Setelah kemarin Fio dan Fillo pulang dari kedai om Gita. Ditengah jalan saat naik bis, hujan berhenti. Fio melepaskan Jas hujan, Fillo membantu melipat jas hujan lalu memasukan kedalam tas.
"Sini payungnya" pinta Fio membuka tangannya.
"Aku aja yang bawa, nanti depan rumah aku kasih ke kamu" ucap Fillo mengibaskan payung agar cepat kering. Sekaligus melipat payung.
"oke" jawab Fio.
Lalu mereka berdua berjalan menuju pulang. Langit sore sesudah hujan berwana orange. Pantulan genangan air membuat menjadi bagus.
***
Kring! Kring!
Fio membuka matanya. Tangannya mencari ponsel di bawah bantal, setelah ketemu Fio segera mengirim pesan ke Fillo untuk pergi ke dokter hari ini. Setelah itu Fio duduk, mengambil ikat rambut lalu berjalan ke kamar mandi untuk memulai aktifitasnya.
Selesai mandi Fio memakai baju rapih, mengikat rambutnya, duduk di atas kasur melakakukan aktivitas perempuan pada umumnya. Setelah itu Fio membawa tas gendong lalu turun kebawah.
Dibawah tampak sepi, televisi menyala tapi ibu tidak ada di ruang televisi, Fio melangkah ke arah dapur mencari, melihat ke sana kesini, "bu" panggil Fio.
Fio melangkah lagi menuju ruang belakang, tidak ada ibu disana, Fio kembali ke ruang tv, melihat pintu kamar ibu terbuka. Fio melangkah menuju kamar ibu, wajahnya tampak ragu. Mendorong pintu agar terbuka lebih lebar. Fio melihat sesuatu di samping kasur, lantai yang sebagian dari kayu terbuka sedikit.
Wajah kerutnya terlihat Fio sangat penasaran, sebelum melangkah mendekati itu, Fio membalikan badan, untuk memastikan tidak ada siapa-siapa, tapi saat melihat kebelakang Fio salah fokus ke sekertas foto, laki-laki di atas lemari ibu. Fio segera mendekati foto itu.
"ini siapa" bisiknya, dahinya mengkerut kembali.
Tanpa berfikir panjang Fio memasukan sekertas Foto ke dalam sakunya, melangkah mundur, keluar kamar dengan buru-buru. Tepat di depan pintu.
"Fio" panggil ibu dari belakang Fio.
Fio tampak terkejut, mematung seketika. Tidak membalikan badannya, hanya berdiam.
"Fio kenapa?" tanya ibu sambil membawa kantong sehabis belanja.
FIo membalikan badannya perlahan, "oh! Bu aku tadi cari ibu, jadi masuk ke kamar ibu, tapi ga ada" ucap Fio menggenggam tali tasnya, terliaht cemas.
"kamu mau kemana?" tanya ibu menyimpan belanjaanya di atas meja.
"aku mau keluar bentar bu, sama teman" jawab Fio, berharap diizinkan.
"badan kamu gimana Fi? Masih sakit?" tanya ibu menarik kursi lalu duduk, menghadap ke arah Fio.
"oh udah engga bu, maaf soal kemarin" lirih Fio perlahan menundukan kepalanya.
"ga apa-apa. Bekas lukanya masih ada?" tanya ibu sedikit khawatir.
"ada tapi bagian dalam, syukur di daerah luar sudah hilang. Aku mau pake jaket juga bu" ucap Fio memberitahu.
Ibu mengangguk, mengerti. "kemana?" tanya ibu.
Fio sedikit terkejut dengan pertanyaan yang lontarkan ibu, "hm.. tugas sekolah" jawab Fio dengan sangat percaya diri.
"okay, sebentar yah Fi" ucap ibu mengingatkan.
Fio melemaskan badan, "baik bu"
Fio sudah memakai sepatu, membuka pintu gerbang rumah, menutup kembali.
"laki-laki itu siapa yah?" bisik Fio.
"ibu mau nikah lagi?" bisi Fio lagi.
"kayanya engga deh, tapi aku juga gatau wajah ayahku gimana" bisik lagi bergegas berjalan cepat, "lupakan" tegasnya.
Fio juga sekaligus membuka ponselnya memberitahu ke Fillo, dirinya sudah menuju gerbang komplek. Agar Fillo juga segera menuju sana. Fio memakai jaket, topi dan celana panjang juga menggendong tas.
