Chereads / Cassandra: Longs Love / Chapter 2 - 2. Kabar.

Chapter 2 - 2. Kabar.

"Gimana? Udah dapat kabar dari Arion?"

Adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Mamanya saat Cassie keluar dari kamar dengan dress kuning selutut dan rambut panjang yang dibiarkan terurai rapi.

Cassie menatap wanita itu seraya menggeleng pelan. Dia berjalan ke arah Mamanya, lalu menghempaskan bokongnya disamping wanita yang sedang duduk santai di ruang keluarga sembari menonton TV itu.

"Belum, Ma."

Cassie mengambil toples keripik kentang diatas meja, meletakkan di pangkuannya kemudian mulai memakannya.

"Positif thinking aja, mungkin Arion masih dijalan. Jadi belum bisa ngabarin kamu," kata Hera--Mama Cassie--sambil mengelus pelan lengan atas putrinya.

Cassie mengangguk lesu. "Iya, Ma," balasnya, lalu melirik jam dinding yang ternyata baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Seharusnya Arion sudah sampai di Inggris lima menit yang lalu, tetapi laki-laki itu belum juga menghubungi Cassie. Membuat Cassie menghela napas pasrah.

Cassie kembali memakan keripiknya. Menonton acara Televisi yang tengah Mamanya tonton saat ini, membuat Cassie mengantuk saja.

Meletakkan kembali toples keripik kentang diatas meja, lantas beranjak berdiri. Cassie tersenyum ke arah Mamanya. "Aku ke kamar dulu, ya, Ma," katanya yang dibalas anggukan oleh Hera sebelum wanita itu kembali fokus menonton Televisi.

Cassie melangkah menuju kamarnya. Sendal bulu yang ia kenakan berbunyi disetiap langkahnya berjalan. Mengisi hening yang menyelimuti Cassie saat ini.

Cassie memasuki kamarnya yang ada di ujung lorong lantai satu. Dia menutup pintu dibelakang tubuh, lantas melangkah untuk merebahkan diri di ranjang empuk kesayangannya.

Sebelum tubuh Cassie benar-benar berbaring diatas ranjang, ponselnya yang ia tinggalkan diatas nakas bergetar. Segera saja Cassie mendudukkan diri dan mengambil ponsel itu untuk melihat siapa yang meneleponnya.

Ternyata Relly. Cassie menghela napas kecewa saat melihat ID penelepon adalah Relly--temannya, bukannya Arion yang ia harapkan.

"Halo, Ly," sapa Cassie setelah menggeser icon berwarna hijau dilayar.

"Cas, aduh! Bisa minta tolong nggak? Sepatu gue ketinggalan dirumah lo pas kemarin ketiduran disana. Anterin, ya? Itu sepatu kesayangan gue soalnya. Ayolah Cas, please."

Cassie mengernyit. "Kalau ketinggalan, gimana caranya lo pulang kemarin?"

"Aduh, Cassie. Gue itu buru-buru kemarin gegara si Viko tau-tau udah ada di depan gerbang rumah lo. Gue gak sempat balik arah buat ambil sepatu, anterin, ya?"

Nada suara Relly terdengar memelas diujung sana, membuat Cassie memutar bola mata malas. "Iya, iya!" sahutnya mau tak mau menyetujui.

"Aaa, makasih Cassie! Lo emang terbaik! Sayang deh, emu—"

Cassie langsung memutuskan sambungan tanpa mau mendengar kalimat terakhir Relly. Dia terkekeh geli sekaligus bergidik ngeri mendengar nada menjijikkan Relly.

Setelah itu, Cassie meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas. Hendak merebahkan diri kembali kalau saja ponselnya itu tidak bergetar dan mengeluarkan suara yang sedikit berisik ditelinga Cassie.

"Gak ada kerjaan amat si Relly!" rutuk Cassie sedikit kesal karena Relly yang terus mengganggunya dengan panggilan telepon.

