Chereads / The Title: Nevtor Arc - Second Phrase / Chapter 11 - Chapter 28 Trio Title Physical

Chapter 11 - Chapter 28 Trio Title Physical

"Wah, wah, wah. Tampaknya kita mendapatkan tangkapan besar hari ini. Umpan memo dan gadis itu rupanya cukup ampuh."

Sontak saja suara tersebut memecah keheningan kami. Dengan serentak kami mendaratkan pandang pada pemilik suara itu yang berasal dari belakang. Dua orang berpakaian serba hitam dengan tudung yang menutupi wajah mereka. Tidaklah bisa dipungkiri jikalau mereka mempunyai aura jahat.

Salah seorang di samping kanan merupakan pemilik suara tadi. Berperawakan tinggi dan membawa dua buah belati yang disembunyikan pada belakang pinggangnya. Dari otot tangan yang besar dan nada suara, sudah dipastikan dia seorang pria. Sedangkan satu lagi. Tinggi badannya setara dengan Aurora dan Walru. Serta lekukan tubuh yang ramping dan kulitnya yang putih cerah bisa tebak bahwa ia adalah wanita.

Meski cukup tersentak kaget atas kedatangan mereka, namun aku lebih memusatkan pikiranku tentang maksud dari perkataan pria tadi. Kata 'Umpan, 'Memo' dan 'Gadis'. Tiga hal tersebut tampaknya mengacu dari hal yang kami temui hari ini.

Ungkapan memo, nampak merujuk pada secarik kertas yang ditemukan oleh Feek. Lalu kata 'Gadis', sepertinya itu mengarah pada Lena yang terikat di penginapan tadi. Kedua hal tersebut bisa disimpulkan jikalau itu merupakan perencanaan yang mereka buat. Tentu, dengan tambahan kata 'Umpan', memperjelas bahwa kesimpulanku itu memiliki alibi yang kuat.

"Tiga Title Physical muda? Terlebih salah satunya seorang wanita." Sang wanita bertudung itu berkacak pinggang sambil berpaling melihat Aurora. "Mungkin ketua akan senang jika kita membawanya sebagai hadiah buruan. Dan tentunya, beliau akan memberikan bonus besar pada kita," ungkap wanita itu, ia berdecak lidah cukup keras.

"Kau benar sekali, Yeter! Akan bagus jika kita membawanya. Hadiah menggiurkan sudah pasti kita dapatkan," tambah pria di samping dengan senyum tipis.

Meski perkataan mereka terdengar jelas akan berbuat sesuatu pada dirinya, gadis dingin berambut ungu itu tidaklah menunjukan sama sekali respon. Dia hanya membisu dengan tatapan sedingin es yang mungkin bisa membeku'kan apapun.

"Jika ingin selamat ... sebaiknya serahkan semua barang yang kalian miliki. Tentunya, beserta gadis berambut ungu itu." Pria itu mengacungkan jari telujuk pada Aurora seraya tersenyum tipis.

"Heh, mana mungkin kami menuruti perintahmu yang bodoh itu," balas Walru sembari berkacak pinggang. Dia kemudian menghunus pedangnya dan mengarahkan ke depan setinggi kepala.

Senyuman hilang dari raut Sang pria tudung itu. Beberapa detik kemudian, pria tersebut pun mulai berlari maju sambil menarik kedua belati-nya. Di susul Walru yang juga menerjang ke depan. Suasana yang seketika hening pun langsung dimeriahkan oleh suara gemerincing logam yang beradu.

Cringg!!

Belati dan pedang mereka saling bertabrakan satu sama lain tanpa jeda. Menciptakan sesaat percikan bunga api pada mata bilahnya ketika beradu. Lalu, kedua senjata itu pun menempel dengan penggunanya yang saling bertukar pandang. Senyum-senyum tipis terukir di antara kedua petarung tersebut yang saat ini berupaya untuk memukul mudur satu sama lain.

"Dengan senjata lemah seperti itu, kau tak mungkin bisa melukaiku!" Sang pria bertudung itu mulai bersilat lidah, lalu menghentakan kakinya ke lantai cukup keras hingga menimbulkan retakan pada tanah.

Bagaikan hilir sungai yang mengalir deras ke hulu, tangan pria itu seketika mendapat energi dan mampu memukul mundur pedang milik lawannya. Membuat pijakan Walru melebar dan posisinya sedikit goyah. Pada kesempatan bagus itu pria bertudung lantas melayangkan tendangan lurus kepada musuh di depannya. Namun, dengan respon cepat, Walru pun langsung melompat dan seraya di udara ia melakukan tebasan menukik.

Cringg!! Kedua senjata tajam mereka kembali berbenturan. Sang pria itu membentuk pertahanan dengan kedua belati-nya yang silangkan. Sementara itu, Walru berupaya keras untuk menembus perlindung musuhnya tersebut. Namun miris, anak itu tidak mampu melakukan perlawanan yang lebih. Dia pun memilih mengalah lalu menjaga jarak.

