Jangan panggil aku jalang!
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Deka.
"Kamu masih bisa bertanya seperti ini? Dimana otak kamu," sahut Fanya kesal.
Jelas-jelas ia sudah sangat geram sekali dengan tingkah Deka yang semaunya itu.
"Woow, mulai berani rupanya kamu!" Sentak Deka.
"Kenapa? Kamu kaget dengan perkataan aku yang baru saja aku ucapkan. Jangan di fikir aku ini masih bocah bisa kamu injak-injak semau kamu!" tukas Fanya.
"Jalang seperti kamu itu emang gak ada harga dirinya, jadi kamu jangan mengharap yang lebih," tegas Deka.
"Stop panggil aku jalang, karena aku bukan jalang seperti apa yang kamu katakan!"ujar Fanya dengan meninggikan nadanya.
"Eisttt, santai tak usahlah kamu marah-marah seperti itu. Kamu lihat dengan kekayaan dan kekuasaanku ini snagat mudah untuk aku menghempaskanmu," ujar Deka.
Fanya tidak menanggapi lagi ucapan Deka, baginya di hina seperti itu sudah sangat menyayat hatinya.
Gadis itu kembali ke kamar dan langsung mengunci pintunya. Tidak peduli ia di rumah siapa saat ini, yang jelas Fanya hanya ingin sendiri dulu untuk saat ini.
"Andai saja ada ayah, pasti tidak akan di biarkan sedih seperti ini gue. Yah, Fanya rindu sekali dengan Ayah. Fanya rindu kasih sayang Ayah," ujarnya.
Gadis itu masih SMA, namun ujian hidupya sudah setara dengan orang dewasa.
"Bahkan gue gak tau apa yang harus gue lakukan sekarang, bahkan untuk menghirup nafas dengan lega saja rasanya susah. Rasanya begitu sesak sekali"
Sementara Deka masih sibuk dengan berkas-berkas di depannya.
"Banyak banget berkas yang harus gue tanda tangani, mana otak lagi gak singkron lagi mau buat mikir," desis Deka.
Pria itu kemudian beralih pada ponselnya yang ia letakan di sebelah tumpukan berkas-berkas tersebut.
"Dari pada gue pusing mikirin kerjaan, mendingan gue main game aja kali ya biat hiburan sekali-kali gak gak papalah!" tukas Deka.
Ia mulai membuka aplikasi game online pada ponselnya. Game online yang akan ia mainkan adalah Mobile Legend, itu merupakan game yang sudah mendunia mulai dari kalangan remaja sampai orang dewasa pasti banyak yang menyukainya.
"Wihhh, keren juga nih mainya lincah," ucap Deka.
"Permisi Pak," ucap sekretarisnya yang baru saja masuk setelah Deka mempersilahkan masuk.
"Ada apa kamu ke ruangan saya?" tanya Deka tanpa beralih dari ponselnya.
"Ini Pak saya cuma mau minta tanda tangan aja," sahut sekretaris tersebut.
"Cuma mau minta tanda tangan kan, nih udah. Sekarang kamu kembali ke ruangan kamu," ujar Deka.
Pria itu tanpa mau ebaca dulu berkas apakah yang di tanda tanganinya. Karena keasyikan bermain game Deka tidak mencermati dulu maksut dan tujuan dari tulisan yang ada di berkas tersebut.
"Gila gak sih, sumpah ini tuh benar-benar gilaa banget!" cetus Deka.
Ia masih asyik dengan gamenya. Sementara sektretarisnya yang bernama Sandi itu dengan tenang melangkahkan kakinya keluar sembari menyunggingkan senyumnya.
"Dasar bocah goblok, bisa-bisa dia menandatangani berkas sepenting ini tidak di cek terlebih dulu isinya. Dengan begini akan mudah bagiku buat menguasai perusahaan ini," ujar Sandi.
Ia melanjutkan langkahnya dan kembali ke ruangannya. Ia taruh berkas itu di dalam laci meja kerjanya.
"Bagiamana om San?" tanya Pras.
Dia adalah keponakan Sandi yang sama-sama memiliki tujuan untuk menguasai perusahaan ini.
Sementara Pras sendiri masih termasuk ke dalam keluarga besar Atmajaya.
