"Menurut kalian apa yang harus aku lakukan? apa aku harus melepaskan Inayah agar jatuh kembali ke tangan mereka dan membiarkan Inayah terpuruk lagi di dunia gelapnya?" tanya Yusuf dengan perasaan sakit dan sedih.
Gibran menghela nafas panjang kemudian menepuk bahu Yusuf.
"Apa Ustadz mencintai Inayah?" tanya Gibran dengan tatapan penuh.
Yusuf menatap Gibran dan Fajar, kemudian beralih pada Ridwan. Bagaimana juga dia tidak mungkin menutupi perasaannya pada ketiga sahabatnya.
"Aku mencintainya dan ingin menikahinya." ucap Yusuf dengan suara pelan mengakui perasaannya pada ketiga sahabatnya.
"Bagaimana mungkin Ustadz bisa mencintainya? bukankah Ustadz baru bertemu dengan Inayah? Dan lagi...mohon maaf Ustadz, Inayah juga seorang Wanita yang tidak baik. Bagaimana Ustadz berkeinginan untuk menikahinya?" tanya Fajar dengan tatapan tak mengerti.
"Seseorang di anggap baik atau tidaknya oleh masyarakat memang karena pekerjaannya. Apa Ustadz masih ingat tentang kisah junjungan Nabi kita Muhammad SAW tentang seorang wanita penghibur yang menjadi ahli surga?" tanya Yusuf dengan tatapan penuh.
Fajar menelan salivanya, bagaimana dia tidak ingat dengan kisah wanita penghibur yang menjadi ahli surga karena telah memberikan air minuman pada seekor anjing yang kehausan.
"Ya Ustadz, aku tahu maksud Ustadz. Menjadi ahli surga tidak di tentukan dengan pekerjaannya tapi dari hati dan perbuatannya." ucap Fajar memahami apa yang di katakan Yusuf.
"Memang suatu pekerjaan itu bisa merubah pandangan orang. Tapi akhlak dan niat yang baik yang akan menyelamatkannya. Semoga Inayah akan mendapat hidayah karena niat baiknya ingin menjadi wanita yang salehah." ucap Yusuf dengan wajah sungguh-sungguh.
Fajar dan yang lainnya menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang di katakan Yusuf.
Untuk sesaat mereka terdiam kemudian Gibran tiba-tiba menegakkan punggungnya dan menatap Yusuf.
"Ustadz Yusuf, Ustadz belum menjawab pertanyaan Ustadz Fajar tentang perasaan Ustadz pada Inayah. Apa alasan di balik Ustadz mencintai Inayah dalam waktu yang singkat?" tanya Gibran ingin tahu alasan Yusuf karena dalam hatinya juga merasakan hal yang sama pada wanita yang baru di kenalnya.
"Tidak ada suatu alasan untuk mencinta seseorang kan? perasaan cinta begitu saja datang kalau Allah menghendakinya. Tapi, perasaanku pada Inayah bukanlah waktu yang singkat seperti yang Ustadz pikirkan. Aku mengenal Inayah sejak sepuluh tahun yang lalu. Saat aku berusia dua puluh tahun." ucap Yusuf menatap Fajar dan Gibran, kemudian menghentikan ceritanya sesaat.
"Apa Ustadz? Jadi Inayah teman lama Ustadz?" tanya Fajar dengan tatapan tak percaya.
Ridwan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan tersenyum saat melihat rasa terkejut di wajah Fajar dan Gibran.
"Inayah bukan teman lama. Ustadz Yusuf mengenal Inayah lewat mimpi saat Ustadz koma karena kecelakaan. Bisa di katakan itu suatu tanda kalau Inayah seseorang yang berarti dalam hidup Ustadz Yusuf." ucap Ridwan sedikit menjelaskan tentang mimpi Yusuf pada Fajar dan Gibran.
"Masyaallah, apa itu benar Ustadz? jadi baru beberapa hari ini, mimpi Ustadz menjadi nyata bertemu dengan Inayah?" tanya Fajar masih dengan perasaan tak percaya kalau ada mimpi yang seperti itu.
"Mungkin kalian tidak percaya, tapi itulah yang terjadi." ucap Yusuf dengan tersenyum sedih karena Inayah akan mengalami ujian yang sangat besar.
"Ustadz, sungguh aku tidak akan menentang hubungan Ustadz dengan Inayah. Aku pasti mendukung Ustadz sepenuhnya.Tapi bagaimana kalau Kyai Zailani tahu tentang hal ini?" ucap Fajar terlihat panik.
