Chereads / Hujan Disaat Terik / Chapter 42 - BAB 42

Chapter 42 - BAB 42

Cloom terlihat sangat kusam, tidak lagi putih seperti di awal. sekarang gelap dengan ke abuan. Seperti menandakan isi hati Fio yang hancur dengan campur aduk dengan apa yang Fio tadi lihat sebelumnya. Layar rekaman juga terlihat redup tidak ada memori yang terlihat di sana.

Fio duduk di bawah meringis menangis, setelah sebelumnya melihat Rey akan memukul dirinya, Fio juga sedikit merasakan apa yang di rasakan ibunya.

Tiba-tiba dari telapak kaki Fio menyala, seketika Fio terkejut, wajah sedihnya berubah seketika menjadi terkejut. kaki Fio spontan bergerak perlahan, cahaya kuning ke putihan mengikuti arah kaki Fio.

Perlahan anak perempuan itu berdiri, otomatis, cahaya yang dia injak menyebar luas kesemua Cloom.

Fush~~

Seketika kilat putih menutup pandangan Fio. Fio bergegas menutupi matanya dari sinar yang menyorot. "ahk!" serunya.

Set!

Cloom berubah latar menjadi sebuah sekolah, kembali ke taman, dengan kursi yang ada di tengah taman. Sepertinya orang yang akan duduk di sana adalah orang yang berani mempublikasikan hubungannya kepada orang-orang.

Fio membuka matanya, tatapan pertama dia liat adalah lantai yang berubah menjadi rerumputan, padangannya bergegas melihat kedepan, dugaanya benar dirinya kembali kesekolah ibunya dulu. Tidak lama Lili dan Rey berjalan sembari gandengan melewati Fio yang sedang berdiri, Fio bergegas mengelap bekas air matanya.

Lili dan Rey duduk kembali di kursi taman, teman-temannya di atas kelas melihat hubungan Lili dan Rey sudah biasa.

Kali ini Fio tidak diam saja, berjalan memperdekat Lili dan Rey, mendengarkan percakapan mereka berdua. Fio mengepalkan tangannya berusaha mengharapakan yang baik-baik untuk ibunya.

"Li" panggil Rey dengan manja.

"ya?" sahut Lili.

Rey menghela nafas, "aku mau cepet kita menikah Li" ucap Rey.

"hah?" Lili sontak terkejut, "secepat ini Rey?" tanya Lili tak percaya.

"iya, tenang Li papa aku udah kasih super market buat aku, aku tinggal lanjuti lagi, jadi utama penghasilan aku dari situ nanti" ucap Rey menjelaskan.

"Rey" lirih Lili, "bukan aku ga mau, tapi masih banyak yang aku pingin kejar, aku pingin kuliah, kerja, baru menikah" ucap Lili wajahnya sedikit takut.

"aduh Li gausah repot kaya gitu deh, kan nanti utama ekonomi tanggung jawab aku" ucap Rey mulai menaikan nada suaranya.

"aku Rey, aku pingin kuliah dulu, aku pingin rasain ngejar cita-cita aku. Emang kamu ga mau kuliah?" tanya Lili berusaha memperpadam keadaan.

"aku? Buat apa kuliah, aku udah ada super market Li kurang apa aku?" tanya Rey pada dirinya sendiri.

"bukan gitu Rey, pendidikan ga bisa di gantiin apapun, gelar juga engga bisa di ganti apapun. Yaudah kalau kamu ga mau ga apa-apa, aku aja" ucap Lili berusaha menenangkan Rey.

"Li" tegas Rey sambil melihat ke arah lain, "aku kurang buat kamu Li?"

"engga, bukan gitu Rey" Lili berusaha menenangkan Rey dengan menggengam tangan Rey, perlahan Lili mengelus-elus.

"bukan gitu gimana?" tegas lagi Rey.

"yaudah Rey, nanti aku pikir-pikir lagi, sama bicara sama orang tua aku" ucap Lili mengangguk terpaksa.

Rey terdiam setelah mendengar jawaban yang sepertinya menjajikan, nafasnya masih terengah-engah.

"bu aku mohon jangan" seru Fio, sembari wajahnya takut melihat Rey. Tapi semua itu percuma karena ini semua hanya rekaman.

"Rey" panggil Lili sambil tersenyum.

"huh!" Rey mengangkat dagunya.

