"Shafiyah? siapa mereka?" tanya Inayah dengan wajah pucat bersembunyi di balik punggung Shafiyah.
"Aku juga tidak tahu Inayah." ucap Shafiyah sambil menggenggam tangan Inayah dengan erat.
"Inayah cepat kamu masuk." ucap Shafiyah dengan tatapan tak lepas pada dua orang berkulit putih bersih dengan pakaian Preman mengingatkan Shafiyah pada Ridwan dan Yusuf saat datang dengan menyamar sebagai preman.
"Aku tidak akan masuk, kita akan hadapi mereka berdua." ucap Inayah seraya mengambil sapu lidi yang ada di depan pintu.
"Inayah mereka kemari." ucap Shafiyah memasang kuda-kuda seolah-olah bisa bela diri.
"Siapa kalian!! mau apa datang kemari!" teriak Shafiyah dengan tatapan tajam.
"Assalamualaikum Ukhti." sapa dua preman itu tersenyum sambil menganggukkan kepala memberi salam pada Shafiyah dan Inayah.
Sontak Shafiyah dan Inayah saling berpandangan tak mengerti.
"Waalaikumsallam, siapa kalian berdua?" tanya Shafiyah melemaskan punggungnya yang sudah tegang.
Inayah segera mengembalikan sapu di tempatnya.
"Begini Ukhti, kita berdua santri dari Ustadz Ridwan. Dan Ustadz Yusuf meminta tolong pada kita berdua untuk mengantar ini untuk Ukhti Inayah." ucap salah satu dari Santri tersebut memberikan kotak yang terbungkus koran pada Shafiyah.
"Apa? kalian berdua santrinya Ustadz Ridwan? dan apa ini?" tanya Shafiyah sambil mengamati kotak yang terbungkus koran yang ada di tangannya.
"Aku juga tidak tahu isinya apa Ukhti. Kita hanya membantu memberikannya saja. Sekarang kita permisi pulang. Assalamualaikum." ucap salah satu santri itu kemudian pergi di ikuti temannya dan naik ke atas motornya dan meninggalkan Shafiyah dan Inayah yang masih berdiri mematung.
"Waalaikumsallam." ucap Shafiyah dan Inayah hampir bersamaan setelah sadar dari keterpakuannya.
"Inayah... Inayah! ayo...jangan melamun terus. Ayo, kita masuk dan lihat apa isinya." ucap Shafiyah menarik tangan Inayah dan membawanya masuk ke dalam kamar.
Inayah hanya diam dan menurut saja saat Shafiyah menarik tangannya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Hati Inayah benar-benar shock saat mendengar kalau santri itu datang atas permintaan Yusuf.
Hati Inayah terasa terbang naik ke atas langit tingkat ke tujuh.
"Inayah duduklah, ayo.... cepat kamu buka apa isi kotak itu?" tanya Shafiyah sangat penasaran dengan isinya.
"Aku merasa gugup dan gemetar Shafiyah." ucap Inayah dengan tangan gemetar berusaha membuka kotak yang terbungkus koran dengan sangat rapi.
"Bismillahirrahmanirrahim." ucap Inayah menyobek satu-satu koran yang menutupi kotak di bawanya.
"Wow, Inayah! ini sesuatu yang luar biasa." ucap Shafiyah dengan tatapan tak percaya kalau Yusuf membelikan Inayah sebuah ponsel.
Kedua mata Inayah berkaca-kaca tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya begitu bahagia dengan apa yang di berikan Yusuf padanya.
"Inayah, sini biar aku lihat dan aku aktifkan." ucap Shafiyah berniat membantu Inayah untuk mengaktifkan ponselnya, namun terdengar ponsel itu berbunyi pelan.
"Drrrt... Drrrt...Drrrt"
"Inayah, ternyata ponselmu sudah aktif. Dan lihat ada panggilan masuk dari Ustadz Yusuf! ayo... cepat terima." ucap Shafiyah ikut merasa gugup dengan perhatian Yusuf pada Inayah yang begitu besar.
Karena tidak ingin mengganggu pembicaraan Yusuf dan Inayah, Shafiyah meninggalkan kamar secara diam-diam.
Inayah memegang ponselnya dengan erat dan melihat sendiri ada nama Yusuf di layar ponselnya.
Dengan jantung yang berdetak sangat kencang dan tangan yang gemetar Inayah menerima panggilan Yusuf.
"Assalamualaikum Inayah." ucap Yusuf memberi salam pada Inayah dengan suara pelan.