"Beres, kamu tenang saja serahkan semua pada Om pasti beres!" sahut Sandi dengan bangga.
"Tidak salah memang aku mengandalkan Om, saya benar-benar sudah tidak sabar untuk menguasai perusahaan ini!" ucap Pras.
"Satu langkah lagi kamu akan bisa menguasai perusahaan ini, bersabarlah!" ujar Sandi.
"Pasti Om, aku pasti akan selalu sabar!" sahut Pras.
Waktu sudah sore. Jam dinding di dalam ruangam Deka sudah menunjukan pukul 17.00.
Tidak terasa ternyata Deka sudah bermain game selama 4 jam lebih. Dan ia sama sekali tidak menyentuh pekerjaanya.
"Gila, hari ini benar-bemar gila!" ucap Deka.
Sebelum pulang, Deka selalu mengecek lebih dulu cctv setiap ruangan yang berada di kantornya.
"Cek ruangan dulu, habis itu langsung pulang aja deh kayaknya!" ujar Deka.
Deka membuka sebuah file yang menghubungkan langsung dengan cctv.
"Kurang ajar, rupaya sekretaris itu bekerja sama dengan Pras. Lihat saja apa yang akan gue lakukan pada kalian," ancam Deka.
Deka memang masih terlihat seperti bocah di depan Sandi, namun lelaki itu tidak bisa di sepelekan begitu saja. Deka tidak sebodoh yang mereka kira.
Ia menutup kembali laptopnya dan langsung keluar dati ruanganya. Ia tau kalau Sandi menyimpan berkas yang tadi di tanda tangani di dalam laci kerjanya.
"Kejutan, lihat besok apa yang akan terjadi!" ucap Deka.
Dengan langkah tegapnya Deka keluar dari Kantornya. Ia langsung menuju parkiran dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi.
"Dasar penghianat, lihat saja menyesal kamu telah berhianat dengan saya," tegas Deka.
Karena saking cepatnya Deka mengemudi ia sudah sampai di halaman depan rumahnya.
"Pak tolong nanti di taruh di garasi.ya mobil saya!" perintah Deka.
"Baik Den," sahut pak satpam.yang berjaga di rumah Deka.
Lelaki itu pun langsung masuk ke dalam rumahnya. Ia segera berlalu menuju kamarnya tanpa menoleh pada Fanya yang sedang membuat kopi di dapur.
"Tumben itu orang gak menyapa," ucap Fanya heran.
Setelah sampai di kamarnya Deka langsung berlalu ke kamar mandi, malam nanti ia akan begadang untuk mengecek berkas apa.yang sebenarnya di buat oleh sekretarisnya itu.
"Kadang miatirius, kadang aneh, galak, nyebelin!. Tapi kalau lagi di cuekin gini kenapa gue malahan sedih ya," tukas Fanya.
"Jangan sampai gue jatuh cinta sama orang semacam dia, benar-benar itu jangan sampai terjadi!" ujar Fanya sembari bergidik ngeri.
"Kenapa kamu?" tanya Deka yang otomastis mengagetkan Fanya.
"Bukan urusan kamu," sahut Fanya.
"Jelas menjadi urusan saya karena ini rumah saya," tegas Deka.
"Kalau begitu bebaskan saya, dan dengan senang hati saya akan pergi!" sahut Fanya.
"Nanti, setelah saya mendapatkan apa yang saya mau. Dan tanpa kamu minta pun saya akan membebaskan kamu!" ujar Deka.
"Memangnya tidak ada cara lain?" tanya Fanya.
"Buat jalang sepertimu, cara seperti ini itu sudah paling tepat!" ucap Deka.
"Stop panggil aku jalang, aku bukan jalang!" tegas Fanya.
"Bagiku kamu adalah jalang," ucap Deka, mengambil kopi yang Fanya pegang dan kemudian melangkahkan kakinya berlalu dari hadapan Fanya.
"Dasar orang gila, jahat," umpat Fanya namun dengan suara rendah lebih terdengar seperti bisikan.
Karena kalau sampai Deka mendemgarnya itu akan menjadi masalah yang besar buat Fanya.
Di anggap rendah oleh orang lain memanglah sangat menyakitkan hati, apalagi anggapan itu sama sekali tidak terbukti kebenarannya.