Chereads / Suami impian / Chapter 13 - Pernyataan Cinta

Chapter 13 - Pernyataan Cinta

Livia telah sampai di depan rumah. Dia berterima kasih pada seniornya itu karena sudah mengantarnya pulang lalu segara pergi. Livia berjalan setengah mungkin kala dia hampir saja sampai di teras rumah. Sedikit perasaan takut jika Aidan marah padanya.

Livia mengetuk pintu dan tak lama kemudian pintu terbuka menampakkan sosok Aidan di sana.

Livia menunduk sambil menjelaskan, "Mas, maaf aku nggak tepati janji untuk pulang cepat. Tadi, busnya gak datang-datang, terus aku mau telfon kamu tapi, ponselku mati. Jadi ... "Livia menjeda ucapannya dan mencoba menatap mata Aidan, "Aku pulangnya di antar sama senior. Maafkan aku ...."

Meminta maaf dengan sangat tulus. Livia adalah gadis yang sangat takut terkena marah. Juga orang-orang terdekatnya, jadi dia berusaha untuk meminta maaf dan menceritakan secara jujur agar tak menambah masalah. Seperti saat ini.

"Bagus, kau sudah berkata jujur jadi aku tak perlu bertanya lagi," di luar dugaan, kini Aidan tersenyum sembari mengelus kepala Livia. "Kau harus membersihkan diri, waktu sholat magrib hampir habis anak muda. Pergilah," menggoda Livia dengan elusan kecil di dagunya.

"Ah, i- iya. Kalau gitu aku ke atas dulu ya, Mas." Tersenyum manis lalu berlalu ke kamarnya.

Pandangan Aidan mengikuti kemana Livia pergi. Berangsur-angsur senyumnya luntur ketika Livia telah masuk ke dalam kamar mereka.

"Aku tak bisa marah padamu, Vi. Kamu masih sangat muda, sudah sepantasnya kamu menikmatinya. Tapi bodohnya aku merampas kebebasanmu ... Maaf, maafkan aku."

***

"Kenapa belum bersiap-siap, hm?" Aidan duduk di sebelah Livia, di atas tempat tidur. Dia mengamati wajah gadis itu yang tak nampak senang.

"Bolehkan Mas ikut aku ke kampus untuk acara penyambutan mahasiswa fashion design hari ini? Ya, please?" Mohon gadis itu mengapit lengan Aidan dengan manja.

"Vi, mana boleh Mas ikut. Itu kan acara Fakultas kamu, bukan acara kampus. Sekarang kamu siap-siap mas antar ke sana, ayo." Menarik dua bahu Livia dan membantunya berdiri, "Mas tunggu di bawah ya, pokoknya kamu harus siap secepatnya. Nanti terlambat lagi," kata Aidan mencubit pipi gembul istrinya lalu berlalu.

Livia mempoutkan bibir karena permintaannya yang ke sekian kalinya tetap di tolak oleh Aidan. Tak ada pilihan lain, Livia memang harus datang ke kampusnya siang ini sendirian.

Di perjalanan menuju kampus di isi dengan percakapan hangat pasangan suami istri itu. Yang lebih layaknya seperti kakak dan adik. Hingga tak terasa kendaraan tersebut telah mengantarkan mereka hingga ke tujuan.

"Kalau pulang nanti telfon, Mas ya. Jangan nakal dan jangan cemberut terus, ayo mana senyumnya?"

Livia malah menambah kesan sedih pada wajahnya hingga Aidan tertawa. Tak lama helaan napasnya keluar berat, "Baiklah, Mas temani."

Ekspresi wajah Livia langsung berubah drastis. Dia menatap Aidan dengan jarak yang dekat. "Mas serius?"

"Iya, Mas akan ikut ke dalam. Tapi, Mas hanya menemani dari jauh, gak masalah kan?" Tanyanya.

Tak butuh waktu Livia mengangguk semangat dan melebarkan lengkungan manis di wajahnya, "Gak pa-pa asal Mas ikut! Ayo!" Livia langsung mengajak Aidan turun dari mobil.

Acara penyambutan mahasiswa baru fakultas Fashion Design memang di adakan di hari libur yaitu Minggu, di gedung fakultas mereka. Hal itu di lakukan agar tak mengganggu waktu mata kuliah dan organisasi lainnya.