Aku pun lekas mengambil langkah. Menerjang maju sembari menghunus pedang di punggungku lalu kuhadapkan menyamping. Dengan mengamati pertarungan mereka tadi, saat ini aku paham akan pola gerakan lawan.

Pandang pria bertudung itu berpaling padaku. Ia menawarkan senyum licik dan memanggil nama dari teman di belakangnya. Dengan respon, wanita itu lantas memajukan kedua tangan dan membuka lebar-lebar telapak tangannya sembari mulutnya berkomat-kamit.

"Low Magic: Flame Ball!"

Tercipta sebuah sihir bola api besar dari telapak tangannya. Meluncur padaku dengan efek kobaran api yang panas dan tempo yang lumayan cepat.

Dekat dan semakin dekat, sihir tersebut hendak membakar diriku.

"Technique: Dodge!" Sesaat aura putih menyelimuti kedua kaki, diriku lekas menggeser tubuh ke arah kiri secepat kilat. Persekian detik saat sihir bola itu bisa menghantam diriku.

Nyaris saja, batinku. Diriku bernafas sejenak kemudian menerjang maju lagi. Menuju pria bertudung itu yang saat ini masih dalam posisinya. Setelahnya, sayatan horizontal dan vertikal pun aku layangkan setiba pada jangkauannya.

Cringg!!

Dengan mudah pria tersebut dapat menangkis dua seranganku. Bahkan ia menyempat diri untuk tersenyum. Seolah-olah serangan tadi tidak berarti sama sekali baginya.

Kulanjutkan dengan melakukan tendangan lurus, namun, kembali pria itu mampu menahan lagi. Senyumannya tidak pudar sedikitpun dari bibirnya. Sekali lagi, aku kembali mengayunkan pedang. Serangan berkala hingga memeriahkan pertarungan kami yang hiruk pikuk suara gemerincing logam.

Pria itu tertawa. "Kau pikir bisa melukaiku dengan serangan seperti ini?!" Sang pria bertudung tersebut menghentakan kakinya. Momen yang sama seperti yang terjadi pada Walru. Dia mampu memukul mundur pedangku sekaligus melebarkan jarakku.

"Mati kau ...." Dengan tatapan haus darah pria itu melayangkan belati-nya secara menyilang.

Untungnya aku dapat menangkis serangannya. Di waktu sama, kumajukan telapak tangan kiri seraya berkonsentrasi. "Technique: Blind!" Asap hitam keluar deras dari tangan kiriku. Menyelimuti persekitaran oleh warna kegelapan yang pekat.

Namun itu bukan perkara bagiku. Lantaran musuhku di depanku dalam keadaan panik, akupun langsung melesatkan tendangan sabit dan tepat menghantam perut pria bertudung itu cukup keras. Dia terhempas jauh, namun entah ke mana. Pada waktu yang sama sambutan lain datang. Sihir bola api yang sama seperti sebelumnya meluncur padaku. Tentu dengan pengalaman, aku hanya perlu menghindari menggunakan teknik 'Dodge' miliku.

Itu mudah sekali.

Aku berselebrasi di dalam hati.

Angin berhembus kencang dan membersihkan asap hitam. Dari kejauhan terlihat pria bertudung yang terlentang di tanah namun masih dalam keadaan sadar. Di sisi lain, penyihir wanita itu menatap tajam diriku. Mereka masihlah prima. Pertarungan ini mungkin akan berlangsung lama.

Pria bertudung itu bangkit. Kami saling bertukar pandang. Kemudian, ia melirik sesaat wanita di samping kanannya sambil berbisik sesuatu. Setelahnya, pria itu pun maju seraya memberikan mimik menyeringai padaku.

Tanpa memikir apa lagi, aku juga menerjang maju. Saling tarik menarik bagaikan kutub magnet, kami bersiap untuk berbenturan. Namun, seketika langkah pria tersebut terhenti. Kemudian melompat tinggi hingga tatapanku terus menyorot padanya. Aku sadar setelahnya, bahwa ada hal mengejutkan dan mengerikan di depanku saat ini. Sihir bola api dari wanita bertudung itu muncul kembali dihadapanku. Jaraknya benar-benar tipis.

Lebih lagi, sangat mustahil bisa menghindari itu.

"Cih ...."

Diriku hanya bisa mematung kaku di tempat. Lantaran menatap sihir panas menyekat di depan mataku yang hendak membakar diriku kapan saja.

"Technique: Wind Slash!"

Tanpa terduga seseorang melompat di depanku, lalu membabat sihir bola api tersebut dengan pedangnya yang terselimuti warna kehijauan. Melakukan tebasan berkala ia mampu mematahkan sihir tersebut tanpa kendala. Kemudian, dengan luwes sosok itu pun memasukan pedangnya ke sarung yang berada di pinggang.

"Jika ingin menang ...," pemilik suara lembut itu tidak lain dan tidak bukan ialah Aurora, "kita harus bekerja sama!" Dia menatapku dengan mimik khas dinginnya. Tatapan yang tidak mengalami perubahan sedikitpun.