanita itu. Wanita itu tampaknya menyadari keberadaan kami. Dia melihat kami, wajahnya tertutup kegelapan dan matanya seakan menyala. Dia berdiri dan mendekati kami. Wanita itu membuka kupluk jaketnya, ternyata itu cuma Ira. Ha? Ira?!!
Haduh gawat! Kenapa Ira bisa ada di sini? Ira ngomong agak bingung. "Bayu? Tika? Kalian… berdua?"
Tika memeluk tubuh gue sambil ngomong dengan suaraku. "Iya Ira, kau bisa lihat sendiri. Pacar gue itu Tika yang cantik ini dan gue gak pernah suka sama lo!"
Seketika Ira marah mendengar itu. Ia dikhianati dibelakang. Padahal bukan seperti itu kejadiannya. Aku mencoba menjelaskan sambil melepas pelukan Tika.
"Nggak Ira, aku tuh suka sama lo. Aku cinta mati sama kamu!" Njir gue kok jadi bucin begini? Gue lupa kalau gue adalah Tika. Ira malah semakin bingung dan marah. Tampak jelas ekspresi wajahnya. Entah apa yang dipikirannya, ia berlari ke laut dan membuka jaketnya. Kaos warna hijau yang ia pakai, ombak menerjangnya dan dia menghilang entah kemana.
Aku refleks menolongnya, untung baju yang dibeli Tika tadi ada warna hijaunya. "Tika, ayo ikut!" Ombak menerjangku dan aku juga hilang entah kemana. Tika bingung dan takut. Sampai ada abang ojek online lewat. "Permisi mas, ada yang namanya Ira?" Tanyanya.
"Mas, pinjam jaketnya." Setelah memakai jaket ojol itu, Tika melompat ke laut dan menghilang. "Hadeuh, jaket gue hilang pula." Ojol itu pergi seakan tidak terjadi apa-apa.
Di dalam samudra, aku membuka mataku. Aku terbangun dan melihat ada istana besar di dasar laut. Anehnya aku bisa bernafas seperti biasanya. Aku juga melihat banyak pasukan yang mengepung dan menangkapku juga Ira. Kami di bawa ke dalam istana itu. "Kamu gak papa 'kan, Ira?"
Ira diam saja, sepertinya masih marah. Tika memang rival Ira dalam segala hal. Hampir semua hal, kecuali beberapa hal.
"Tenang saja Ira, aku akan melindungimu apapun yang terjadi nanti." Ira menatapku dengan tatapan dingin dan akhirnya membuka mulut. "Tika, Tika, lo itu ngomong kayak Bayu aja."
"Gue ini memang Bayu!"
Ira diam lagi dan melihat kedepan. Sepertinya dia tidak percaya yang aku alami. Ini juga diluar akal sejak aku mendapat kekuatan angin itu. Mendapat pedang, melawan iblis, bernafas di dalam air.
Kami dibawa sampai di tempat Ratu pemimpin istana itu. "Siapa manusia yang berani masuk ke istanaku!" Kata Ratu itu.
"Para wanita ini, yang mulia." "Hmm wanita ya?"
Aku membuka mulut. "Aku kesini mencari adik dari anaknya raja iblis yang aku kalahkan."
"Kau mengalahkan raja iblis? Tidak mungkin, kau hanya wanita lemah!" Ratu itu tertawa tidak percaya. Njir kenapa gak ada yang percaya?
Polpen yang kupegang mulai berbicara. [Itu benar ratu, dia tidak bohong.]
"Siapa yang bicara itu?!"
[Aku pedang-bayu yang bicara. Aku membantu Bayu mengalahkan raja iblis.]
"Jadi, dimana Bayu ini?"
[Dia adalah wanita yang memegangku ini. Jiwanya tertukar dengan tubuh temannya. Ia kesini agar tubuhnya bisa kembali.]
Ratu itu sedikit terpukul. "Ma-maafkan aku Dewa Bayu, aku tidak mengenalimu."
Dewa? Apa maksudnya itu? "Maaf Ratu, aku bukan Dewa Bayu, apalagi Dewi karena tubuh ini."
