Chereads / Hidden Desires / Chapter 10 - Bab 10. Detik-Detik Terakhir.

Chapter 10 - Bab 10. Detik-Detik Terakhir.

Tibanya di restoran, Tommy terkejut melihat ada Harry, Lenna juga Sherly yang duduk di sofa sudut restoran. Mereka mengambil posisi di dekat jendela agar bisa memandangi indahnya pemandangan malam. Posisi mereka menghadap pintu masuk. Sementara sofa untuk keluarga Fabian yang mejanya sudah digabungkan dengan meja keluagaa Mesya menghadap ke arah pusat kota.

Sherly menahan tawa karena  berhasil mengejutkan Tommy. Sedangkan Tommy menatapnya dengan tatapan menyipit dengan bibir yang bergerak, "Awas" tanpa suara.

Usai makan malam, Tommy dan Sherly segera berpamitan untuk jalan-jalan. Sementara orangtua mereka masih menikmati suasana makan malam yang kebetulan jatunya Sabtu malam. Sambil membahas soal proyek, mereka juga membicarakan soal masa depan Sherly dan Tommy.

"Kamu tidak keberatan, kan, kalau waktu kita bertemu seminggu sekali?" tanya Tommy sambil mengemudikan mobilnya. Tangan sebelahnya menggenggam tangan sherly. Ia melirik wajah Sherly yang cemberut. "Hahaha. Kamu lucu kalau begitu."

Bug!

Sherly memukul lengan Tommy. "Kau ini!" Ia melepaskan tangan Tommy lalu menghadap jendela.

Tommy yang melihat sikap pacarnya itu justru gemas. Ia mengulurkan tangan, meraih Sherly. "Kemarilah."

Dengan malu-malu sherly pun menurut. Ia melingkarkan tangannya di perut Tommy saat lelaki itu membawa tubuhnya agar mendekat. Kepalanya bersandar di dada Tommy sementara tangan Tommy yang satunya mengusap kepala Sherly.

Sebelum berkata ia mengecup pucuk kepala Sherly. "Aku tidak akan macam-macam. Aku hanya ingin ikut dengan papi ke lokasi proyek. Papi mau aku mengenal dunia kontraktor sejak dini, begitu pun denganku." Ia melirik Sherly yang begitu nyaman memeluknya. "Ini semua demi masa depan kita. Di samping itu ini adalah tahap evaluasi. Kalau memang aku sudah pantas, lulus kuliah nanti papi akan mulai menyuruhku menangani proyek yang kecil-kecil dulu sebagai percobaa. Dan kalau berhasil, beliau akan merekomendasikan aku pada relasinya."

Tommy berharap apa yang dijelaskannya tadi membuat Sherly senang. Tapi, karena merasa gadis itu tidak merespon apa-apa tentang perkataannya tadi, diliriknya Sherly yang ternyata sudah tidur. Tommy pun terkekeh. "Dasar, Miss watak."

***

Beberapa bulan berlalu, hubungab Tommy dan Sherly semakin lengket. Tommy yang memang serius menjalani hubungan bersama Sherly tak pernah mempermasalahkan tentang kemesraan yang sering mereka lakukan. Toh Sherly akan menjadi istrinya.

Saking sibuknya kuliah dan menemani Charles di lokasi proyek, Tommy dan Sherly akhirnya memustuskan untuk bertemu setiap seminggu sekali. Karena Sherly juga sesang ujian, jadi Tommy tidak ingin mengganggu konsentrasi belajar gadis itu.

"Apa kau tidak capek? Harusnya, setelah mata kuliah selesai kau istirahat bukan ke lokasi proyek."

Mereka sekarang sedang berada di rumah Sherly. Kedua orangtua Sherly sedang keluar kota untuk menemui sang kakak yang sedang sakit. Sambil duduk di sofa ruang televisi, Tommy dan Sherly malah menjadi tontonan televisi.

Sambil merangkul Sherly ia berkata, "Tidak masalah, toh ini semua demi calon istriku," godanya.

Wajah sherly kontak memerah. Ia menunduk sesaat lalu mendongak menatap Tommy. "Memangnya kau mau aku menjadi istrimu?"

Tommy meraih dagu Sherly dengan telunjuk dan jempolnya. Ia mengusap pelan dagu itu dengan jempol membuat Sherly memejamkan mata sesaat. "Kau sendiri, apa mau aku menjadikanku suami?"

Mata Sherly kontan terbuka. "Justru itu, aku ingin sekali mendapatkan suami sepertimu," katanya pelan.

"Benarkah?"

Sherly mengangguk. "Tapi aku takut."

Alis Tommy berkerut. "Takut kenapa?" Ia mengusap lembut pipi Sherly dengan punggung tangannya.

"Aku takut jika kita tidak berjodoh. Aku takut Tuhan tidak akan menyatukan kita."

Tommy memeluknya. "Kita berdoa saja semoga itu tidak terjadi. Aku mencintaimu, Sherly. Aku mencintaimu. Aku takkan melepasmu sampai kapan pun."

Mendengar hal itu membuat hati Sherly tersentuh. Tapi demi mempertahankan harga dirinya, ia mendongak menatap Tommy dan berkata, "Tapi aku tidak mau melakukannya sebelum kita menikah."

Tommy terkejut. "Melakukan? Melakukan apa?"

