18 November.
Cassie memberikan tanda silang berwarna merah pada tanggal yang tertera di kalender itu. Menghela napas pelan, kemudian mengalihkan atensinya pada jam alarm yang berada diatas meja nakasnya.
Dia menatap hampa jarum jam yang menunjukkan pukul 00.45 dini hari itu. Setelah bermenit-menit lamanya hanya terdiam. Cassie mulai beranjak dari duduknya menuju ranjang. Mendudukkan diri diujung ranjang, kemudian terdiam disana hanya untuk memandang kosong ponselnya yang mode silent.
Lima bulan berlalu semenjak Arion meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan studinya. Dan sesuai logika, hubungan jarak jauh mereka berjalan dengan lancar–tidak ada masalah seperti yang ada dipikiran Cassie sebelumnya–hanya saja, Cassie merasa akhir-akhir ini Arion sedikit berubah.
Laki-laki itu menjadi sedikit pendiam–meskipun dia memang tidak banyak bicara dari dulu–tapi sangat berbeda dengan Arion yang biasanya melakukan apapun untuk Cassie. Laki-laki itu menjadi sangat sensitif ketika Cassie membicarakan rencana mereka saat Arion sudah pulang nanti. Dia seperti menghindari topik tentang masa depan, dan itu membuat Cassie khawatir.
Cassie kembali menghela napas. Dia melirik ponselnya, kemudian kalender, lalu berakhir dengan jam yang menunjukkan pukul 00.55.
Hari ini hari ulang tahunnya yang ke-23. Seharusnya Arion menjadi orang pertama yang mengucapkannya–seperti kebiasaannya beberapa tahun belakangan ini. Tapi ponsel Cassie tidak kunjung membunyikan notif. Apa mungkin Arion lupa?
Cassie memejamkan mata. Tidak! Tidak mungkin Arion melupakan hari ulang tahunnya. Cassie yakin, Arion pasti memberikan alarm pengingat di handphonenya, atau laki-laki itu sedang banyak urusan dan tugas?
Baiklah. Mari berpikir positif. Cassie membuka matanya kembali. Menarik diri ke belakang untuk berbaring diranjang. Kemudian menatap langit-langit kamarnya sembari berpikir apakah Arion sesibuk itu sampai lupa mengucapkan happy birthday kepadanya?
Cassie menghela napas lalu memejamkan mata. Mencoba untuk tertidur dan melupakan pikirannya sejenak. Semoga saja saat Cassie membuka mata nanti, Arion sudah meneleponnya dan memberinya kejutan dengan mengirimkan hadiah secara tiba-tiba. Ya, semoga ....
******
Semoga, semoga, dan semoga. Harapan memang hanya harapan. Karena nyatanya, saat Cassie membuka mata yang didapatinya hanyalah warna putih polos dari langit kamarnya.
Bahkan sampai dia beranjak dan sudah bersiap-siap pun tidak ada yang mengucapkannya ulang tahun. Cassie bahkan saat ini tengah sarapan bersama kedua orang tuanya. Dengan lesu, dirinya menyuapkan potongan-potongan roti berselai strawberry itu ke dalam mulutnya.
"Cas. Mama ada janji sama kline. Kamu hari ini nggak berangkat 'kan?"
Cassie menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Mamanya. Dia hari ini memang tidak ada jadwal, kecuali nanti malam karena dia harus mengecek laporan dari asistennya. Cassie mendongak kala wanita yang ia panggil Mama itu mendekat ke arahnya sambil merentangkan tangan, kemudian memeluk bahunya.
"Selamat ulang tahun, Sayang. Tetap jadi Cassie si anak Mama yang paling terbaik, oke? Setelah sarapan, kamu cek ruang tamu. Disana banyak kado yang dikirim temen-temen kamu tadi pagi. Mama berangkat dulu, ya. See you!" Hera mengecup singkat kedua pipi putrinya. Lalu berlalu dari ruang makan menuju teras.
"Makasih, Mama," gumam Cassie seraya melihat dimana tubuh Mamanya menghilang.
Ucapan itu berlanjut kepada Papanya yang juga telah menyelesaikan sarapan dan memperbaiki letak jam tangannya. Pria itu berdiri kemudian memeluk Cassie.
"Selamat ulang tahun, Nak. Papa pergi dulu, ya. Ada meeting penting hari ini." Dia mengecup pucuk kepala Cassie, merasakan Cassie mengangguk dalam dekapannya, dia melepaskan.
"Makasih, Papa," ucap Cassie tulus.
"Sama-sama. Papa pergi dulu, ya." Dia melambai, lantas melangkah dengan langkah besar tatkala mendengar teriakan Hera dari pintu depan yang memberikannya sinyal untuk cepat.
Cassie tersenyum menatap kepergian kedua orang tuanya. Mereka benar-benar sibuk. Cassie bahkan tidak bisa membayangkan betapa capeknya berada diposisi kedua orang dewasa itu. Cassie menghela napas.
"Makasih."
******
"HAPPY BIRTHDAY, CASSIE!"
Cassie ternganga tak percaya melihat ruang tamunya yang seperempat sudah dipenuhi oleh kotak-kotak kado. Serta teriakan teman-temannya yang menggema diseluruh ruangan. Dia menutup mulut, kemudian tersenyum haru melihat teman-temannya yang berjalan ke arahnya dengan sepotong kue ditangan Relly yang berdiri ditengah-tengah lingkaran.
"Make a wish!" seru Relly seraya menyodorkan kue di tangannya ke depan wajah Cassie.