"Tapi legenda mengatakan jika pedang-bayu-sama yang legendaris bisa dikendalikan oleh seseorang, maka orang itu tak lain adalah Dewa."
Hmm… pemikiran yang dangkal. Pedang itu berkata kalau dia menuruti perintah seseorang yang bernama Bayu. Kebetulan namaku Bayu jadi aku bisa menggunakannya. Tidak ada permainan dewa-dewaan di cerita ini.
"Aku lebih suka menjadi manusia biasa yang super. Hehe… mohon panggil saja Bayu."
"Baiklah Bayu, kerajaanku akan menyerang kerajaan Aurona. Ia adalah adik anak raja iblis yang kau cari. Maukah kau membantu kami?"
"De-dengan senang hati, Ratu." Njir baru sampek udah disuruh ikut perang.
"Baiklah, aku dan pasukanku akan bersiap. Kau dan…"
"Oh, ini kekasih saya." "Oh… kalian bisa ikuti penjaga itu." "Baik, Ratu."
Ratu itu pergi bersama beberapa pasukannya. Ira tersenyum bahagia kearahku. "Bayu?"
Aku tersenyum. "Iya, sudah kubilang kalau aku ini Bayu." Ira lalu memeluk tubuhku, aku juga membalas memeluk. Akhirnya bisa memeluk main-heroin di cerita ini. Aku merasa Ira-lah main-heroin-nya.
Setelah melepas pelukannya, Ira berkata. "Kamu kok cantik banget?"
"Hehe, kamu juga cantik kok." Kami diajak penjaga itu ke sebuah tempat didalam istana itu. Sepertinya aku melupakan sesuatu… ah sudahlah.
Setelah beberapa saat, pertempuran pun dimulai. Kerajaan ini menyerbu kerajaan Aurona. Para Drowned yang menjaga kerajaan Aurona mempertahankan tempat itu. Entahlah apa itu, aku melihatnya seperti zombie air jadi aku menyebutnya Drowned. Gue ikut nyerang dengan tubuh Tika ini.
"Ira, sembunyi aja di belakang gue!"
"Gak! Masa aku kalah sama Tika." Ira ikut menyerang dengan mengambil trisula yang tergeletak. Sekelompok drowned ia kalahkan dengan mudah. Anjir, tidak kuduga Ira sangat kuat. Ia berdiri di depanku, aku masih bengong melihatnya.
"Ayo Tika! Kita serang bersama!" Ira lalu maju. Aku tersadar dari lamunanku. Anjrit gue dipanggil 'Tika'. Aku maju dan ikut menyerang, punggungku dan punggung Ira menempel dan bersiap menyerang. Memang kedua rival ini bekerja sama akan menjadi sangat kuat.
Diatas benteng jelek itu, sebuah pertempuran seru terjadi. Aurona dan Ratu yang tidak kuketahui namanya itu saling serang sambil terbang. Tapi karena ini di dasar laut, sepertinya mereka berenang.
Sang Ratu mampu mengeluarkan serangan air pasang dan Aurona dapat membekukan serangannya. Entah kenapa air laut tidak membeku, aku curiga kalau ini bukan di laut. Pertama, kami bisa bernafas seperti di darat. Kedua, aku tidak dapat berenang ke atas dan seperti tidak ada air. Hmm… apakah ikan dapat melihat air?
Ketiga, tidak ada ikan berenang disini. Sudahlah, ini diluar akal sehat.
Air melawan es. Ratu itu mengeluarkan ombak besar seperti tsunami. Tapi Aurona dengan mudah membekukan semua serangannya.
Didekat benteng itu, ada seorang lelaki sedang pingsan yang tak lain adalah Tika. Aku dan Ira menghampirinya. Saat didekatnya, Tika perlahan mulai siuman. Cahaya putih terang muncul, sepertinya hanya aku dan Tika yang dapat melihatnya. Setelah cahaya itu perlahan menghilang, aku membuka mata. Lho? Dadaku terasa ringan dan ada yang bisa berdiri di bawah perutku. Yeah! Tubuhku sudah kembali!
Aku tersenyum melihat Ira. Tapi kenapa Ira menatapku sambil marah ya? Ira memukul-mukul tubuhku. "Mati lo Tika!"