Fillo menunggu di depan gerbang. Dia memakai kemeja warna merah, celana panjang, membawa tas selempang. Fillo melihat Fio dari kejauhan, tersenyum. Fio mempercepat jalannya, tersenyum juga.
"hallo" sapa Fio sambil melampaikan tangannya.
"hai" jawab Fillo tersenyum.
"Fillo" panggil Fio tatapannya menunduk, tersenyum malu.
"apa?" tanya Fillo.
"mau peluk boleh ga" bisik Fio tatapannya masih menunduk, senyumannya tidak pudar dari tadi.
Fillo menghela nafas, mengangkat telenjuknya, "engga" Fillo menunjuk ke arah rumah Fio dan dirinya.
Fio pasrah, akhirnya wajah tersenyumnya pudar.
Fillo tersenyum, lalu mengandeng tangan Fio. Mereka mulai berjalan menuju rumah kesehatan.
***
Suara pintu rumah sakit beberapa kali terbuka dan tertutup. Orang-orang keluar masuk kedalam ruangan. Terdengar juga ucapan obrolan bisik orang-orang di sana dan di sini.
Fio dan Fillo sudah duduk di bangku tunggu, dua bangku di samping kosong, bangku ke lima dan ke enam terisi orang yang sedang menunggu juga.
Fio menggengam tiket antiran. Tiket yang di ambil Fio menunjukan antrian ke 36, sedangkan nomer yang di papan atas, menunjukan no 26.
"Fi" panggil Fillo dengan nada pelan.
Fio melirik, "kenapa?" Tanyanya, wajahnya terlihat sedikit cemas.
"Kamu udah makan belom?" Tanya Fillo.
Fio menggeleng, "belom, ga sempet tadi" keluhnya.
"Mau makan dulu aja ga ?" Tanya Fillo menyarankan.
Ting! Tong! Papan antrian di atas berubah menjadi no 27. Pasien berikutnya masuk kedalam ruangan.
Fio melihat no antriannya dan melihat ke papan. "Bentar lagi ga sini"
Fillo menghela nafas, "masih lama Fi, 27 ke tingga 36. Mau makan dulu ga?" Tanya Fillo.
"Kalau kamu laper, makan duluan aja Fi" ucap Fio tersenyum.
"Iya ayo sama kamu dong" ajak Fillo.
"Kamu aja Fi, masih kuat aku" ucap Fio.
"Aku beliin roti aja ya" ucap Fillo.
"Yaudah" jawab Fio pasrah.
Setelah beberapa menit Fillo membeli makanan ke kantin rumah kesehatan, Fio tetap menunggu di ruang tunggu, sambil memandangi papan antrian di atas.
"Nih" Fillo memberikan kantong makanannya ke Fio.
"Makasih Fi" jawab Fio mengambil kantong kreseknya.
"Iya" Fillo duduk kembali di samping Fio.
Fio membuka kantong makanan, membuka bungkus roti lalu memakannya perlahan.
"Kok kamu ga sarapan ?" Tanya Fillo sambil menutup botol minumnya.
Fio berhenti merobek roti, tangannya dan mulutnya berhenti mengunyah. Melirik Fillo dengan tatapan seperti mengingat sesuatu.
"Kenapa?" Tanya Fillo wajahnya terlihat bingung.
"Eum... aku tadi dirumah liat sesuatu di sebelah kasur ibu" bisik Fio terlihat ragu.
"Sesuatu apa?" Tanya Fillo.
"Kaya ada ruangan? Tapi entahlah aku ga berani mendekat" jawab Fio.
"Ruangan? Ruangan bawah tanah?" Tanya Fillo membenarkan duduknya.
"Ahh" Fio mengangkat tangannya, menunjuk ke arah Fillo, "Ruangan bawah tanah, tapi Ah tapi buat apa ruangannya"
"Di rumah kamu ada ruangan bawah tanah?" Tanya Fillo tidak percaya.
"entahlah, tapi kayanya gitu" jawab Fio sambil berfikir.
"Apa ini ada kaitannya sama kamu?" Tanya Fillo.
"Aku?" Tanya lagi Fio.
"Penyakit kamu" lanjut Fillo.
Ting! Tong!
Papan nomer antrian menunjukan no 36, Fio dan Fillo menatap papan secara bersamaan.
"Ayo" ajak Fillo berdiri duluan sambil menggandeng tangan Fio.
Fio perlahan berdiri, wajahnya terlihat memikirkan sesuatu. Fio menangguk. Mereka berjalan memasuki ruangan dokter.