Disebuah apartemen mewah.
Tampak seorang lelaki paruh baya sedang meneguk segelas anggur mahal dengan kasarnya.
Mata nanarnya melepas pandangan ke tengah kota yang sunyi. Kerutan marah di dahimya menandakan emosi yang siap untuk mencabik siapa saja yang mengganggu waktu tenangnya.
Tring…..tring….
Terdengar bunyi ponsel dari sakunya memecah kehening malam di sekitarnya.
"Tuan…kita gagal memenangkan saham itu. Saham itu telah di menangkan oleh Michael dan anak buahnya". Terdengar suara dari ponsel itu.
Bhuar…..
Sekejap, ponsel mahal itu kehilangan bentuk dan fungsinya.
"sialan kau Michael!!! Kau benar-benar memasang bendera perang denganku". Teriaknya marah.
"kau harus belajar mengontrol amarah mu pak tua. Dengan amarah sebesar itu kau bisa kena serangan jantung nanti". Ucap seseorang yang tengah duduk di kursi kerja miliknya.
" siapa kau?!!". Bentaknya kesal.
"hahaha….ternyata benar kata orang-orang tentangmu Leonard. Kau seorang yang temperamental". Tambahnya dengan suara khas yang membuat pendengarnya bergidik.
Lelaki bernama Leonard itu masuk ke ruang kerjanya yang minim cahaya. Berusaha mencari tau siapa lawan biacaranya.
"Siapa kau sialan". Bentaknya.
"hahah….kurasa kau mengenalku. Karena aku adalah orang yang paling diminati di kalangan kalian". Tambahnya sambil berjalan ke daerah yang sedikit terang.
"ka…kau…Rafael…kau".
Lelaki bertopeng itu tampak memberikan senyum menawan. Lensa birunya yang jernih menambah pesona setiap orang yang melihatnya.
"siapa yang memintamu kemari? Apa yang kau perlukan?!!". Bentak Leonard.
"seperti biasa. Seseorang memintaku untuk mencabut nyawamu malam ini".
Dhur….
Terdengar suara tembakan dari puncak gedung itu.
Seluruh penghuni gedung tampak panik. Para staf dan resepsionis berusaha menghubungi polisi untuk segera dating ketempat itu.
"aku akan membayarmu 10 x lipat dari bayaran yang di beri Michael padamu". Teriak Leonard yang kini telah tersudut.
"hahaha…kupikir kau tidak belajar dari berita yang sedang tersiar di televisi. Jika Rafael telah datang, itu artinya kematianmu akan tiba. Dan kesalahan besar jika kau mencoba melawanku leon. Karna semakin kau melawan, aku akan membuat kematianmu semakin menyakitkan".
"sialan kau…berapa banyak Michael membayarmu". Bentaknya.
"Michael? Hahaha….Michael…ya..ya..ya…aku tau. Michael adalah lawan besarmu. Tetapi kau salah. Bukan Michael yang menyuruhku leonard". Balas Rafael sambil mengelus dramatis pistolnya yang sewaktu-waktu siap di ledakkan.
"lalu siapa?!!". Bentaknya.
Rafael tersenyum miris. Lelaki tampan itu kini berdiri tepat di depan tubuh Leonard yang tersungkur. Siap menerima mautnya.
"kau tau. Jika ada orang yang layak untuk di percayai, itu hanya dirimu sendiri. Hanya kau dan isi kepalamu. Tetapi tidak untuk hati atau bahkan bayanganmu".
"apa maksudmu. Siapa yang menyuruhmu?!!". Tambah Leonard.
"yang menyuruhku adalah Tuan Alexius. Alexiu….".
Dhua….
15 menit kemudian,
Polisi menemukan Leonard yang terkapar tak bernyawa dengan peluru yang menembuh dadanya tepat di bagian jantungnya.
Mereka tidak menemukan petunjuk apapun di kamar itu selain mayat leonard yang bersimbah darah.
"pembunuhan ini telah genap ke 34". Ucap kepala polisi dengan wajah bingungnya.
***
Anora tampak asyik dengan yougurt-nya yang sudah habis setengah mangkuk sambil sesekali membolak-balik halaman buku Psikologi yang menjadi kebanggaannya.
"pembunuhan kembali terjadi di salah satu apartemen mewah di pusat kota. Pihak kepolisian mengklaim pelaku adalah orang yang sama yang telah melakukan pembunuhan tanpa jejak lainnya. Menurut kepala kepolisian, ini adalah pembunuhan tanpa jejak yang ke 34 kali".
Bibir Anora tampak berhenti beraktifitas. Berita itu berhasil menyita perhatiannya.
"pembunuhan berantai yang aneh. Dan bagaimana mungkin tidak ada jejak sama sekali. Paling tidak, pelaku pasti melakukan aktifitas lain bukan?". Pikir Anora dalam benaknya.