Teriaknya sambil menghunuskan mata trisula ke arahku. Aku segera ngomong. "Stop, stop, stop! Gue Bayu!"
Ira menghentikan serangan mengerikannya itu. Tika dan Ira nampak berpelukan. "Ciee… akhirnya kalian saling peluk!"
Mereka berdua saling menjauh dan membuang muka ke tempat berbeda.
"Udah… jangan begitu lagi saat begini. Lanjutkan saat kita udah di darat. Sekarang aku akan membantu Ratu itu melawan Aurona. Tika, berikan polpen yang lu pegang!"
"Nih."
Aku mengangkatnya dan mengubahnya menjadi pedang. "Aktifkan armor cowok!" Armor terpasang dan aku melesat keatas menggunakan angin dalam laut ini.
"Ratu mundur! Biar aku lawan dia!" Ternyata sang Ratu itu sudah terpojok di belakangku. "Awas Bayu-sama! Dia iblis elemen es!"
Bayu-sama? Kenapa dia memanggilku dengan honorifik khas Jepang? Sudah aku bilang, panggil saja Bayu. Kesampingkan itu, aku harus fokus melawan Aurona.
"Baiklah, aktifkan pedang-api!" Pedang itu berubah menjadi pedang api warna merah menyala. Armor ini juga berubah menjadi merah dengan bentuk sedikit berbeda. Wuiz, keren!
Aurona menelan ludah, sepertinya dia berpikir kalau dia akan terkalahkan olehku. Dia menyerang dengan serangan es-nya. Aku menangkis dengan pedang api milikku. Kok gak keluar api-nya? Apa karena ini ada di bawah laut? Pedang memberitahuku rencananya melalui telepati. Tapi aku sudah memikirkan rencana itu sebelumnya.
Aku memancingnya ke daratan. Aku terbang dengan angin sampai ke permukaan laut. Aurona mengejarku dengan terbang. Dia masih bisa terbang di angkasa. Aku yang belum bisa terbang di udara hanya bisa berdiri di sebuah kapal minyak yang kebetulan mangkal di sana. Ternyata ini di tengah samudra yang luas.
Aku melompat ke arahnya sambil membawa pedang api yang mulai membara. Lompatanku telah aku tingkatkan dengan tambahan angin yang kutembakkan ke bawah. Lompatan yang tinggi dan cepat melesat ke arah Aurona. Aku menebasnya dengan pedang api-ku. "Mati kau!"
*ctingk
Hah? Pedang api berhasil di tangkis lagi? Pedang api yang terpental mengarah ke kapal minyak itu. Gawat bisa terbakar nih! Tanpa pikir panjang aku yang terjatuh duluan segera mendorong kapal itu. Entah bagaimana caraku mendorong. Berat sekali. Karena tidak bergerak, aku pun menangkap pedang yang jatuh itu saja. Panas!
Fiuh, hampir saja. "Apa yang bisa menangkismu tadi?"
[Itu… pedang Aires dari planet Madorb juga.] Madorb lagi, planet apa itu? Aku bertanya lagi. "Banyak sekali pedang Madorb di bumi ini ya?"
[Kesepuluh pedang Madorb jatuh ke bumi saat perang.]
"Kalau tidak salah, itu pedang elemen Air dan Es." Aku memisah kata Aires.
[Iya, benar sekali.]
Akhirnya Aurona menyerang menggunakan pedang yang sebelumnya ia sembunyikan itu. Kenapa ia tadi menyembunyikannya? Hal serupa terjadi saat Iblis Raja palsu menyerang kota. Ia baru mengeluarkan pedang api di saat-saat terakhirnya.
Tak disangka Aurona telah berada di depan mataku. Dia menyerangku dengan pedang Aires dan aku langsung membeku.
Muncul aura panas ditubuhku yang membuat es itu mencair. Aku menyerang balik dengan melempar pedangku ke arahnya. Ia berhasil menghindarinya dengan mudah, tapi sebelumnya dia tidak menyadari kalau pedang api telah kuubah ke pedang-bayu. Dia berbalik arah mengikuti angin yang aku buat saat ini.
Lagi-lagi Aurona dapat menghindari serangan dari belakangnya. Pedangbayu kembali ke tanganku.