Tanpa bantahan, Cassie segera memejamkan mata. Berdo'a kepada Tuhan tentang keinginannya di umur yang ke-23 tahun ini. Kemudian membuka mata dan meniup satu-persatu lilin yang ada diatas kue itu.
Tepuk tangan mengalun ketika semua lilin yang ada diatas kue telah padam. Cassie mendongak. Menatap satu persatu teman-temannya yang ada disana, lalu tersenyum haru.
"MAKASIH SEMUANYAA," teriak Cassie sambil merentangkan tangan lalu memeluk semua orang yang bisa dipeluknya.
Relly segera protes karena dia berada ditengah-tengah serta sedang memegang kue. Posisinya yang terjepit sangat tidak menguntungkan untuk melindungi kue malang itu hingga bertubrukan dengan tubuh Cassie dan mengotori baju gadis itu.
"Yah!" rutuknya kencang sambil berusaha melepaskan diri.
Pelukan itu berakhir. Cassie melangkah ke belakang pelan-pelan. Menunduk memandang bajunya yang kotor, lalu beralih ke kue ditangan Relly.
"Salah lo sendiri, lho, ya." Suara Relly terdengar diantara heningnya udara. Detik selanjutnya ledakan tawa menggema.
Cassie mengalihkan pandangan ke arah para lelaki yang sedang duduk diatas sofa sembari tergelak. Dia melemparkan buah Ceri yang ada diatas kue hingga mengenai kepala Viko. Kemudian semua orang beralih menertawakan laki-laki itu.
"Bagus, Cas, bagus. Lempar lagi," teriak salah satu laki-laki yang ada disana–yang Cassie kenal adalah salah satu mantan kakak tingkatnya yang menyapanya waktu di restoran lima bulan lalu.
"Gila lu!" Viko mendeliki laki-laki itu. Lalu menoleh pada Cassie. "Jangan, Cas. Sebagai teman yang baik, lo harusnya bersikap baik karena ini hari B'day lo," bujuknya pada Cassie.
Cassie melengos malas. "Yayaya, terserah cowok dah."
Relly tertawa melihat mereka.
"Happy birthday, Cassie. Semoga yang disemogakan tersemogakan, ya!" Hilla yang berdiri disebelah Relly merentangkan tangan. Cassie menyambutnya.
"Amin. Thanks, La!" ujar Cassie sambil melepaskan pelukan.
Lalu disusul oleh teman-temannya yang lain. Mereka mengucapkan Cassie happy birthday dan doa-doa terbaik yang mereka punya. Cassie mengucapkan terima kasih. Dikarenakan jumlah mereka yang sedikit–tidak sampai lima belas–acara ucapan selamat ulang tahun itu berlangsung sebentar. Karena kemudian, mereka asik berfoto-foto ria. Mengabadikan momen, lalu mengupload-nya kesosial media.
Cassie diam-diam selalu melirik ponselnya. Berharap ada panggilan masuk dari Arion. Dia terus melakukan itu hingga Relly menyadarinya dan bertanya,
"Arion nggak hubungin lo?"
Tepat sasaran. Cassie bingung harus menjawab apa.
"Lo gak coba hubungin dia duluan gitu?" tanya Relly kembali saat melihat keterdiaman sahabatnya itu.
Cassie menghela napas. Jemarinya mulai mengutak-atik ponsel, mendial nomor Arion sebelum menempelkan handphonenya ke daun telinga.
"HP-nya mati," kata Cassie pada Relly yang sedari tadi memperhatikannya.
"Tungguin aja."
Relly berkata seperti itu sambil berjalan ke arah Viko yang sedang diajak foto oleh teman-teman perempuannya yang lain. Dia mengusir semua perempuan itu, membuat mereka berdecak sebal.
Cassie memperhatikannya dalam diam. Bahkan sampai saat teman-temannya bersiap untuk pulang pun Arion belum menghubunginya.
"Thanks, ya, kalian udah repot-repot bikin ini. Padahal gue tau, kalian semua orang sibuk." Cassie berkata saat mengantarkan teman-temannya itu ke pintu utama rumahnya.
"Sans. Cuma dua jam, kok. Kami gak kerepotan juga. Ya, nggak, guys?" Hilla yang membalas. Sambil meminta pendapat yang langsung disetujui oleh teman-temannya yang lain, Cassie menghela napas lega.
"Yaudah. Hati-hati dijalan. Makasih sekali lagi, yaa!"
Mereka melambaikan tangan membalas Cassie. Lalu satu-persatu kendaraan roda dua maupun empat yang semula memenuhi pekarangan depan pintu utama rumah Cassie melaju mendekati gerbang, dan menghilang dibelokan jalan.
"Balik dulu, ye, Nae. Happy birthday!"
Siapa lagi yang selalu memanggilnya Maknae selain teman-teman satu jurusannya? Cassie tertawa kecil. "Hati-hati!" teriaknya memperingati mobil Hilla yang menggumamkan klakson lalu melaju melewati gerbang.
Jadi, tersisa Cassie dan Relly. Viko sudah pulang duluan karena panggilan mendadak dari Bundanya beberapa menit lalu.
Cassie menghela napas. Menundukkan kepala. Memperhatikan ponsel ditangannya yang sedari tadi tidak kunjung bergetar.
Cassie menoleh ke arah Relly ketika temannya itu menepuk bahunya dua kali.
"Coba tanya sama tante Rani?" usul Relly.
Cassie berpikir sebentar. Tidak ada salahnya bertanya langsung kepada Mama Arion. Baiklah. "Bentar, gue ganti baju dulu." Lalu dia berlari, meninggalkan Relly yang menggelengkan kepala melihatnya.