Aku mulai bosan dengan buku-buku tebal yang menyebalkan ini. Tidak cukupkah jam mata kuliah menjadi moment yang membosankan di hidupku?
"emm…menurutmu, pembunuhan berantai ini, ada unsur psikopatnya gak? Soalnya hanya teori itu yang berhubungan dekat dengan pembunuhan ini". Celetuk gadis di sampingku yang sedari tadi fokus dengan buku tebal di hadapannya.
"kenapa kau begitu tertarik dengan tugas ini?". Tanyaku tanpa menoleh padanya.
Dari ekor mataku, dapat kulihat gadis itu berfikir sambil mengarahkan hezel cantik itu padaku.
Tunggu!!!....hezel coklat itu?
"kau tau Anora, kau memiliki hezel cokelat yang indah". Ucapku sambil memandangi wajah gadisyang kini berada tepat di bawah daguku.
"em… kau sama saja dengan lelaki lain. Jangan bilang kau mendekatiku karena tertarik pada fisikku". Ucapnya dengan wajah cemberut yang menggemaskan.
" ya…salah satunya memang itu".
"Sean!!!". Ia protes dan berusaha melepas pelukanku pada pinggangnya. Sementara aku masih terkekeh dengan tawa renyahku.
" kau memang cantik dan manis Anora… tetapi itu bukan alasan ku untuk bersamamu".
"lalu apa?". Tanyanya berhenti memberontak.
Aku menatap intens hezel miliknya. Mempererat pelukanku seakan aku tidak ingin melepasnya. " aku ingin memiliki cinta dari gadis tulus di hadapanku. Aku ingin hati dari gadis lembut dan manis yang ada di hadapanku. Aku ingin memiliki gadis yang memiliki kejujuran tertulus yang pernah aku temui. Apa kau percaya dengan apa yang aku katakan ini?". Tanyaku.
Gadis itu tidak menjawab. Ia hanya menatap mataku dalam. Seakan mencari kebenaran dari kalimat yang aku ucapkan.
"halooo… kau mendengarku". Aku terkesima saat gadis itu memetikkan jarinya dengan angkuh tepat di hadapan wajahku. "kau serius gak sih? Kalau gini terus, yang ada tugas ini gak akan selesai, dan kau akan terus terikat dengan ku". Balasnya dengan wajah penuh kekesalan.
" kenapa kau begitu tertarik dengan pembunuhan itu. Polisi bahkan tidak tau nama atau bagaimana fisik pelakunya". Ucapku dengan nada tinggi.
"Rafael".
"apa?". Aku kaget. Tiba-tiba gadis itu menarik kursinya dan mengambil posisi tepat di depanku. Wajah kami hanya berjarak satu jengkal saja.
"aku gak tau ini mimpi atau nyata. Hanya saja, aku baru mengalami kejadian aneh".
"kejadian apa?". Tanyaku penasaran.
"entahlah…aku tidak dapat memastikan, apakah itu nyata atau tidak. Tetapi aku merasa itu nyata".
"bisakah kau langsung pada pokok pembicaraanmu. Karena aku mulai muak dengan teka-tekimu itu". Balasku.
Fokus matanya berubah. Ia tampaknya terpancing dengan ucapanku.
"kau tau, kau benar-benar pendengar yang buruk". Balas gadis di depanku.
"hmm..kau mau cerita atau tidak?". Tanyaku lagi.
"ok…aku bertemu Rafael dan dalam waktu bersamaan aku bertemu denganmu".
"apa?". Aku kembali terkaget.
"apa kau percaya itu?". Ungkapnya kembali.
Aku terdiam dan masih memandang dalam gadis itu.
"Sean…kau hobby melamun ya". Bentaknya.
Detak jantungku tidak karuan, rasanya aku ingin meminum bergelas-gelas margarita agar dapat melupakan hari ini.
"aku harus pergi". Ucapku menyambar tasku dan segera berjalan menuju pintu keluar, tanpa menghiraukan gadis yang terus memanggil namaku itu.
"Sean….Sean…Sean kalian memiliki retina yang sama".
Dhuar!!!!
Rasanya kepalaku ditembus timah panas, jantungku serasa sesak. Gadis ini mengingat semuanya.
"suka banget sih kabur-kaburan". Teriak gadis itu yang kini telah berdiri di hadapanku.
"Kau bilang apa tadi?". Tanyaku lagi.
"aku gak bisa mastiin. Karena aku sendiri ragu. Aku Cuma ingat retina itu mirip dengan milikmu". Ucapnya.