"Hal itulah yang aku pikirkan. Abah bilang, aku harus memikirkan latar belakang bibit, bebet, bobot dalam menentukan calon istri. Tapi, aku hanya punya Inayah. Inayah sebagian dari tujuanku hidup di dunia dan akhirat. Aku ingin membawa Inayah menjadi ahli surga." ucap Yusuf seiring helaan nafas panjangnya.
"Insyaallah, kita kembalikan pada takdir Allah SWT Ustadz. Kalau Allah berkehendak demikian tidak ada satupun manusia yang bisa menghalanginya termasuk Abah Zailani." ucap Gibran sambil mengusap bahu Yusuf.
"Ustadz Yusuf beryakinan seperti itu Ustadz. Tapi yang di hadapi tidak akan semudah itu." ucap Ridwan mengingat apa yang di ceritakan Yusuf kalau ujiannya sangat besar bahkan nyawa taruhannya. Taruhan nyawa seperti apa, Ridwan tidak tahu karena Yusuf tidak menceritakan keseluruhannya.
"Ya tentu saja Ustadz hal ini tidak akan mudah seperti cerita dalam dongeng. Semoga Ustadz dan Inayah bisa melalui ini semua." ucap Fajar benar-benar merasa shock dengan apa yang terjadi dalam kehidupan percintaan Yusuf.
"Ustadz, masalah kehidupan percintaan Ustadz sangatlah rumit. Bagaimana dengan kehidupan percintaanku Ustadz? apa Ustadz bisa memberi gambaran padaku?" tanya Fajar penasaran.
Mendengar pertanyaan Fajar yang polos seketika membuat Yusuf, Gibran dan Ridwan tertawa merasa terhibur setelah mengahadapi suasana yang tegang.
"Bagaimana Ustadz, apa Ustadz akan menjawab pertanyaan Ustadz Fajar? kalau begitu apa aku bisa. perlihatkan kehidupan percintaanku?" tanya Ridwan dengan sebuah senyuman.
"Sepertinya kita berempat di hadapkan pada ujian yang sangat berat dalam kehidupan percintaan kita. Sebaiknya kita bisa saling menguatkan dan saling membantu agar kita bisa melewati ujian kita." ucap Yusuf dengan tatapan yang serius.
"Astaghfirullah, apakah kita semua akan mendapat ujian yang sangat berat Ustadz?" tanya Fajar dengan tatapan berkabut.
"Insyaallah kalau kita yakin dan percaya pada Takdir Allah, kita akan bisa melewati dan meraihnya dengan jalan yang Allah berikan. Selain kita berusaha, kita perbanyak doa dan berdzikir." ucap Yusuf seraya menegakkan punggungnya mencari keberadaan Inayah dan Shafiyah.
"Ustadz di mana Shafiyah dan Inayah?" tanya Yusuf pada Ridwan.
"Aku memintanya menunggu di dapur. Ada Alief dan Fitriah juga di sana." ucap Ridwan sambil melirik Fajar yang tidak bereaksi apa-apa saat dia menyebut Alief.
"Ustadz, aku bisa pergi sebentar. Aku mau melihat Nyonya Kiya, aku tidak tahu kenapa dia bisa bertahan di dalam kamar sejak semalam." ucap Gibran dengan tatapan rumit.
Yusuf dan yang lainnya menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.
Wajah Gibran seketika memerah, walau hanya sebuah senyuman yang terlihat namun tatapan mereka sangat bermakna.
"Assalamualaikum." ucap Gibran beranjak dari tempatnya dan bergegas pergi menemui Zaskia.
"Ustadz, bagaimana jalan keluar kita sekarang? tidak mungkin kita menahan mereka di dapur terus. Shafiyah masih punya pekerjaan untuk para dhuafa di tempat makannya." ucap Ridwan dengan wajah serius.
Yusuf terdiam cukup lama sambil menundukkan kepalanya, kemudian menatap Ridwan dan Fajar secara bergantian.
"Sebaiknya mereka pulang sekarang selagi banyak tamu yang pulang. Inayah dan Shafiyah naik mobil Ustadz Gibran. Dan Ustadz Fajar membawa Nyonya Kiya dan Alief. Biar Ustadz Gibran dan Ustadz Fajar yang membawa mereka keluar dari sini tanpa di ketahui Darno. Aku yakin Darno hanya fokus pada kita berdua. Kita berdua akan tetap berada di halaman depan mengecoh Darno dan anak buahnya agar tetap mengawasi kita." Ucap Yusuf dengan tatapan serius.