Sweater ungu, celana jeans abu-abu, sepatu sneaker putih dan rambut panjangku yang ku kucir indah. Aku menenteng beberapa buku teori yang berisi tentang kelainan psikologi.
Ya…aku tidak bisa bersantai. Ada hukuman yang harus aku laksanakan. Ku bawa buku-buku tebal dan berat itu tanpa tujuan. No… sebenarnya bukan tanpa tujuan. Tetapi aku harus menemukan si brengsek Sean itu.
Bruk…
Yes….aku tumbang. Buku-buku itu kini tergeletak di tanah.
Huft… Sean berengsek.
Ku kutip satu-persatu buku itu. Menumpuknya di tangannku dan kembali menjadi beban di tanganku. "boleh aku bantu?". Ucap seorang lelaki tampan berkemeja kotak warna biru.
"jika kau tidak keberatan…sejujurnya ini cukup berat". Ucapku dengan wajah memelas.
Lelaki itu tersenyum dan kemudian mengambil beberapa buku dari tanganku dan menyisakan 2 dua buku tipis. "ini cukup berat. Mau dibawa kemana?". Tanyanya.
" sebenarnya aku sedang mencari seseorang. Kami kena hukuman dari mr. Diego dan",
" Sean". Dia pintar menebak. "kau tau dari mana?". Tanyaku.
"hahah….kau tau, setiap orang yang terkena hukuman dari mr. Diego akan terkenal dengan cepat".
Damn.. namaku tercoreng.
"dan aku tau, sekarang yang kau butuhkan adalah Sean".
"ya..benar. dan aku telah mencarinya hampir di sudut fakultas ini, dan sama sekali tidak menemukan dia". Keluhku. "di jam seperti ini, kau tidak akan menemukannya di sini, mau aku antar?". Tanya lelaki itu sambil mengerling manis padaku.
"jika kau tidak keberatan". Ucapku.
"hahah…tentu saja tidak. Oiya kenalkan aku El".
"aku Anora". Ucapku sambil terus mengikuti langkahnya yang aku tidak tau kemana.
Sebuah kelas kosong di lantai paling puncak di fakultas itu,
Bulu romaku mulai bergidik, dan aku mulai berfikir aneh pada lelaki yang menuntunku ke arah ruangan ini.
"hei…kau baik-baik saja?". Tanyanya padaku.
"i..iya…emm…El, untuk apa kita kesini? Bukannya kau bilang kau mau membawaku pada Sean?". Dengkusku ragu.
"ya…kau akan menemukan pemuda yang kau cari di dalam sana". Ucapnya sambil menunjuk satu ruangan tepat di ujung lorong.
"kau yakin? Kau tidak sedang mengelabuiku kan? Jujur saja aku sedikit takut pada tempat yang kosong". Ucapku dengan nada mengintrogasi.
"Aku bukan typekal orang yang suka membuli Anora. Aku paham bagaimana sulinya mengajak Sean untuk ikut kerjasama dalam team. Aku hanya ingin membantumu".
Aku terdiam. Ucapannya terlihat begitu tulus.
"Baiklah..". ucapku sambil melirik ruangan paling ujung itu.
"ini bukumu. Semoga berhasil dengan si kepala batu itu".
"kepala batu?". Aku bingung.
"ya…Sean si lelaki es batu, Sean si kepala batu."
Ia tersenyum dan melangkah pergi meninggalkan aku di lantai sepi dan kosong itu.
Hmm…aku berharap, aku tidak salah mengikutinya ke lantai kuburan ini.
Aku berjalan perlahan, menepis jarak dengan ruangan kosong itu.
Krek….
Sesaat terdengar decitan pintu tua yang membutuhkan pelicin di setiap baut dan engselnya.
Oh…Tuhan….aku harap aku tidak menamukan hal-hal yang dapat membuatku mati ketakutan.
Ruangan itu tidak seburuk kelihatannya. Aku berfikir, ruangan itu akan di penuhi oleh debu dan ya… tentu saja gelap. Dan yang aku dapati adalah, ruangan itu terang benderang. Karena dengan leluasa cahaya matahari dapat menembus kaca bening yang sekaligus berfungsi menjadi jendela disana.
Aku juga tidak mendapati debu tebal di atas meja yang sedikit berantakan. Sepertinya ruangan ini tidak di biarkan tanpa pemeliharaan.
Ngrok…akh….