Cassie menyambar ponselnya sedikit kasar. Lalu matanya melotot seperti akan keluar melihat ID si penelepon ternyata bukan Relly, melainkan Arion! Laki-laki yang sedari semalam membuatnya uring-uringan tak keruan.

Cassie menarik napas senang. Lalu menggeser icon berwarna hijau.

"H-halo?" suara Cassie terdengar gugup karena terlalu senang, membuat Cassie mati-matian menahan diri untuk tidak menggeplak sisi kepalanya.

Terdengar suara kekehan di ujung sana. Cassie menggigit jari telunjuknya kuat. Merasakan perasaan rindu yang membuncah, mengguncangnya dari dalam dada.

"Halo, Cassie sayang."

Cassie memekik tertahan mendengar panggilan Arion kepadanya. Dia menghela napas berulang kali, mencoba menenangkan detak jantungnya yang terasa seperti akan merosot ke perut.

"Kamu udah sampai?" tanya Cassie setelah berhasil menguasai diri. Sumpah demi apapun, Cassie sudah berumur 24 tahun! Kenapa rasanya ia seperti kembali ke masa remaja setiap kali didekat Arion? Perasaan senang yang berlebihan. Persis seperti ABG yang baru saja tahu apa itu cinta.

Oh, God! Cassie merasa malu.

"Udah. Ini lagi beres-beres. Maaf telat ngabarin. Tadi setelah landing, aku langsung ke apartement. HP aku matiin, jadi baru ngabarin sekarang. Maaf, ya?"

Cassie menarik napas lega. "Nggak pa-pa. Yang penting kamu sampai dengan selamat. Oh, ya, gimana sama penerbangannya? Baik? Kamu nyaman?"

"Baik. Aku nyaman, soalnya pramugarinya cantik-cantik semua."

"Ish!" Cassie memberengut kesal mendengar itu.

Tawa Arion terdengar diujung sana. "Becanda. Siapa sih yang bisa ngalahin cantiknya seorang Cassandra Will dihidup Arion Calderon, hm?" godanya, membuat Cassie tertawa malu.

"Apaan sih!"

Arion tergelak. Cassie menggigit bibir bawahnya menahan senyum agar tak terlalu lebar. Oh, dia merindukan Arion. Ingin memeluknya sekarang juga. Tapi Cassie gengsi kalau mengungkapkan duluan.

Cassie menarik napas. Membuka mulut hendak berbicara, tapi sudah disambar duluan oleh Arion yang berkata, "Bentar, Cas." Lalu sambungan terputus begitu saja.

Cassie cengo. Detik selanjutnya dia mengerang kesal. Merutuki Arion yang main putus sambungan begitu saja. Mengacak-acakkan selimut yang terlipat rapi di ujung ranjang, Cassie merengek seperti anak yang kehilangan mainannya.

"Arion ngeselin! Nyebelin! Bodoh! Gak ada otak! Gue kangen sama lo, Sialan! Kenapa dimatiin, iiihh ...," rengeknya menenggelamkan wajah didalam bantal sambil memukul-mukul permukaan kasur.

Cassie hampir saja menangis, tapi tertahan saat panggilan Video Call dari Arion mengusik tingkahnya.

Cassie menegakkan punggung. Memperbaiki letak rambut dan antek-anteknya. Lalu setelah merasa sudah cukup dengan penampilannya, Cassie menggeser icons. Membuat sambungan terhubung, dan wajah Arion yang tersenyum muncul beberapa detik kemudian.

"Hai," sapa laki-laki itu tanpa beban. Tersenyum kepada Cassie yang saat ini memberikan wajah tak senang.

"Kenapa cemberut? Jelek tahu," lanjutnya sambil terkekeh.

Cassie mendelik. Kemudian membuang muka ke sembarang arah. "Kenapa dimatiin?!" tanyanya dengan nada--yang tanpa sadar lumayan tinggi untuk seseorang yang memberikan pertanyaan.

Raut Arion terlihat mengernyit. "Ganti baju sama ubah panggilan," jawabnya.

