Chereads / Hujan Disaat Terik / Chapter 39 - BAB 39

Chapter 39 - BAB 39

Didalam ruangan hanya seorang dokter perempuan sedang duduk di mejanya, menulis data pasien berikutnya. Saat Fio masuk ke ruangan, dokter tersadar ada pasien masuk, menatap Fio lalu tersenyum. "silahkan" ucap dokter sambil berdiri dari kursinya.

Fio membalas senyumannya, "baik dok" Fio mendekati dokter, menarik kursi lalu duduk.

dokter juga ikut duduk kembali.

"ada keluhan apa? Kayanya baik-baik aja" tanya Dokter membuka percakapan.

Fio sedikit ternyum kembali, membuka jaketnya sekaligus. Fillo menunggu di luar ruangan, tepat depan ruangan yang di pakai oleh Fio. Fio membuka juga baju bagian perutnya.

Wajah dokter langsung terkejut setelah melihat luka di bagian perut Fio. Luka alergi pada saat itu masih ada, tapi hanya beberapa bagian-terlihat merah bercampur hitam, rasa perih dari lukanya sudah terbiasa untuk Fio.

"ayo naik ke sini" suruh dokter, melangkah ke ranjang untuk di periksa.

Wajah Fio sekarang terlihat ragu, menutup kembali bajunya sambil berjalan ke ranjang. Segera duduk lalu segera menidurkan badannya.

"itu kenapa bisa gitu?" tanya dokter terlihat cemas, sambil memakai stetoskopnya.

"alergi?" jawab Fio tampak ragu.

"hmm... alergi apa?" tanya dokter sambil menarik ke atas baju Fio, stetoskopnya mulai bekerja.

"dingin , mungkin" jawab Fio.

"ga pernah di periksa sebelumnya?" tanya Dokter terlihat bingung, stetoskopnya selesai, dokter kembali mencopot stetoskopnya.

Fio menggeleng.

"luka ini sakit atau cuma lebam biasa?" tanya dokter sambil melihat ke arah luka yang ada di bagian perut Fio.

"sakit dok, tapi udah biasa sih jadi yaudah biasa aja" jawab Fio dengan tenang.

"obatnya biasa pakai apa?" tanya dokter melirik ke arah Fio.

Fio menggeleng perlahan, "ga pake"

"hah? Serius?" tanya Dokter terkejut.

Fio mengangguk, menutup kembali bajunya, lalu duduk.

"saya ga pernah loh liat luka kaya tadi, biasanya alergi dingin hanya totol-totol merah lalu gatal-gatal, biasanya makan obat yang diberikan dokter lalu hilang bentolnya. Tapi kamu emang punya alergi dingin tapi juga seharusnya ga seperti ini lukanya, hanya totol-totol merah" ucap dokter menjelaskan sambil kembali duduk dimejanya.

Fio perlahan melangkah mengikuti dokter duduk di depan meja dokter. Wajahnya terlihat pasrah dengan keadaan. Karena sepertinya Fio tau, dokter bukan jalan terakhir untuk menemukan penyakitnya.

"saya tuliskan surat untuk kamu, ke rumah sakit di kota, siapa tau di sana bisa membantu sampai sembuh dan bisa memberitahu sebabnya, mungkin bukan hanya sakit alergi biasa" ucap dokter memberikan sekertas surat dengan tanda tangan dokternya.

"dokter bener-bener ga tau?" lirih Fio.

"disini tidak ada alat khusus, saya juga bingung, tubuh kamu normal seperti tidak sedang sakit" ucap dokter.

Fio menghela nafas, "baik dok, terima kasih rujukannya" ucap Fio mengambil suratnya.

"semoga cepat membaik yah" ucap dokter tersenyum.

Fio tersenyum kembali lalu berdiri dari kursi lalu berjalan keluar dari ruangan. Fillo segera bangkit dari duduk setelah mendengar pintu ruangan terbuka.

"gimana?" tanya Fillo.

Fio menggeleng dengan menekukan bibirnya, "bingung" jawab Fio.

"kenapa?" tanya lagi Fillo tidak mengerti.

"gatau Fi, bahkan dokter aja gatau penyakit aku" lirih Fio.

Fillo segera menuntun Fio untuk duduk di tepat duduk Fillo barusan. "yaudah ga apa-apa itu di kasih rujukan kan?" tanya Fillo.

"ini?" Fio mengangkat suratnya.

Fillo mengangguk.

"iya, tapi kayanya aku ga mau ke sana" lirih lagi Fio.

"yaudah terserah kamu, keputusan ada di kamu. Tapi menurut aku coba aja siapa tau ketemu sebabnya" jawab Fillo tangannya segera mengelus-elus tangan Fio.