"huft…ini sudah sore. Aku harus pulang. Jika kau masih betah di tempat ini, aku akan meninggalkanmu sendirian agar kau bisa dengan leluasa menikmatinya". Ucapku lalu berlalu meninggalkannya.
***
"Sean….tunggu". suara gadis itu memenuhi setiap ruangan kosong di lorong itu.
Ia berlari tertatih dengan buku-buku yang super tebal di pelukannya.
Brugh….auch….
Gadis itu berakhir dengan terjatuh bersama tumpukan buku yang beratnya hampir mencapai 4 kg tepat di depan Sean.
"hmm… dasar ceroboh". Ucap Sean sambil membantunya menyusun kembali tumpukan buku itu.
"lututku sakit sekali". Erang gadis itu. Sean tidak menggubrisnya. Setelah menyusun buku itu, ia hanya diam dan memandangi gadis yang kini sibuk dengan luka memar di lututnya.
"kenapa kau masih disini? Bukannya tadi kau bilang ingin pulang". Tambahnya sambil merapikan pakaianya yang sedikit kusut.
"apakah terjatuh membuat matamu buta?". Jawab Sean ketus.
"apa?!!".
"kau tidak lihat diluar sedang hujan". Tambahnya.
"ouh..aku pikir otak kerasmu itu juga bisa mengalahkan hujan ini". Pancing Anora.
Sean tampak tidak senang dengan kalimat Anora hingga ia melirik Anora dengan tatapan yang ketus.
"kau sendiri bagaimana? Kau seorang gadis. Apa kau tidak takut di tegor orang tuamu karena pulang larut?". Ucap Sean tanpa mengalihkan pandangan dari hujan.
"Tidak. Mereka tidak akan perduli".
Sean terdiam.
"Mereka akan lebih khawatir jika mereka melupakan kegiatan mereka".
"ouh…broken home". Simpul Sean dengan nada lembut takut menyakiti perasaan anora.
Ha..ha..ha… Anora tertawa.
"Kau benar-benar butuh pertolongan psikologis". Ucap Sean kecut.
Plak….
Sean mendapatkan pukulan di bahu kirinya.
"kau konyol sekali". Tawa Anora setelah memukul bahu Sean.
Sean benar-benar tidak menyukai tindakan itu. Sementara Anora terus tertawa.
Brugh…
Anora terdiam, pandangannya terkunci dan tawa yang berasal darinya tiba-tiba lenyap.
"jangan menyentuhku sembarangan nona. Kau harus ingat batasanmu sebagai seorang gadis". Ucap Sean mendelik tajam mata Anora yang kini dalam kungkungannya.
"Ma…maaf Sean". Ucap Anora takut.
Bukannya melepas pegangan eratnya dari lengan Anora, Sean malah terdiam dan tertegun dengan wajah di hadapannya. Ia dapat mencium aroma lembut lily segar dari tubuh gadis itu.
Lelaki itu semakin membodoh taat kala matanya terfokus pada bibir ranum sang gadis yang mengkilat oleh saliva alami milik generasi hawa tersebut.
"Sean…".
Suara gadis itu bergetar karena sesaat lelaki itu semakin menepis jarak mereka.
"Aku merindukanmu".
"Sean!!!!".
Brugh….
Lelaki itu kini harus merasakan belaian lantai yang begitu kerasnya akibat dorongan tiba-tiba dari Anora.
"kau gila". Bentak Sean.
"jangan kau kira, karena aku seorang gadis, kau bisa melakukan apapun dengan sesuka hatimu". Bentak Anora penuh kekesalan.
Akh…
Anora memandang punggung Sean yang semakin menjauh diterpa hujan.
Anora terdiam. Ia menyentuh bekas cengkraman Sean di lengannya.
"aku memang terkejut diperlakukan seperti itu. Tetapi kenapa perasaanku seperti ini?". Pikir Anora.
Anora terdiam sambil memandangi butiran air hujan yang jatuh dengan bebasnya membasahi bumi.
"Aku tidak dapat memastikan selama apa aku mampu menahan gelora dari perasaanku. Hanya, saat aku gila untuk memilikimu. Akan semakin cepat aku kehilanganmu".
SEAN,2021
cinta adalah tentang bagaimana ketulusan mengalir tanpa alasan. cinta adalah tentang bagaimana seseorang berkorban tanpa harus meminta balasan. cinta adalah tentang bagaimana seseorang merelakan dengan iklas tanpa harus merasakan kehilangan. akankah Sean merasakan cinta itu kembali??