Disebuah rumah bertingkat dengan halaman yang tertata rapih seorang siswi dengan seragam SMA masuk ke dalam rumah tersebut sesekali dia memperhatikan halaman depan sebelum akhirnya membuka pintu, siswi tersebut mendengus perlahan saat telinganya menangkap suara piano dari lantai dua rumahnya.
Seorang wanita paruh baya tengah duduk didepan piano yang mewah, tangannya menekan tuts-tuts piano menghasilkan alunan musik yang indah, sesekali dia memejamkan matanya merasakan setiap suara yang dihasilkan.
Tuk..
Tuk..
Tuk..
Pemain piano tersebut menghentikan permainannya saat dia mendengar suara langkah kaki seseorang, dia hendak menoleh melihat yang datang namun di urungkannya saat suara orang tersebut memintanya untuk terus bermain
"Lanjutkan saja Ma, aku ingin dengar" Ucap siswi tersebut setibanya dia dilantai dua, melihat mamanya yang sedang bermain piano. Mama tersenyum tipis terlihat dari pantulan kaca, dia memberi kode kepada anaknya untuk duduk disebelahnya. Setelahnya dia pun melanjutkan permainannya kembali
"Fisya suka lagu ini" Mama terdiam sesaat melihat pantulan putrinya, tatapannya berubah antara sedih dan bahagia tiada yang tahu.
"Fisya boleh ikut main?" tanya Fisya tanpa menunggu jawaban dari mamanya dia mulai ikut memainkan lagu yang sama, lagu yang selalu dia dengarkan saat kecil dulu bersama mama dan.. papa.
Mereka berdua bermain piano bersama membuat rumah yang besar dan sunyi itu lebih hidup, setidaknya seseorang akan tahu jika masih ada penghuni didalam rumah tersebut. mereka telah mencapai puncak dari permainan piano saat fisya akan mengambil not selanjutnya dia melihat lebam dipergelangan tangan mamanya
"Mama baik-baik saja" balas Mama seakan tahu apa yang dilihat oleh putrinya. Fisya hanya menatap wajah mamanya terlihat sebuah plester luka menempel dikening wanita itu.
"Kamu tahu judul lagu ini?" tanya Mama mengalihkan pembicaraan. Fisya terdiam bukan karena dia tidak tahu, tentu saja dia tahu bahkan dia sangat hafal setiap not didalamnya.
"Wait there dari Yiruma, itu seperti kenangan yang tidak akan pernah hilang. Karena sejatinya kenangan indah akan selalu tumbuh didalam hati setiap orang yang memiliki kenangan itu" jelas sang mama menatap putrinya dengan senyuman manis yang dia buat. Fisya menekan tuts dengan keras menghentikan permainan piano mamanya dia berdiri menatap mamanya tajam.
"Kenangan indah akan hilang saat dia menolehkan kenangan yang buruk. HILANG.. HILANG UNTUK SLAMANYA!" balas Fisya akhirnya lalu pergi meninggalkan mamanya yang masih duduk di kursi piano.
***
Flashback
Satu tahun yang lalu fisya dan temannya tengah merayakan kelulusan SMP mereka menyewa sebuah tempat untuk makan bersama, didalam telah berkumpul para siswa dan juga wali kelasnya sebelum acara makan-makan dimulai Bu siska selaku wali kelas memberikan beberapa pidato dan ucapan selamat kepada murid-muridnya karena telah berjuang dengan baik selama tiga tahun ini.
"... dan bukan hanya itu, Ibu juga mengucapkan selamat kepada Fisya dan Renata atas diterimanya di SMA unggulan. Wahh selamat!" ucap Bu Siska memberikan selamat kepada kedua murid kesayangannya. Renata berdiri memberikan hormat dengan rendah hati atas dukungan dari temannya semua.
"Semua ini terjadi.. kalian tahu temanku fisya tidak bisa lepas dariku itu sebabnya aku menyetujui permintaannya untuk bersekolah bersamanya disana" ucap Renata dengan gaya sombong yang dia buat.
"Aish.. itu tidak benar. Kamu yang tidak bisa jauh dariku" balas Fisya sembari menjulurkan lidahnya meledek
"Benarkah? Apa perlu aku menunjukkan percakapan telpon darimu? Omong-omong aku merekamnya loh" ledek Renata tak mau kalah. Semua orang yang mendengar berseru meminta renata untuk menunjukkan bukti tersebut.