"curiga ibu aku sih" lirih Fio.

"hah kenapa?" Fillo sedikit terkejut.

Fio melirik ke arah Fillo, "kamu mau ikut aku ga?"

Wajah Fillo sekarang bercampur aduk, antara bingung dan cemas, " kemana?"

"ayo" ajak Fio mengandeng tangan Fillo pergi keluar dari rumah sakit.

***

Mereka sampai di di depan gerbang komplek. Matahari tepat di atas kepala mereka, suhu panas sangat terasa tidak biasanya. Jalanan terlihat sedikit sepi, dari tadi hanya beberapa motor dan mobil saja yang lewat.

"ayo" ajak lagi Fio berjalan menjauhi gerbang komplek.

"kemana?" tanya Fillo kebingungan.

"aku mau ajak kamu ke tempat rahasia" bisik Fio jalan semakin cepat.

Fillo menghela nafas, pasrah.

Mereka sampai di taman yang tidak jauh jaraknya dari gerbang komplek. Di taman terlihat sangat sepi, ada beberapa permainan seperti ayunan, perosotan dan dll. Tempatnya melingkar, disisi-sisinya terdapat tanaman semak-semak tingginya sekitar dua meter.

"taman?" tanya Fillo.

Fio mengangguk, menarik Fio kedalam semak-semak.

"mau ngapain Fi?" tanya Fillo sedikit terkejut.

"stt" Fio mengangkat jari kedepan mulutnya, "duduk" bisik Fio.

Mereka duduk menghadap ke depan semak-semak, mengupat dari pandangan orang-orang.

"tutup matanya" suruh Fio.

Fillo perlahan menutup matanya, "mau ngapain Fi?" tanya Fillo.

"santai yah, fokus" suruh lagi Fio.

Fio menutup matanya, tarikan nafasnya perlahan Fio atur, duduknya dengan tegak, tangannya dirapatkan di antara jari-jari, perlahan tangan Fio menutupi mata Fillo, Fio merasakan Fillo sudah terbang ke Cloom. Sekarang giliran Fio menutup tangannya.

Fuss~~

Fio membuka matanya, melirik kepinggir, terlihat Fillo masih menutup matanya, tangan Fillo sudah mengenggam tangannya satu sama lain.

"buka Fi matanya" ucap Fio.

Fillo perlahan membuka matanya. Reaksi pertama, wajahnya terliat terkejut, bola matanya membesar, melirik ke segala arah tanpa menggerakan kepala, tangannya pun bergerak menyentuh-nyentuh lantai. Badan kaku beberapa detik.

"dimana ini Fi" ucap Fillo tanpa mengerakan kepala bahkan badannya sedikit pun.

"ini di Cloom, tempat aku liat masa beberapa jam kedepan. seperti di atas awan sih tempatnya tapi entahlah aku ga pernah berkeliling disini" ucap Fio menjelaskan sambil berdiri dari duduk menuju kendali.

Fillo sedikit tersadar kalau Fio manusia yang paling beruntung di muka bumi ini, mempunya kemampuan melihat masa depan. Fillo melirikan pandangannya ke arah Fio. Perlahan bediri, sambil kakinya berhati-hati.

"terus buat apa kamu bawa aku kesini?" tanya Fillo wajahnya masih ketakutan.

Fio menghela nafas, "aku mau ngomong sesuatu, biar aman obrolannya, makannya aku ajak kamu kesini"

"Fi aku beneran takut, ga bisa ngomongnya di tempat biasa aja?" tanya Fillo berusaha membujuk Fio.

Fio menggelengkan kepalanya, "engga, disini aja aman kok, lagian kamu takut apa? Ga ada apa-apa disini, cuma ini" ucap Fio menunjuk ke arah kendali dan disampingnya layar yang berukuran besar.

"yaudah cepet ngomongnya Fi, aku pingin cepet balik ke rumah" rengek Fillo.

"oke-oke" Fio berjalan mendekat ke arah Fillo berdiri. "yaudah ayo duduk aja" ucap Fio duduk duluan.

Fillo perlahan duduk kembali, tangannya beberapakali terus meraba-raba lantai di Cloom.

Fio menghela nafas, "kayanya banyak hal ibu aku sembunyiin dari aku" lirih Fio, "aku tadi sebelum berangkat ketemu kamu aku liat foto laki-laki, tapi aku gatau siapa"

"ayah kamu?" tanya Fillo memotong.

Fio menggeleng, "aku gatau, aku bahkan ga tau ayah aku wajahnya kaya gimana"

"fotonya kamu bawa?" tanya Fillo.

Fio mengangguk, mengeluarkan fotonya dari saku baju, "ini"