"Oh, Cassie?! Sini, masuk, Sayang. Kenapa nggak ngabarin Mama dulu mau main ke sini? Mama nggak lagi bikin apa-apa, lho."
Cassie langsung melangkah memasuki rumah Arion begitu Rani mempersilahkannya. Diikuti oleh Relly yang mensejajarkan langkah di sebelahnya.
"Nggak apa-apa, Ma. Aku cuma sebentar kok disini. Mau nanya sesuatu, hehe." Cassie menyengir menatap Mama Arion. Membuat wanita yang masih segar diusianya yang hampir setengah abad itu tersenyum.
"Ayo duduk dulu," kata Rani sambil mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk. Cassie dan Relly mengangguk. Mendudukkan bokong mereka di sofa yang muat untuk tiga orang. Sedangkan Mama Arion berjalan ke arah dapur sebentar. Meminta pekerja rumahnya membuatkan minuman untuk kedua gadis yang duduk diruang tamunya itu.
"Jadi, mau nanya apa, Sayang?" tanya Rani sesudah kembali dari dapur dan duduk di sofa tunggal disebelah sofa yang diduduki oleh Cassie dan Relly.
Cassie menatap wanita itu. Rautnya yang tersenyum teduh sangat terlihat menawan. Garis wajahnya tegas, namun matanya meneduhkan. Kerutan-kerutan disekitar matanya terlihat ketika dia tersenyum. Rambutnya yang sebahu digerai rapi hingga membentuk lekukan wajah yang cantik.
Matanya yang hitam sama seperti mata Arion. Mengingatkan Cassie kepada Arion yang selalu menatapnya dengan teduh. Tanpa sadar, Cassie menarik napas terlalu keras hingga membuat Mama Arion heran.
"Cassie?"
"Ya?"
"Mau nanya apa?"
Cassie memilin jarinya salah tingkah. "Hm ... anu, aku mau nanya. Arion ada ngabarin Mama? Kok dia gak ngabarin aku, ya? Bahkan dia gak ucapin ulang tahun. Maksudku, bukannya aku mau diucapin ulang tahun sama dia–meskipun mau banget, sih–tapi, kenapa dia nggak ngasih kabar? Gimana ya ngomongnya. Kenapa dia gak jawab telponku juga? Apa jangan-jangan dia sakit ya, Ma? Aku khawatir. Dia ada ngabarin Mama?"
Hening. Tidak ada yang menjawabnya.
Relly menahan tawa melihat raut cemas Cassie. Sangat kentara kalau sahabatnya itu sedang galau. Entah kemana perginya Cassie yang dia kenal. Intinya yang duduk disebelahnya sekarang ini, benar-benar bukan Cassie temannya.
Satu helaan napas keluar dari mulut Rani. Wanita itu menunduk. Tidak berani menatap Cassie. Jemarinya saling bertaut, irisnya bergerak ragu. Membuat Cassie mengernyitkan dahi tidak mengerti.
"Ma?" gumam Cassie seraya menyentuh punggung tangan Rani.
Rani tersentak. Menahan napas, kemudian mendongak menatap Cassie.
"Kenapa?" tanya Cassie heran.
"Arion ada ngabarin Mama, nggak?" lanjutnya sambil menatap Rani penuh harap.
Rani menghembuskan napas kasar. "Enggak. Dia belum ngabarin Mama, Cas. Mungkin lagi sibuk."
"Begitu, ya." Cassie mengangguk-angguk mengerti walaupun sorot kecewa tidak bisa ditutupi dari sinar matanya. Dia menghela napas lalu menunduk.
"Kalian masih tahan sama hubungan jarak jauh, Sayang?" Kali ini Rani yang menyentuh punggung tangan Cassie. Membuat Cassie berjengit. Bukan karena tindakan Mama Arion, melainkan karena ucapan wanita itu.
"M-maksud, Mama?" tanya Cassie pelan.
"Ya, kalian 'kan nggak dalam satu negara yang sama. Siapa tau nanti salah satu dari kalian ada yang nyakitin, maksud Mama–hei, siapa tau 'kan banyak setannya gitu? Semua orang bisa kegoda kalau lagi banyak pikiran. Hm, entahlah. Itu terserah kalian. Coba kamu hubungi lagi Arionnya, siapa tau udah aktif." Rani mencoba untuk terlihat biasa saja, namun napasnya yang terdengar panik tidak bisa membohongi kalau dia sedang tidak baik-baik saja.
Relly menyipitkan mata curiga.
"Sebentar." Cassie mengutak-atik handphonenya.