Aurona membuat es runcing dari pedang itu. Ia menembakan puluhan es runcing raksasa itu ke arahku. Aku menangkis semuanya, iya semuanya dengan pedang-bayu. Tapi salah satu es yang ku tangkis mengarah ke bawah, kearah Ira. Aku berhasil menebasnya sebelum sampai ke bawah.
Aurona yang dari tadi diam mulai membuka mulut. "Aku tahu kelemahanmu!" Suaranya mirip seperti Aqua.
Aurona melesat ke bawah. Aku menyadari kalau dia mengincar Ira. Aku segera mengikutinya sambil memperingatkan Ira. "Ira!! Awas!"
Ira melihat ke atas, setelah Aurona menabrak tubuh Ira, Aurona menghilang. Aku yang telah sampai, memegang pundak Ira. "Ira, kamu gak apa?"
Dia melihat mataku, matanya berubah menjadi biru terang. Pedang Aires keluar dari tangannya. Ira menyerangku!
"Ira! Apa yang kau lakukan?!" Ira masih menyerangku, aku hanya bisa menangkis dan menahan serangannya. Mana bisa aku menyerangnya, nampaknya Aurona merasuki tubuhnya. Sial, aku hanya bisa bertahan.
Suara Tika terdengar dari balik batu tempat ia bersembunyi. "Bayu! Serang dia! Jangan diam aja!"
Lu pikir ini gampang?!
"Ayo Bayu! Kalau tidak menyerang, aku yang akan menyerang pacarmu itu!" Teriak Tika lagi.
"Ide yang bagus, aku harus bersenang-senang dulu." Aurona mengangkat tangannya, cahaya putih tadi kembali muncul. Aku menutup mata karena menyilaukan. Setelah cahayanya mulai memudar, aku membuka mata dan terkejoed.
Kok tiba-tiba aku berada di belakang batu? Aku melihat ke tangan dan tubuh. Anj*hink gue jadi Tika lagi!
Aku mendekat dan terkena serangan Aurona. Kaki dan tubuhku membeku. Aku hanya bisa diam melihat Bayu melawan Ira. Tika tampak bersemangat ingin menghabisi Ira.
Batas waktu pedang-bayu sudah habis dan menjadi bolpoin lagi. Tika terdesak, aku punya satu ide bodoh.
"Tika! Katakan sesuatu agar Ira dapat kembali! Coba saja katakan kalau kau suka Ira!"
Tika tampak keberatan dengan itu.
"Udah katakan aja! Lo itu Bayu! Katakan perasaanmu pada Ira!"
Mungkin hati Ira membeku dan perasaan cinta yang bisa mencairkannya. Hehe… itu kesimpulan ngawurku.
"A-aku suka kamu!" Teriak Tika. Suasana menjadi hening. Anjir, ideku memang bodoh, aku akan lebih mendekati Andre dari pada Dodi, agar aku tidak ketularan bodoh.
Ira ngomong. "A-aku juga."
Tiba-tiba Aurona keluar dan Ira sudah sadar. Aurona yang keluar sangat marah, tubuhnya bercahaya putih sedikit biru. Ia muncul ke permukaan dan berubah menjadi monster hitam jelek setinggi sepuluh kaki.
Tubuhku dan Tika sudah kembali lagi. Yes, jiwa dan raga Bayu sudah menyatu. Kekuatan penuhku akan aku keluarkan disini. Bersiaplah, Aurona!
"Ira, pinjam pedang yang kau pegang itu."
"Ini, ambil aja buat kamu."
Aku menggabungkan pedang Aires dengan pedang-bayu. Waktu coldown pedang itu berkurang. Pedang ini berubah menjadi pedang Aires sesuai perintahku melalui telepati.
Armor berubah warna menjadi biru terang. Aku melesat keatas dengan sekali lompatan. Membekukan laut disekitar sebagai pijakan. Ira dan Tika sudah diatas juga. Aku membuat dinding es tebal, mereka berdua bersembunyi disana sambil melihatku.