Bu siska yang mendengar suasana semakin riuh menghentikan perdebatan mereka karena makanan yang dipesan juga sudah tiba "Oke.. kita hentikan perdebatannya dulu. Karena makanan sudah datang jadi lebih baik kita mulai memakannya". Fisya tersenyum lega dia berbisik kearah bu siska disebelahnya
"Terimakasih bu sudah menyelamatkanku" bisik Fisya
"Ibu selalu memanjakannya" celetuk Renata cemberut tak suka yang langsung dipeluk manja oleh fisya
"Oke sebelum kita makan, kita berdoa dulu. Ketua kelas ini adalah tugas terakhir kamu sebelum akhirnya masuk SMA silahkan pimpin doa" ucap Bu Siska yang dibalas desahan dari para muridnya
"Aku seperti mendengar musik mellow disini" ucap salah seorang siswa membuat yang lain tertawa. Seperti itulah keduanya terkenal dahulu, dua orang sahabat yang tidak terpisahkan, dimana ada fisya disitu pasti ada renata begitu sebaliknya.
Flashback end
***
Fisya berada dipinggir zebra cross, tatapannya kosong dia bahkan tidak memperhatikan jalan hingga beberapa kali dirinya tanpa sengaja menabrak seseorang yang melintas. Lampu lalu lintas berganti warna menjadi berwarna hijau, para penyebrang dengan segera mulai berjalan menyebrangi jalan.
Buk..
Seseorang tanpa sengaja menyenggol lengan fisya membuat dirinya tersadar dari lamunan. Fisya melihat indikasi lampu yang berwarna hijau dengan segera dia mulai berjalan menyebrang namun malang lampu telah berubah kembali berwarna merah untuk pejalan kaki, fisya berada ditengah tidak menyadari sebuah mobil van hitam dengan cepat mengarah kearahnya
Ciittttttt...
Suara aspal dan roda mobil membuat para pengguna jalan yang lain terkejut, beberapa orang beramai-ramai ketempat kejadian hanya untuk menonton.
"WOI NYARI MATI YA LO!!" teriak supir dari balik jendela mobil.
"Maaf pak, teman saya tidak sengaja" balasnya menelungkupkan tangan memohon maaf. Selepasnya mobil tersebut pergi dari lokasi meski dengan dumelan yang belum selesai.
"Makasih" ucap Fisya kepada pemuda yang berada didepannya
"Lo gak apa-apa?" tanya Pemuda tersebut ramah. Fisya tidak menjawab, tatapannya kembali kosong. Dilihatnya pemuda yang bernama Iqmal tengah membersihkan luka dilututnya.
"Festival seni sebentar lagi akan dimulai, bagaimana bisa lo tampil dengan luka seperti ini" ucap Iqmal tersenyum ramah kearah fisya. Ucapannya barusan membuat fisya tersadar, dia segera bangkit dari duduknya dan berjalan pergi meninggalkan iqmal. Disebuah cafe yang tidak jauh dari lokasi kejadian, yuki memperhatikan peristiwa tersebut otaknya berpikir keras bagaimana cara menyelamatkannya sedangkan orang yang ingin dia selamatkan selalu menghindar dari orang lain.
***
H-1 Festival Seni
Semua orang tengah mempersiapkan tugas terakhir sebelum festival dimulai esok hari, para stand makanan mempercantik stand mereka agar lebih banyak orang yang datang. Panitia acara juga sibuk membantu atau mengecek memastikan semua siap untuk besok, pada hari itu semua orang sangat sibuk.
"Ren please" mohon Yuki untuk sekian kalinya kepada Renata
"Kenapa gak lo aja yang langsung kasih ke dia!" balas Renata tak suka dengan permintaan Yuki.
"Lo tahu sendiri dia kayak gimana? Lihat mukanya aja gua udah takut, please ya" mohon Yuki lagi dengan wajah dibuat semelas mungkin
"Yaudah sini!" ucap Renata akhirnya dengan amat terpaksa. Yuki berseru senang mendengarnya dia segera mengeluarkan kertas undangan untuk diserahkannya kepada Renata.