Sherly malu. Ia menjauhkan diri dari Tommy dan berkata dengan nada kikuk. "Ma-masa kau tidak tahu."

Tommy terkekeh. "Oh, iya, aku mengerti." Dengan seringai lebar ia merangkul Sherly dan berbisik. "Kau sedang memikirkan yang jorok-jorok, ya?"

Bug!

"Aww," pekik Tommy ketika tangan Sherly memukul pahanya. Melepaskan rangkulannya kemudian mengusap-usap paha yang terasa perih. Meski memakai celana jins, tapi pukulan Sherly cukup keras.

"Maafkan aku, Tommy. Aku tidak bermaksud..."

Cup!

Tommy mengecup pipi Sherly. "Tidak masalah. Aku hanya bercanda." Dipeluknya Sherly erat-erat. "Aku tidak akan pernah melakukan hal itu tanpa kau mau. Lagipula kau masih sekolah, jadi lebih baik kita jangan melakukan hal-hal yang nantinya akan merugikanmu."

Sherly terkejut. Dengan kesal ia menatap Tommy. "Merugikan? Kau mau selingkuh, ya?"

Tommy tertawa. "Bukan begitu, Sayang. Toh kau masih sekolah. Perjalananmu masih panjang. Kalau misalnya kita melakukannya sekarang dan tiba-tiba kau hamil, siapa yang rugi karena tidak melanjutkan sekolah? Aku?"

Iya juga, ya, pikir Sherly dalam hati. Ia menatap Tommy. "Kalau misalnya aku hamil, memangnya kau mau bertanggung jawab?" katanya pelan.

Tommy terbahak. "Ya, ampun, dari kau punya pikiran bahwa aku tidak akan bertanggung jawab, hah? Aku akan tetap bertanggung jawab, Sherly. Bahkan tak harus menunggumu hamil duluan, aku akan tetap menikahimu."

Dengan hati berbunga-bunga, Sherly pun membalas pelukan Tommy. Pelukan mereka begitu erat seakan takkan ada siapa pun yang berani melepaskan mereka.

***

Betahun-tahun pun berlalu. Setiap hari mereka menjalani kehidupan seperti biasa. Sherly fokus di sekolah, sedangkan Tommy fokus dengan kuliahnya. Sekarang ini dia memasuki semester akhir, jadi Tommy pun menghentikan kesibukannya bersama Charles dan fokus belajar.

Namun, hal itu tidak sama sekali mempengaruhi hubungan asmaranya bersama Sherly. Setiap hari ia sering komunikasi bersama Sherly dan setiap Sabtu malam mereka menjadwalkan untuk makan bersama, nonton dan jalan-jalan.

Tapi demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, Tommy sebisa mungkin mengontrol dan mengendalikan dorongan fisiknya untuk tidak melakukan sesuatu yang dilarang Sherly.

Bukannya tidak mau, tapi Sherly takut dirinya tidak bisa mengontrol gairah yang ia rasakan setiap kali Tommy menyentuhnya. Demi menjaga hal itu terjadi, Sherly pun melarang Tommy untuk tidak menciumnya. Bukannya marah, Tommy justru menyetujuinya.

Sebagai calon laki-laki pembisnis, Tommy memang akan selalu sibuk dengan aktivitasnya. Calon istri seperti Sherlylah yang dicarinya. Calon istri yang tidak terlalu menuntut kemesraan. Bukannya tidak mau, tapi Tommy ingin wanita seperti itu agar kelak dia bekerja di luar kota, istrinya tidak akan mencari pria lain hanya karena kurang kemesraan.

***

Beberapa bulan setelah Tommy wisuda, proyek yang ditangani Charles dan Harry selesai. Sekarang ini para orangtua itu sedang menikmati makan malam di sebuah restoran sambil membicarakan masa depan kedua anak mereka. Tommy dan Sherly tidak ikut. Mereka sedang bermalam minggu dengan makan malam di tempat lain sambil menikmati kebersamaan mereka.

"Bagimana menurutmu tentang hubungan Tommy dan Sherly?" tanya Harry sambil mengiris dahing stiknya lalu menyuapinya ke mulut.

"Sebagai orangtua, kami selalu mendukung apa yang Tommy mau. Apalagi sekarang kelihatannya Tommy dan Sherly semakin lengket."

"Kau benar," kata Lenna. "Aku ingin segera menikahkan mereka."

Lisa dan Charles saling betatap sesaat. "Tapi kehidupan Sherly masih panjang, Lenn. Dia masih kelas 3 SMA. Belum lagi kuliah."

"Kelamaan, Lis. Aku ingin cepat-cepat punya cucu."

Lisa terkekeh. "Aku rasa Tommy takkan keberatan menunggunya. Apalagi anak itu sekarang sedang sibuk dengan proyek kecil yang ditanganinya. Jadi, kami rasa dia takkan keberatan menunggu sampai Sherly selesai kuliah."

"Aku rasa tidak usah," kata Harry. Charles dan Lisa saling melirik. "Aku takut jika terlalu lama Tommy malah akan mencari wanita lain. Bukannya tidak percaya, tapi menjaga. Apalagi sekarang ini proyek kita sudah selesai, otomatis kalian akan kembali ke Sulawesi dan itu akan membuat mereka menjalin hubungan jarak jauh. Aku tidak mau mendapatkan menantu lain. Yang aku inginkan hanyalah Tommy."

Continued___