Aku berlari menyeret pedang Aires, saat sudah dekat aku menebas kakinya. Lalu kaki satunya, kini ia tidak bisa berjalan karena membeku. Aku melempar pedang dan menancap di kepalanya hingga membeku sepenuhnya. Aku segera berlari ke atas dan mengambil pedang itu. Satu serangan lagi, monster itu mati. Aku mengangkat pedang, bersiap menusuk ke titik lemah yang sudah diberitahu oleh pedang-bayu.
"Haaa!!"
*plak
Aku menampar pipi Tika. Eh? Apa yang terjadi? Tika marah dengan berkata. "Ngapain lo nampar gue, Ira?!" Tika memukul-mukul gue dengan tangannya.
"Heh, heh, ini gue Bayu!" Kataku dengan suara Ira. Tika pun berhenti menyerang. Sepertinya dia percaya yang aku katakan. Aku melihat dari balik es, Ira terjatuh disana. Untung monster Aurona masih membeku dan diam disana.
Aku berlari meninggalkan Tika dan mengambil pedang yang tergeletak dan berkata pada Ira. "Bayu, ayo bangun!"
Ira melihatku dan berdiri. "Ira, ayo kita serang bersama!" Katanya. Ini dia, serangan terakhirku padamu! Pedang sudah bersiap aku tusukkan dengan sekuat tenaga.
*ctek
Gue mukul es dan berteriak karena sakit. "Ah…" Lho kok? Ah pantes aja, ini tubuhnya Tika. Anjim, walau menjadi monster, Aurona tetap bisa menukar-nukar tubuh orang.
Aku maju dan berkata pada tubuh Ira yang masih membawa pedang. "Tika! Lempar kesini!" Tika melemparnya dan gue gak nangkep apa-apa. Ini karena aku sudah pindah ke tubuh asliku.
"Ira! Pedangnya lempar kearahku!" Lagi-lagi aku gak nangkep apapun karena ini tubuh Ira. "Tika serang monster itu!" Perintahku. Tika menghunus ke arah monster itu, namun ia gagal karena bertukar tubuh lagi. Sial! Tinggal satu serangan kok susah amat! Sekarang jiwa kami sudah di tubuh masing-masing.
Aku memeluk Ira dari belakang. Ira kaget, wajahnya nampak blushing. "Tika, peluk aku dari belakang!"
"Sekarang kau ingin aku memelukmu?"
"Bukan saatnya! Aku punya rencana! Ira, pegang pedang ini. Ikuti langkah kaki Ira!" Kanan, kiri, kanan, kiri. Walau tubuh kami berpindah-pindah, kami tetap bisa maju dan menyerang. Aurona mulai mencair, tapi kami sudah didepan.
"Semuanya! Angkat pedang dan arahkan ke situ!"
*blarr Monster meledak dan kami terpental.
Aku membuka mata dan melihat Ira yang sedang membangunkan seorang pria. "Bayu, bangun Bayu! Kita menang!"
Apa? Gue bisa lihat Bayu dan Ira? Apa gunanya? Kita kesini agar tubuhku dan Tika kembali. Tapi sekarang masih tertukar!
Ira ngomong. "Udah, kita minta tolong ratu saja."
Kami kembali ke air dan mencari sang ratu. Hah itu dia, beberapa pasukan telah menolongnya.
"Terima kasih atas bantuan kalian. Apa yang bisa aku lakukan sebagai hadiahnya?"
"Bagaimana caranya agar tubuh kami bisa kembali?" Tanyaku.
Ratu itu menggenggam kedua telapak tangannya, merapalkan sesuatu lalu membukanya dan berkata. "Sudah."
"Sudah? Sudah apanya? Kami masih…" Ira menutup mulutku yang masih mengoceh.
"Kalian tinggal menunggu seminggu, maka kalian akan kembali normal."
Aku berteriak kaget. "Seminggu?!" Ira kembali menutup mulutku dan berkata. "Terima kasih ratu. Maaf atas kelancangan wanita cerewet ini." Wanita? Gue cowok!
"Kalian pulanglah. Terimakasih sekali lagi." Tiba-tiba kami berada di tepi pantai. Sepertinya ratu itu menggunakan sihir teleportasi pada kami. Kami lalu pulang ke rumah masing-masing. Kecuali gue dan Tika, gue malah pulang ke rumah Tika. Sementara Tika pulang ke rumah gue.