Aku dikejutkan oleh suara dengkuran yang berasal dari sudut ruangn itu.
"siapa disana!!". Ucapku dengan kuda-kuda pertahanan yang di ragukan kekuatannya.
Ngrok…
Suara itu kembali terdengar.
"apa iya ada orang yang tidur di tempat ini?".
Dengaan hati-hati aku mendekati sumber suara itu. Tas dan buku-bukuku, kuletak di meja dekat pintu keluar ruangan itu. Jika sewaktu-waktu ada yang mengancamku di tempat itu, aku tinggal lari dan membawa barang-barang ku itu ikut denganku. Itupun jika aku masih ingat, hahha….
Ngrok…ngrok…suara itu semakin dekat. Dan aku menemukan sepasang kaki dengan celana jeans abu-abu terletak di lantai. Huft…aku mendesah lega. Paling tidak yang aku temui itu sudah positif adalah manusia.
Aku jongkok lalu menyingkirkan tirai coklat yang menutupi pemiliki kaki itu.
Benar saja, ia adalah Sean. Aku tersenyum melihat wajahnya yang lucu saat tidur.sedetik kemudian, keningnya tampak berkerut, ia tampak tertekan dalam tidurnya.
Apa ia sedang mimpi buruk?
Entah apa yang ada di pikiranku, aku mendekatkan wajahku padanya. Bukan karena sengaja, tetapi aku merasa ada sesuatu yang menarikku untuk melihatnya lebih dekat.
Kerutan itu semakin tajam. Kini keningnya dipenuhi oleh keringat.
"Sean". Ucapku tidak tega.
Ia masih belum terbangun.
"tidak".
Ia mengigau.
"Sean bangun". Ucapku sambil menepuk lembut pipinya. Dan percuma saja.
"Sean".
Mata kami saling bertaut. Satu detik…dua detik… tatapan itu masih terpaku.
Lensa itu, lensa itu mengingatkanku pada sesuatu. Seketika ingatanku kembali pada malam dimana aku bertemu dengan Rafael.
"Rafael". Ucapku tidak sadar.
Bruk….
"auh….sakit tau". Bentakku karena Sean mendorongku hingga terjatuh.
"kau gila. Sedang apa kau disini". Bentak lelaki itu.
"aku mencarimu bodoh". Ucapku sambil mengusap siku tanganku yang menghantam lantai.
"apa kau tidak bisa membaca situasi. Aku tidak datang padamu, itu artinya aku sedang tidak ingin diganggu". Ucap Sean membentak.
Sial…apa dia pikir ia begitu berarti hingga aku mencarinya kemari.
"dasar cowok brengsek!! Kau pikir karena apa aku mencarimu. Kau tau, jika bukan karena hukuman sialan itu aku gak mau mendatangi atau bahkan sekedar melihat wajahmu yang menyebalkan itu." Balasku marah.
" kalau kau tidak ingin melihatku, untuk apa kau kemari!!? Kau sama saja dengan perempuan lain. Melakukan hal yang berlawanan dengan ucapannya". Dengan pandangan tajamnya yang siap merobek setiap lapisan kulitku.
Aku begitu kesal, aku berjalan ke tempat aku meninggalakan tas dan tumpukan buku penuh teori yang sama menyebalkannya dengan si brengsek Sean itu.
Ku ambil beberapa buku tebal itu kemudian melemparkannya tepat ke hadapan sibodoh itu.
"aku hanya ingin kau jadi manusia yang bertanggung jawab. Jika bukan karena ocehanmu yang menggangguku dikelas waktu itu, aku juga tidak ingin mencarimu hingga kelantai kosong mirip rumah hantu ini. Kau tau!!??". Aku begitu marah. Bisa kurasakan pipiku yang memerah akibat emosi yang melunjak di dadaku.
Lelaki itu terdiam melihatku. Ntahlah... pandanganya begitu dingin, namun aku tidak menemukan kemarahan disana. Kuangkat tasku lalu duduk di salah satu bangku kosong yang ada di depannya.
"kau masih ingin berdiri disana, atau kita bisa mulai mengerjakan tugas menyebalkan ini? Bukankah kau ingin cepat terpisah denganku?!!".
"tidak".
"apa?". Akukah yang salah dengar?
Ia tidak mengulangi kalimatnya. Ia hanya menarik salah satu bangku kosong dan mengambil tempat tepat di depanku.
APA ARTI JAWABAN "TIDAK". DARI SEAN YA???