Cassie menghela napas kasar. Dan saat itu juga Arion tertawa diseberang sana, membuat Cassie bertambah cemberut di tempatnya. "Ngapain ketawa?"

"Ciee ngambek."

"Siapa juga yang ngambek." Cassie mengernyitkan dahi tak terima.

"Terus kenapa kalau nggak ngambek, hm?"

"Entah."

"Tuh, kan, ngambek. Kenapa sih?"

"Gak ada."

"Yaudah. Kamu nggak kangen aku emangnya?"

Kangen, bodoh! Pengen peluk! batin Cassie kesal. Tapi bibirnya mengatakan hal lain yang membuatnya merutuki diri sendiri. "Enggak."

"Oh. Yaudah kalau gitu. Aku matiin ya. Kamu 'kan gak kangen sama aku."

Cassie terbelalak. Refleks berdecak dan memekik, "Maksudku, aku kangen bodoh! Gak peka banget."

Arion tergelak. Membuat tangan Cassie gatal untuk menghajar wajah tampan kekasihnya itu. Setelah menarik napas sebal. Cassie sepenuhnya memberikan atensinya kepada Arion yang saat ini tengah berada dibenua lain. Hanya dapat memandang wajahnya secara virtual. Tanpa bisa memeluk raganya secara nyata.

Tanpa sadar, raut Cassie berubah sendu. Dia terdiam. Membuat Arion juga terdiam diujung sana.

"Kangen," rengek Cassie tiba-tiba.

Arion tersenyum. Menganggukkan kepala seperti dirinya yang biasanya selalu menuruti Cassie membeli snack sebanyak yang Cassie mau. Dan entah kenapa, melihatnya seperti ada yang janggal di dalam dada Cassie. Seperti ada benda tajam yang tembus pandang menusuk jantungnya, membuat tangan Cassie tidak tahan untuk tidak mencengkeramnya kuat-kuat.

"Sama, aku juga. Pengen peluk kamu, tapi gak bisa. Rasanya kesiksa banget, tapi aku harus tahan sampai 18 bulan ke depan. Do'ain semoga bisa cepet pulang, ya?"

Cassie tersenyum mendengarnya. "Amin."

Dan Cassie tahu, bukan dirinya saja yang sangat merindukan Arion. Tetapi Arion pun sama. Mereka sama-sama saling merindukan. Membutuhkan, namun sekarang belum saatnya mereka melepasnya. Belum saatnya mereka meluapkan perasaan. Karena keduanya sama-sama tahu. Ini baru awal. Ini adalah awal yang baru untuk mereka saling berjuang. Belum seberapa dengan apa yang akan mereka hadapi ke depannya.

Tapi pada detik ini, Cassie masih bersyukur. Cassie bersyukur karena Tuhan mengizinkannya menemani Arion sampai saat ini. Setidaknya mereka tahu perjuangan mereka mengejar pendidikan maupun saling berjuang dengan hubungan mereka.

Tanpa sadar, Cassie menghabiskan tiga jam untuk saling bertukar kabar dengan Arion. Hingga melupakan permintaan Relly untuk mengantarkan sepatunya ke rumah. Membuat Relly mengamuk saat Cassie memunculkan diri pada sore harinya.

Cassie membela diri dengan mengatakan, "Kenapa gak ambil sendiri kalau mau cepat. Siapa juga yang nyuruh ninggalin sepatu dirumah orang. Sekarang gue tanya, siapa yang sebenernya salah disini?"

Tapi Relly malah mengamuk lebih liar. Dia terus mengumpat kepada Cassie setiap kali bertemu pandang. Membuat Cassie bingung dengan sikapnya. Akhirnya, setelah Viko mengancamnya dengan mengatakan akan membakar sepatu kesayangannya itu, Relly mau berbaikan dengan Cassie. Padahal Cassie tidak merasa membuat Relly memusuhinya.

Tapi, ya sudahlah. Terserah Relly saja. Cassie tidak mengerti dan tidak akan peduli tentang masalah ini. Cassie akan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Itu lebih baik.