Chereads / Hujan Disaat Terik / Chapter 20 - BAB 20

Chapter 20 - BAB 20

Fio menarik nafas panjang, tetesan air hujan dari langit membuat Fio diam sebentar merasakan air hujan yang jatuh ke dirinya.

rasa perih dan sakit mulai terasa, Fio menarik nafas panjang, berusaha mengalihkan air hujan dari wajahnya, tapi terlambat, hujan semakin deras.

Fio berteriak sangat keras, menahan rasa sakit dan perih, bulatan-bulatan merah di tubuh Fio mencul dengan cepat, rasanya panas, melepuh, Fio memeluk padannya kesakitan.

Fillo menyadari Fio kesakitan, Fillo bergegas menggendong Fio. susah payah Fillo menggendong Fio dengan seluruh badan Fio dan Fillo basah kuyup, Fio terus berteriak, menahan sakit, giginya menggigit bibirnya sendiri, mecoba mengalih kan rasa sakit.

Fillo melangkah cepat menuju rumah Fio, tepat, ibu Fio membuka pintu rumah, melihat Fio terbaring di tangan Fillo, ibu bergegas mendekati Fio, membawa masuk lalu Fillo menatap Fio masuk kedalam rumah.

ibu benar-benar tidak peduli dengan Fillo, langsung menutup pintu rumah. ibu membawa Fio ke ruang Tv, menidurkan Fio di sofa panjang di depan televisi, Fio masih terus kesakitan, matanya dari tadi terus menutup.

ibu sangat cemas, berusaha tenang. ibu menyalakan semua heater pemanas di dalam rumah, ibu mengambil selimut sekaligus juga baju Fio, menggantikan baju Fio lalu menidurkan Fio sekaligus menyelimuti Fio dengan beberapa helai selimut tebal.

Fio masih menggil sekaligus kesakitan, totol-totol merahnya bertambah banyak sejak tadi, harus menunggu beberapa menit, untuk memulihkan tubuh Fio.

ibu memeluk Fio, air matanya mulai terjatuh, memeluk Fio dengan erat. tangis ibu semakin keras, sesegukan.

Ibu menahan rasa sedihnya, berusaha memberhentikan sesegukannya, mengelap air matanya, lalu berdiri dari duduk melangkah menuju dapur.

ibu menuangkan air panas kedalam gelas, membawa ke ruang televisi, menyimpan di atas meja, menunggu Fio terbangun.

Fio terus meringis kesakitan, kulitnya masih melepuh dibeberapa bagian tubuh Fio. ibu membantu menghangatkan kaki Fio, dengan cara mengusap-usap.

suara hembusan nafas Fio sekarang kembali normal, menjadi perlahan. Fio membuka matanya perlahan, masih meringis kesakitan, wajahnya pucat sekali.

sekarang merah-merah di area wajah, memudar perlahan, diikuti ke leher. hawa didalam rumah sudah panas, wajah Fio menunjukan tubuhnya sudah mulai mereda dari rasa perih.

"bu" panggil Fio membenarkan posisi tidurnya.

"ya?" sahut ibu menatap Fio dengan lemas.

"kita ga mau coba ke dokter bu?" tanya Fio dengan nada lemas.

ibu seketika diam, pandangannya melihat ke arah bawah, menghela nafas, melirik ke arah Fio. "ibu masih bisa rawat kamu Fi"

wajah Fio berubah tegas, "penyakit aku bisa sembuh bu?" tanya lagi Fio nadanya menahan tangis.

ibu berdiri, duduknya pindah ke arah kepala Fio, ibu duduk dilantai, "cup-cup" bisik ibu sambil merangkul Fio lalu mengusap-usap badan Fio. "jangan terlalu banyak dipikirin yah" lanjut bisik ibu.

Fio meneteskan air matanya sekaligus sesegukan, semakin lama semakin kencang, Fio berusaha menekan dirinya agar berhenti menangis.

ibu merangkulnya tambah erat, air matanya ikut juga turun, ibu semakin cepat mengusap-usap tubuh Fio mencoba menenangkan.

"sekarang tidur yah nak, biar cepat sembuh" bisik ibu sambil sesegukan.

"aku mau tidur di kamar aku bu" bisik Fio, perlahan duduk dari tidurnya—sambil memeluk bada.

"sudah tidak sakit?" tanya ibu.

"sedikit" lirih Fio.

Fio berdiri dari duduk, melangkah ke arah tangga. Fio mengambil ponsel.

"ga tidur disini aja?" tanya lagi ibu.