"emang kenapa sih kamu mau cepat menikah?" tanya Lili tersipu malu, berusaha mengalihkan kejadian yang tadi.

"aku pingin bareng kamu terus Li, itu aja" jawab Rey.

"iya Rey, kamu tau ga sih aku tuh pengen punya anak perempuan" ucap Lili pura-pura antusias.

"masa?" tanya Rey memperdekat duduknya.

Lili mengangguk, "euhm namanya.." Lili menatap ke arah atas kanan seakan berfikir, "Fio" dengan semangat.

"hah?" Fio sedikit terkejut.

"hmm... jangan" ucap Rey mengkerutkan bibirnya, "gimana kalau Fiona?" tanya Rey.

"Wah!" Lili berseru antusias, "bagus banget namanya" pujinya.

Rey tersenyum bahagia melihat pacaranya itu senang ada di hapannya. Tidak lama bel sekolah berbunyi, Lili berdiri duluan lalu menggenggam tangan Rey, mengajak masuk bersama kedalam kelas.

Fio masih terkejut dengan percakapan tadi, langkah kakinya perlahan melangkah akan mengikuti Lili dan Rey, Tapi Cloom berubah kembali gelap, rekaman tadi di taman sekolah hilang seketika, Fio kembali terkejut, mematung.

Hanya dengan persekian detik, Cloom kembali menampakan rekaman. Terlihat dalam ruangan dengan sedikit kumuh, bukan di sebuah rumah Lili maupun Rey, mereka berada di tempat asing. Lili dan Rey sudah memakai pakaian rapih, Lili memakai baju formal berwarna krem dan Rey memakai kemeja hitam, dengan membawa buku kecil di tangan Rey.

Lili dan Rey terlihat sedang bersembunyi dari sesuatu, wajahnya Lili terlihat cemas, juga Rey pandagannya melirik kesana kemari beberapa kali, memastikan keadaan mereka aman.

"maaf Rey aku ga bilang ke orang tua ku, aku akan menikah" bisik Lili perlahan, raut wajahnya terlihat takut.

"Li kamu harus menikah sama aku" paksa Rey raut wajahnya juga terlihat cemas, "aku sayang kamu, lupakan semua, sekarang kamu cuma sama aku, kamu sayang aku kan?"

Lili mengangguk, "iya Rey" lirihnya.

"LILI!" panggil seseorang dari kejauhan.

Lili terkejut, Rey juga, bergegas Rey menggandeng tangan Lili, Keringat membanjiri dahi mereka berdua, ruangan suhu panas dan ketegangan mereka bercampur aduk.

"ayo!" tegas Rey menarik Lili ke ruangan lain membawa Lili kabur.

Set!

Cloom kembali menghitam, Fio tampak terkejut, dirinya telihat kebingungan dan juga ikutan cemas, Fio tidak bisa apa-apa.

Telihat cahaya kuning keputihan terlihat dari ujung Cloom, seseorang laki-laki tinggi berjalan mendekati Fio, Fio bergegas mundur ketakutan, tangannya tak sadar meraba-rama sekitar tapi percuma di sana tidak ada apapun.

"Fio" sapanya dengan suara serak berat.

Saat Fio melihat wajahnya, terkejut, bola matanya benar-benar membesar, air mata mengumpal bersiap terjun ke pipi, badan mematung seketika, Fio tak percaya yang ada di hapadannya adalah orang yang dia cari selama hidupnya.

Rey tersenyum dengan ramah, wajahnya sudah terlihat agak tua, tidak seperti zaman sekolah dulu tampan, sampai perempuan-perempuan di sekolah tertuju padanya. Tapi tetap tampan meski beberapa helai rambut sudah berwarna putih.

"ayah?" tanya Fio tak percaya.

"Fio?" Rey melebarkan senyumannya, "ayah kangen Fio" ucap Rey dengah haru, suara seraknya mengisi Cloom.

Fio tak menjawab apapun, air matanya tumpah seketika, deras. Fio merengek keras, sesekali sesegukan. Tak percaya ayahnya ada dihapannya sekarang.

"sini" panggil Rey dengan lembut, membuka tangannya meminta untuk di puluk.

Tangis Fio semakin keras, segera berlari menuju ayahnya, lalu memeluk Rey dengan erat, tangisnya semakin deras, saat memeluk ayahnya, Rey juga perlahan meneteskan air mata harunya, tersenyum bahagia.

"ayah" rengek Fio terus menangis.