Sementara Cassie sibuk dengan ponselnya, seorang pelayan wanita datang membawa tiga gelas orange jus diatas nampannya. Dia meletakkan tiga minuman itu diatas meja. Menunduk sopan kepada Mama Arion, dan setelah mendapat satu anggukan dia berlalu kembali ke dapur.
Cassie menghela napas lesu ketika pesannya tidak kunjung diterima oleh Arion. Hanya terkirim, tidak tersampaikan.
"Diminum dulu, Cassie, Relly," kata Rani, membuyarkan lamunan Cassie. Seraya tersenyum, wanita itu mengambil minumannya. Diikuti oleh Relly yang mengangguk.
"Aku ke toilet sebentar, Ma." Cassie beranjak. Setelah mendapat anggukan dari Rani, dia segera melangkah menuju toilet yang paling dekat dengan ruang tamu.
"Tante ...." Sebelum memasuki toilet sepenuhnya, Cassie mendengar Relly berbicara. Tapi dia tidak mendengar kelanjutannya karena keburu masuk toilet dan melakukan urusannya.
*****
'Aku B'day hari ini, kamu lupa ya?'
'Ar, kamu sibuk?'
'Kalau udah aktif, bales pesanku ya'.
'Arion. Kamu kemana?'
'Kamu lupa aku ultah hari ini?'
'Arion? Kamu kemana sih? Kenapa gak bales-bales?'
'Sesibuk itu?'
'Ariooon'.
Cassie menghela napas kasar membaca pesan-pesan tidak terbacanya pada Arion. Ditengah kesibukan pikirannya, satu pesan dari asistennya membuyarkan semua lamunannya. Cassie membuka pop-up dilayar ponselnya.
"Cas, kita ada klien. Lo bisa ke butik sekarang?" begitu Cassie membaca isi pesannya, dia langsung menyimpan ponselnya ke dalam tas. Mencuci tangan di wastafel toilet khusus tamu rumah Arion, kemudian mulai beranjak keluar.
Rani dan Relly mengalihkan atensinya kepada Cassie ketika Cassie mendudukan diri kembali di sofa. Dia meminum minumannya sedikit, lantas menatap Mama Arion dengan pandangan tidak enak.
"Ma, aku pulang dulu ya. Tiba-tiba ada kline di butik. Kapan-kapan mampir lagi," pamitnya seraya mencium punggung tangan Rani. Rani menganggukkan kepala walaupun terkejut karena Cassie tiba-tiba ingin pulang.
"Ah, ya. Hati-hati dijalan, dan maaf ya Mama gak bisa bantuin kamu," katanya menatap Cassie dengan pandangan bersalah.
"Nggak apa-apa, Ma. Pulang dulu, ya. Ayo, Ly."
Relly mengangguk sambil bangkit dari duduknya. Dia ikut mencium punggung tangan Mama Arion. Tersenyum, walaupun kilat matanya terlihat sedikit sinis.
"Pulang dulu, ya, Tante."
"Hati-hati ya kalian."
Cassie tak sempat berbalik. Jadi, dia hanya mengangguk sambil terus berjalan. Relly dibelakangnya dengan santai berjalan, melewati pintu utama dan menghilang dari pandangan Mama Arion yang perlahan menghela napas berat.
"Maafin Mama, Cassie."
*****
Cassie menggerutu melihat macetnya jalan ketika mereka sudah keluar dari komplek rumah Arion. Dia menyalip salah satu truk, memperlambat laju mobil ketika didepan banyak mobil-mobil yang berhenti karena lampu merah.
Cuaca sangat panas karena hampir pertengahan hari. Matahari menyengat, seolah memberitahu penduduk bumi bahwa tidak ada yang lebih panas daripada dirinya. Jalanan yang macet membuat Cassie bertambah resah hingga dia menggerutu sebegitu nafsunya.
Relly dikursi sebelah kemudi menggelengkan kepala heran.
"Diem, deh, Cas. Pusing tahu," katanya mengernyitkan alis.
"Macet banget, Ly. Gue mau cepet ini, nanti kliennya nge-cancel."
Relly tak habis pikir. Dia menatap ke depan dengan lurus. Kemudian kembali menatap Relly ketika teringat sesuatu.
"Lo ngerasa aneh gak sama tante Rani?" katanya memulai pembicaraan.
Cassie menoleh. Menyetel AC mobilnya supaya pas, kemudian bertanya, "Aneh gimana?"
"Aneh aja gitu."
"Gue gak tau aneh menurut pandangan lo."