Fio tidak menjawab, melangkah terus menaiki anak tangga. sambil tubuhnya ditutupi oleh tiga lapis selimut.

membuka pintu kamar, masuk perlahan, Fio menutup kembali pintu kamar, melangkah ke arah kasur, sebelum tiduran Fio menyalakan heater pemanas.

Fio meletakan ponsel di samping kepala, Fio menutup matanya perlahan. Ting! ponsel Fio berbunyi. Fio membuka matanya, membalikan ponselnya, Fillo mengirim pesan, 'badan kamu gimana? aku khawatir...' Fio mengabaikan pesan dari Fillo, menutup matanya kembali, perlahan meneteskan air mata.

***

Fio membuka matanya perlahan, hari sudah pagi, melihat gordeng dikamar Fio memantulkan cahaya di balik gordeng, Fio menghela nafas.

Fio perlahan menggerakan badannya, rasa sakit sudah mulai pulih, tapi merah-merah ditangannya masih ada.

kamar Fio sangat hangat walau sudah pagi, karena heater pemanas tidak di matikan sejak tadi malam. heater pemanas sangat membantu mempulihkan penyakit Fio.

Fio membuka selimutnya, duduk perlahan, Fio melihat dari ujung jari sampai pundaknya masih terdapat merah-merah.

Fio melangkah turun kebawah, melihat ibunya sedang memperhatikan kalender. Fio berjalan menuju meja makan.

"selamat pagi Fio" sapa ibu yang masih memperhatikan kalender.

Fio kebingungan dengan ibu terus memperhatikan kalendar. "ya, bu, ibu sedang apa?" tanya Fio. menarik kursi lalu duduk.

"cek kalender seharusnya kan bulan ini, musim panas. badan kamu gimana?" tanya ibu melangkah ke arah meja makan.

"sudah lebih baik kok bu" jawab Fio tersenyum.

ibu mengambilkan piring dan mengisi nasi juga beberapa lauk yang ada di atas meja makan, lalu memberikan ke Fio, sekaligus sendok dan garpuh.

"makasih bu" ucap Fio.

"ya" jawab ibu.

"tadi malem kamu kemana?" tanya ibu membuka pembicaraan.

"diam di taman bu" jawab Fio sambil menyendok makannya.

"sama teman laki-laki yang sekelas di sekolah kamu?" tanya ibu.

Fio mengangguk, ragu.

ibu menghela nafas, membenarkan posisi duduk, "Fi" panggil ibu.

"kamu lupa sama aturan rumah?" tanya ibu dengan mimik wajah yang sedikit serius.

"aturan apa bu?" keluh Fio.

"Fi, nanti pacarannya, fokus dulu ke nilai" ucap ibu.

"bu!" Fio berhenti makan, melirik ke arah ibu. "aku ga pacaran bu, temen doang!" tegas Fio.

"sama aja Fi kamu ga boleh dekat sama laki-laki" tegas ibu.

"bu teman doang bu!' tegas balik Fio.

"ga bisa Fi!" tegas lagi ibu.

"tapi kenapa bu?!" seru Fio.

"laki-laki bahaya Fio!" tegas ibu semakin keras.

bola mata Fio membesar, wajahnya terkejut, mendengar teriakan suara ibunya, Fio menghela nafas lebih cepat.

"kelebihan kamu kurang buat liat kalau laki-laki itu berbahaya?!!" lanjut tegas ibu.

kali ini air mata mulai berkumpul di kepolak mata Fio, Fio mengedipkan matanya, air mata terjatuh satu persatu.

"ta-tapi bu, aku bahkan ga tau gunanya kelebihan aku buat apa" lirih Fio, tangisnya tidak bisa di tahan, air matanya turun dengan deras.

"selama ini kamu menggunakan kelebihan itu buat apa? buat menjaga kamu biar lebih hati-hati!" tegas ibu.

"tapi bu, sebelum malem keluar rumah, aku menggunakan kelebihan aku, tapi apa? engga berguna sama sekali, aku tetap kehujanan, sakit aku kembali kabuh!" tegas Fio.

"hujan kemarin adalah hujan dari tolak belakang kamu saat kamu menggunakan kelebihan itu, dan saat kamu terus bertemu dengan seorang laki-laki, akan ada rasa sakit muncul tiba-tiba di badan kamu Fi" ucap ibu menjelaskan.

Fio terus menangis setelah mendengar kalimat yang ibu jelaskan, bahkan Fio tidak bisa menahan sesegukan dari tangisnya.

"bahkan aku ga minta kelebihan itu bu!!!" teriak Fio meluapkan amarahnya, sekaligus menggeprakan meja.