Pagi yang damai menyambut penduduk kota itu. Kicauan burung dan suara khas kota yang perlahan mulai sibuk, menjadi awal pagi Anora yang penuh dengan desakan.
Hah…hah..
Nafas Anora memburu saat tiba di lantai 3 gedung kampus yang besar itu.
Hari ini ada mata kuliah umum yang harus di ikuti Anora.
Hari dimana kelas penuh dengan mahasiswa dari berbagai jurusan. Termasuk jurusan Komputer.
"bagaimana nona? Kau lelah?". Tanya Velly yang sudah terlebih dahulu sampai dan duduk di kelas itu.
"kau benar-benar meninggalkan aku". Keluh Anora dan hendak duduk di samping Velly. Namun,
"what??!!".
Anora terkejut saat ada seorang cowok yang menyeleweng kursi itu dan duduk di samping Velly.
"pagi sayang. Kurasa kau tidak tau aturan di kelas umum ini".
"dan kurasa kau butuh pelatihan moral tuan. Kau tau aku mau duduk di tempat yang kau duduki itu". Ucap Anora kesal.
"hei…bisakah kau duduk dan membuat kelas ini sedikit mudah".
Anora melihat ke sumber suara itu.
Sean.
Ia duduk tepat beberapa kursi di belakang Velly. Dengan tatapan yang tak lepas dari buku di mejanya.
"kau lihat? Ada kursi kosong di sebelah Sean. Kau bisa duduk di sana". Ucap lelaki itu.
Rasa kesal terus merambat ke kepala Anora. Ditambah dengan Velly yang hanya diam saja.
Akh…
Anora menghentakkan kakinya dan berjalan menuju bangku kosong di samping Sean.
Setelah duduk, Anora coba menetralkan amarahnya.
"harusnya sedari tadi kau duduk dan tidak mengundang keributan". Ucap Sean dingin tanpa memandang gadis di sampingnya. Anora terpelongo mendengar ucapan Sean.
Tanpa sadar ia mengepal tangannya. Ingin sekali rasanya memukul kepala lelaki menyebalkan di sampingnya itu.
"ok….sebagai bahan diskusi kita hari ini. Aku ingin kalian memberi ide informasi atau berita yang layak untuk kita ulas bersama". Ucap mr. Diego sesaat setelah selesai memberikan materi tentang information.
Beberapa mahasiswa tampak berbisik satu dengan yang lain. Mungki mereka malu secara terang-terangan untuk mengemukakan idenya.
"ya…kamu yang di belakang". Ucap mr.Diego saat Anora mengangkat salah satu tangannya.
Sedetik kemudian, perhatian satu kelas itu berfokus pada Anora. Dan sedetik kemudian menghilang.
"tunggu, sebelum kau mengemukakan idemu. Kau mahasiswa baru di kampus ini bukan?". Tanya mr. Diego.
"yes..mr. saya baru di kampus ini".
"emm..good. kesan pertama yang baik. Silahkan…apa ide yang kau punya Anora".
"emm…mungkin ini sedikit gila. Hanya saja saya rasa ini akan menjadi bahan diskusi yang baik".
"apa itu?".
"saya pikir, akan menyenangkan jika kita berdiskusi tentang pembunuhan berantai di kota ini".
Mr. Diego terdiam. Waktu di kelas itu tampak berhenti. Dalam sekejap perhatian di kelas itu tertuju pada Anora. Seakan-akan ia telah melakukan hal yang salah.
Anora kebingungan melihat reaksi dosen dan te,an-temannya.
Apa ia salah ucap?
Bahkan Sean, seorang yang jarang bahkan tidak perduli dengan sekitarnya tampak focus memandang gadis manis berkemeja ungu elektrik itu.
"apa ada yang salah dengan ucapanku?". Ucap Anora dengan hati-hati.
"ouh…em….brilian….". ucap mr. Diego memecah kebekuan di ruangan itu.
"silahkan duduk Anora. Kita akan membahas tentang idemu". Ucap mr. Diego.
Anora pun perlahan duduk.
Mr. Diego coba memberikan beberapa teori terkait dengan kasus pembunuhan.
Namun, Sean masih tetap menatapi Anora.
"siapa kau?". Kalimat itu keluar dari mulut Sean tanpa mengalihkan pandangannya dari Anora.
"kau bicara denganku?". Ucap Anora sambil membalas pandangan Sean.
"kau pikir siapa lagi orang gila di tempat ini". Ucap Sean.
Wajah cantik Anora berubah menjadi penuh kekesalan.
Sean memandang gadis itu penuh selidik. Sementara Anora memandangnya dengan penuh kekesalan.
HI....SEMUA...kenalin aku NIRWANA. ini karya pertama aku di Webnovel. aku harap kalian suka.
pantengin terus ya..jangan lupa kasi masukan juga buat aku biar bisa memperbaiki tulisanku. aku yakin bisa buat kalian baper dari tulisan ini.
biglove....