"Makasih ren" ucap Yuki memberikan isyarat hati lewat tangannya. Sedangkan renata hanya menatapnya malas, dilihatnya undangan tersebut atas nama fisya undangan untuk orangtua agar hadir saat acara.
Renata mampir kesebuah rumah dengan halaman yang tertata rapih, dilihatnya rumah bertingkat tersebut seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan didalamnya. Dia memberanikan diri untuk masuk kedalam dipencetnya bel pintu rumah itu tidak ada jawaban hingga akhirnya renata pasrah dan memutuskan untuk pulang namun saat dia hendak pergi, terdengar pintu terbuka
"Syasa?" panggil seorang wanita keluar dari balik pintu. Renata menoleh mencoba tersenyum, dulu dia sangat menyukai panggilan tersebut dan wanita didepannya selalu memanggilnya dengan begitu tidak pernah berubah.
"Halo tante maria, apa kabar?" tanya Renata basa-basi kepada tante maria yang merupakan ibu dari fisya
"Tante baik, oh iya ayo masuk" tawarnya
"Enggak usah tante, aku mampir cuman mau kasih ini.. sepertinya tadi fisya lupa ngambil ini" tolak Renata sambil menunjukkan kartu undangan
"Masuklah dulu, lagipula sudah lama bukan kamu tidak mampir kesini" paksanya. Mau tidak mau renatapun masuk kedalam dilihatnya ruangan yang dulu selalu dia datangi, dekorasi rumahnya masih sama
"Duduklah dulu, tante buatkan minuman ya" Renata tersenyum membalasnya. Sembari menunggu renata melihat-lihat rumah tersebut hingga teringat masa-masa dimana dirinya dengan fisya sangat akrab. Lalu pandangan terfokus pada sebuah frame foto yang terpajang, tidak ada yang aneh dengan foto tersebut hanya saja wajah seorang pria menarik perhatiannya.
"Ini siapa tante?" tanya Renata
"Papanya fisya" ucap maria seraya menaruh gelas dengan hati-hati. Renata terkejut bukan main saat mengetahui orang yang berada didalam foto.
"Kamu pasti kaget, fisya memang jarang sekali mengobrol tentang papanya karena papanya sibuk diluar dan itu juga alasannya kenapa foto bersama papanya tidak pernah mau dia pajang" ucap Maria lagi mengambil figura dari tangan Renata dan meletakkan kembali ditempatnya.
"Tapi syukurlah sekarang fisya sudah bisa menerimanya, meskipun papanya masih jarang pulang" tambah Maria
"Maaah.. fisya pul..lang" kata-katanya terhenti saat melihat orang yang tanpa dia duga datang kerumahnya.
"Kamu sudah pulang, duduklah. Syasa juga baru datang" ucap maria ramah. Fisya tersenyum tipis kearahnya mamanya yang berjalan pergi kearah dapur, didepannya dia melihat renata dengan ekspresi terkejut dan seperti marah. Dilihatnya meja dimana figura-figura foto diletakkan fisya teringat akan foto dia bersama dengan papanya dia berjalan mendekati renata yang masih terlihat syok.
"Ren, dengerin gua.."
"Apa yang harus gua dengerin? Kalo bokap lo itu adalah bokap tiri gua!" balas Renata menahan untuk tidak meledak. Mendengarnya membuat fisya bungkam dia tidak tahu apa yang harus diucapkan.
"Satu lagi kesalahan lo, lo gak pernah mau menceritakannya ke gua" ucapnya Renata lagi sebelum akhirnya dia pergi meninggal rumah tersebut.
***
Flashback
"Kalung kalian sama?" tanya seorang teman saat melihat kalung yang dikenakan oleh fisya dan renata
"Mereka pasti memberinya bersamaan, couple BF" sahut yang lain
"Darimana kalung kamu itu?" tanya Fisya sedikit berbisik saat yang lain mulai sibuk. Renata tersenyum kearah temannya "Calon papa ku" balasnya.
Fisya yang mendengar jawabannya hanya ber-oh ria dan menganggap sebuah kebetulan tanpa dia khawatir jika ternyata itu membawa dampak yang besar dikemudian hari.
Flashback end