Relly menghela napas kesal. "Tapi gue setuju. Mending lo gak usah terlalu berharap, nanti sakit. Gue ingetin nih, ya. Kalau dalam waktu dua puluh empat jam Arion gak ngabarin lo, percaya sama gue. Dia gak akan ngabarin lo lagi sampai dia balik ke Indo," kata Relly seraya menatap Cassie yang tengah menyetir dengan serius.
"Apaan sih, lo!" Cassie menoleh sambil berdecak.
"Gue saranin, mending cari cowok lain dah. Jangan berharap yang gak pasti. Lupain dia kalau dalam 24 jam dia gak balas lo. Gue serius, Cas!" sentak Relly saat Cassie malah menempelkan punggung tangannya ke dahinya. Seolah memeriksa apakah dirinya demam atau tidak.
"Kebentur apa lo sampe ngelantur gini?" tanya Cassie geli. Dia tak mengindahkan suara Relly yang meninggi, menurunkan tangannya kemudain fokus menyalip mobil-mobil yang menurutnya lambat hingga menghalangi jalan.
Relly memutar bola matanya mata. "Gue serius. Mending cari laki-laki lain deh, Cas. Yang pasti. Gue gak mau lo nyesel!"
Cassie menoleh dengan sebal. "Lo aneh tahu, nggak!"
"Terserah!" sentak Relly menyerah. Dia mengalihkan pandangan keluar jendela. Menatap mobil-mobil yang juga terjebak macet lalu gedung-gedung pencakar langit. Kembali menghela napas berat tatkala harus menyembunyikan apa yang ia ketahui.
Dia melirik Cassie yang fokus menyetir. Merasa prihatin dengan keadaan sahabatnya itu. Relly menghela singkat.
****
Cassie melangkah memasuki rumahnya dengan lesu. Tas tangannya ia campakan begitu saja disofa ruang tamu yang belakangnya masih penuh dengan kado-kado dari teman-temannya.
Dia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Memejamkan mata sambil menghela napas letih.
Jam baru menunjukkan pukul 19.00 malam. Cassie baru pulang karena menemani kliennya memilih bahan serta membuat sketsa yang begitu melelahkan–karena kliennya banyak maunya–membuat Cassie yang telah lesu karena tidak kunjung mendapat balasan dari Arion bertambah lesu karena kelelahan.
Cassie membuka mata kala mendengar langkah high heels mendekat ke arahnya. Wajah Mamanya langsung terlihat saat Cassie sudah sadar sepenuhnya. Dia kembali menghempaskan tubuh ketika Mamanya mendudukkan diri disofa tunggal.
"Baru sampe, Cas?" tanya Hera sambil menyandarkan tubuh ke sandaran sofa.
Dengan mata terpejam, Cassie menganggukkan kepala. "Iya, Ma."
Lalu mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Cassie membuka matanya. Baru akan mendudukkan diri kalau saja pertanyaan Mamanya tidak membuatnya kembali menjatuhkan diri ke sofa.
"Kamu udah putus, ya, sama Arion?"
"Kata siapa?!" kata Cassie dengan nada tinggi.
Hara meringis. "Oh, belum ya. Kapan kamu mau putus sama dia?"
What?! Pertanyaan macam apa itu?!
Cassie refleks bangun dan duduk dengan tegap. "Mama ini ngomong apa, sih?!" sentaknya membuat Hera sedikit berjengit.
"Yang sopan kamu Cassie!" Hera spontan menghardik Cassie karena heran melihat sikap anaknya yang sangat sensitif itu.
Cassie tersentak. Dia lalu mengalihkan pandangan dengan kesal. Membuat Hera menghela napas berat.
"Mama udah dengar tentang Arion dari Rani. Kenapa kamu nggak cari laki-laki lain aja? Apa perlu Mama yang cariin?"
Cassie tidak mengerti apa yang Mamanya bicarakan. Sudah cukup dia lelah hari ini. Dia hanya ingin beristirahat, kenapa rasanya susah sekali?
"Ngomong apa, sih, Ma? Mama mau jodohin aku?!"
"Bukan. Kenapa kamu milih bertahan? Jelas-jelas--"
Cassie mengangkat tangan menandakan Mamanya untuk berhenti bicara. "Cukup. Cassie capek buat hari ini. Cassie mau istirahat dulu. Good night, Ma," katanya sambil menyambar tas tangan diujung sofa. Berlari ke arah kamar. Meninggalkan Hera yang mengernyit tidak habis pikir dengan sikapnya.
"--jelas-jelas Arion mengkhianati kamu. Kenapa kamu gak cari yang lain aja?"
Terlambat. Cassie sudah menghilang dibalik pintu kamarnya. Dia jelas tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Hera. Dan itu membuat Hera sedih karena merasa Cassie tidak mau mendengarnya.
"Night too, Sayang."