"Mas yakin menunggu di sini? Kenapa gak ikut gabung saja sih, mereka pasti tau Mas kan dosen di sini."

Livia berusaha membujuk Aidan namun, pria itu tetap saja memilih menunggu di gedung fakultas hukum yang bersebelahan dengan gedung fakultasnya.

"Tidak, Livia itu acara kalian. Mungkin kalau mas ikut gabung suasana berubah horor dan ke formal kan? Udah kamu sana gabung sama teman-teman, jangan pedulikan Mas." Aidan juga berusaha memahamkan Livia.

"Hah, yaudah deh. Mas jangan kemana-mana ya, kalau acaranya selesai aku langsung ke sini. Assalamualaikum," Livia melambai lalu pergi dari hadapan Aidan.

Aidan tersenyum dan sesekali terkekeh dari tempatnya ketika melihat gadis pujaannya sedang bersenang-senang bersama temannya. Dia melihatnya dari lantai dua gedung fakultas hukum. Dia melihat dengan jelas sosok Livia masih sama seperti dulu. Gadis yang tulus dan penyayang. Lihat, apa yang di lakukan Livia kala seorang temannya mendapat hukuman menyanyi di depan api unggun, namun karena orang itu tak pandai menyanyi dia malah di tertawai. Berbeda dengan Livia yang langsung berdiri dari duduknya lalu bernyanyi bersama hingga suasana menjadi tenang karena terpaku dengan suara indah Livia.

"Kamu adalah gadis dua tahun lalu, terlihat polos dan sangat menggemaskan. Matamu yang bersinar membuatku selalu saja terpesona. Yah, kamu adalah Livia, istriku saat ini." Ucap Aidan.

Perbedaan umur mereka memang cukup jauh. Terpaut 10 tahun. Livia yang berusia 18 tahun dan Aidan 28 tahun. Awal pertemuan mereka terbilang cukup mengesankan karena saat itu, mereka berkenalan lewat media sosial.

Waktu itu, Livia mencari guru les privat ekonomi karena menjadi siswa pilihan untuk olimpiade ekonomi. Aidan pun menerima tawaran Livia untuk menjadi guru les privat. Pertemuan pertama mereka tentu bukan mereka saja. Di sana Aidan mengenal Lion, kakak Livia. Dua bulan waktu Aidan untuk menjadi les privat Livia di situ mereka saling mengenal lebih dekat dan akhirnya saling menyukai. Hal itu di ketahui oleh Lion, tapi sangat di luar dugaan sosok Lion merestui mereka dan di situlah Aidan resmi menjalin hubungan kekasih bersama Livia hingga saat ini mereka telah menikah.

Hubungan itu tak di ketahui oleh orang tua Livia, wajar saja reaksi Bima saat itu sangat marah ketika Aidan memutuskan untuk melamar putrinya.

"Livia, aku menyukaimu! Maukah kau menjadi pacarku?"

Aidan berhasil mendapatkan kesadarannya kembali saat suara itu terdengar sampai kepadanya. Pernyataan cinta seorang laki-laki pada Livia di depan matanya? Ini sungguh mengejutkan.

Semua orang di sana nampak terkejut kala Rio langsung menekuk lutut di hadapan Livia sembari mengulurkan setangkai bunga mawar pink kepada gadis itu.

"Kau mau kan, menjadi pacarku? Aku benar-benar tulus menyukaimu, Vi." Kata Rio di saksikan semua mahasiswa baru dan para senior.

Livia menelan salivanya kasar dan wajahnya langsung memerah.

"Rio, ayo berdiri jangan seperti ini." Kata Livia.

"Tidak, aku akan seperti ini sampai aku mendapat jawaban," Rio tetap sajaa memohon, "Ambil bunga ini jika kamu menerimaku, dan pergilah jika kamu menolakku."

Suasana bertambah hening ketika tiba-tiba Livia mengambilnya. "Aku sudah mengambilnya, sekarang berdiri lah." pinta Livia dengan lembut. Dia mempersembahkan senyum yang tulus.

"Sunggu, aku seperti bermimpi saat ini." Rio menampar pelan wajahnya karena mengira itu mimpi, ternyata tidak. Laki-laki berdiri dan memamerkan senyum lebarnya.

Awalnya hanya satu tepukan tangan yang terdengar, lama-lama keadaan menjadi riuh karena hampir semua dari mereka memberikan tepukan tangan juga sorakan.

-Bersambung....