Jantung Inayah berhenti untuk sesaat saat mendengar suara Yusuf yang begitu lembut dan jernih di telinganya.
Bibir Inayah terasa kelu dan suaranya seolah-olah tersangkut di tenggorokannya saat ingin membalas sapaan salam dari Yusuf.
"Waalaikumsallam Ustadz." sahut Inayah dengan suara lirih dan terbata-bata.
"Alhamdulillah, kamu sudah menerima ponsel ini Inayah. Aku membelinya khusus untukmu agar aku tidak merasa gugup saat aku ingin bicara denganmu. Maafkan aku, karena aku telah membuat hati kamu sedih karena tidak mengajakmu bicara." ucap Yusuf sangat mengerti saat Inayah merasa kecewa karena dia tidak mengajaknya bicara sebelum pulang.
"Tidak apa-apa Ustadz, seharusnya aku yang minta maaf karena tidak mengerti niat baik Ustadz." ucap Inayah dengan tangis tertahan.
"Inayah... selain kita bisa bicara lewat ponsel ini. Kamu bisa mencari ilmu tentang agama dan bisa mendengarkan lagu-lagu religi yang indah. Kamu bisa dapatkan semua itu dari ponsel ini. Kamu bisa minta tolong Shafiyah." ucap Yusuf dengan penuh kesabaran.
"Iya Ustadz, terima kasih banyak. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain aku mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Ustadz padaku." ucap Inayah sambil mengusap airmata yang sudah mengalir di pipinya.
"Aku harap kamu mengerti dengan apa yang aku lakukan bukan hanya semata-mata karena kebaikan hati. Tapi lebih dari itu, karena kamu wanita yang terindah dalam hidupku." ucap Yusuf dengan suara pelan tapi terdengar jelas di telinga Inayah.
Mendengar suara Yusuf yang lembut, hati Inayah bergetar. Tiga bulan sudah Inayah ingin bertemu dan mendengar suara lembut laki-laki yang hadir di dalam mimpinya dan sekarang telah menjadi kenyataan.
Suara tangis Inayah terdengar jelas di telinga Yusuf dan itu membuat hati Yusuf semakin dalam mencintai Inayah.
"Inayah jangan menangis, kenapa kamu menangis Inayah?" tanya Yusuf berusaha menenangkan hati Inayah.
"Aku merindukan suara seperti ini selama berbulan-bulan Ustadz." ucap Inayah tidak ingin menyimpan lebih lama tentang mimpinya.
"Apa maksudmu Inayah? kamu merindukan suaraku saat seperti ini? dan kamu menunggu selama berbulan-bulan?" tanya Yusuf merasa ada sesuatu janji ingin Inayah bicarakan.
Inayah menghela nafas panjang, ingin rasanya menceritakan semua tentang mimpinya. Tapi rasa takut dan ragu menyelimuti hatinya.
"Inayah katakan padaku ada apa? kamu percaya padaku kan Inayah." ucap Yusuf merasa cemas tidak mendengar suara Inayah lagi.
"Ustadz, apa aku boleh bertanya sesuatu?" ucap Inayah memberanikan diri untuk bertanya lebih dulu sebelum menceritakan tentang mimpinya.
"Tanyakanlah Inayah. Aku pasti menjawabnya." ucap Yusuf dengan tenang setelah mendengar suara Inayah lagi.
"Apa Ustadz percaya, kalau seseorang pernah bermimpi tentang orang lain yang tidak di kenalnya di waktu yang lalu, kemudian dapat bertemu dengan orang itu di dalam dunia nyata di waktu sekarang? apa hal itu pernah terjadi pada seseorang Ustadz?" tanya Inayah dengan suara hampir tidak terdengar.
Yusuf terdiam sesaat sedikit terkejut saat mendengar pertanyaan Inayah.
"Apa yang di tanyakan Inayah telah terjadi padaku, apakah mungkin Inayah juga mengalami hal yang sama?" tanya Yusuf dalam hati.
"Inayah apa kamu yang mengalami hal seperti itu?" tanya Yusuf merasa penasaran dengan pertanyaan Inayah.
Inayah terdiam cukup lama, merasa ragu untuk menjawab pertanyaan Yusuf.
"Inayah..Jawablah pertanyaanku. Jawabanmu sangatlah penting bagiku." ucap Yusuf dengan hati berdebar-debar.
"Iya Ustadz, aku bermimpi tentang seseorang dalam waktu tiga bulan terakhir. Setiap malam dia selalu datang dalam mimpiku." ucap Inayah dengan jujur.