Malam hari yang begitu gelap. Aku terbangun dari fase tidurku lantaran mendengar suara bising. Aku lekas bangkit dan duduk meski dalam kondisi yang masih kantuk. Memperhatikan sekitar kamar seraya memastikan bunyi apa itu. Dan tak lama bunyi itu kembali aktif. Terdengar dari arah samping kiriku. Lebih tepatnya arah kamar tidur Clain.
Tatapanku beralih pada sumber itu. Walau minim cahaya sebab lilin kamar yang mulai redup, aku masih bisa melihat jelas sosok yang membuat bising tersebut. Clain yang tengah mengasah pedang. Terus menggosokan senjatanya itu pada sebuah batu asah yang ia genggam di tangan kanan, yang siapapun pasti terbangun karena bunyi keras yang ditimbulkan.
Clain yang melihat diriku terbangun lantas menghentikan aktifitasnya seraya menatapku. "Ah, maaf membuat terbangun," ujarnya lirih.
"Kenapa kau mengasah pedangmu malam-malam begini?" Tanyaku penasaran. Sesekali aku menahan mulutku dari menguap.
"Tadi aku tidak sempat untuk melakukannya, sebab aku baru kembali dari tugas tadi siang." Dia kembali mengasah kembali pedangnya. Suara yang sama kembali terdengar.
"Besok aku akan melakukan ekspedisi. Jadi aku harus mempersiapkan persenjataan sedini mungkin," tambahnya. Pemuda berambut biru dongkar itu terlihat begitu serius. Terlepas dari bermacam misi yang kujalani bersamanya, ia tidak pernah seserius ini.
Namun hal yang membingungkan diriku adalah...
Apa itu [1] "Ekspedisi'?
***
Pagi berikutnya. Beberapa para Title Physical termasuk diriku berkumpul di latar depan markas Petinggi Title Knight. Cukup mendebarkan dan gugup sebab pertama kali aku dipanggil ke tempat ini. Yah mungkin yang lain pun merasa demikian.
Dari Title Physical yang hadir di sini semuanya aku kenali. Meski ada satu orang namanya masih dalam data kosong di kepalaku.
Tak lama kami hanya menunggu dan berdiri, datang tiga orang dari pintu depan markas. Dua orang pria dan satu wanita. Satu pria adalah Title Knight berambut merah yang seluruh badannya melekat jirah biru terang yang tampak kokoh. Juga pedang besar di punggungnya dia tampak begitu kuat. Sedangkan wanita di sampingnya bermantel abu-abu serta membawa sebuah gada yang menempel di pinggulnya. Tidak ketinggalan simbol Helm Ksatria di pipinya, menunjukkan kalau wanita itu seorang Title Fighter. Pemuda di belakang mereka sudah sangat kukenal. Yah tentu saja, Clain. Dengan tampilan yang sama seperti sebelumnya. Namun kali ia membawa pedang kelas pendek.
Mereka berhenti tepat di depan kami. Memberikan tatapan tanpa senyum. Keadaan yang begitu tegang yang belum kurasakan sama sekali semenjak menjadi Titlelist. Mungkin ini momen yang sama pada saat tes Kekuatan di Sektor Selatan waktu itu.
"Perkenalkan namaku Feek," ujar Title Knight berambut merah itu. Dia sedikit beranjak maju dari posisi sebelumnya. "Seperti yang kalian tahu kalau ini adalah ekspedisi. Mungkin kalian belum memahami itu, jadi biar kujelaskan terlebih dulu ...."
Singkatnya, [1] Ekspedisi merupakan sebuah tugas yang cukup berat dan berbahaya. Tidak seperti misi tingkat normal yang hanya berfokus pada penyelamatan, pengantaran barang dan pengawalan yang Titlelist tingkat apapun bisa lakukan. Ekspedisi cenderung sebuah tugas yang dilakukan secara darurat dan hanya orang terpilih yang boleh ikut. Tentu dengan tingkatnya yang berbahaya, terkadang sering menimbulkan kematian.
Begitulah penuturan beliau.
Secara garis besar aku sudah paham arti dari tugas tersebut. Namun di sisi lain, diriku cukup kaget juga bahwa aku terpilih dalam melaksanakan tugas berat ini. Takut atau senang, aku tidak tahu emosi apa yang bisa harus kutentukan.
Yah mungkin karena ketegangan ini, emosi takutlah yang lebih dominan.
"Baiklah akan kulanjutkan ...," pria berjirah itu kembali berbicara, "mengenai informasi yang didapat, bahwa ada sebuah desa di wilayah selatan yang mengalami serangan dari kelompok kriminal. Sebelumnya komandan sudah mengirim empat Title Physical dan satu Title Fighter untuk melakukan pengintaian. Namun sayangnya, hanya satu orang saja yang kembali dari tugas itu."
"Satu orang itu adalah rekanku sesama Title Fighter," tambah Title Fighter wanita di belakang pria itu. Dia memasang mimik yang tampak menyeramkan. "Dia mengalami banyak luka saat kembali. Namun untungnya hanya luka ringan saja. Dirinya pun mengatakan jikalau desa tersebut telah diserang oleh lima orang. Terlebih salah satu pelaku adalah Title Fighter," tuturnya.
Itu semua terdengar tidak asing dibenak diriku. Desa, lima orang dan salah seorang Fighter. Ingatan tersebut membawaku pada masa 3 bulan lalu sebelum aku sampai di Kota Lanc.
"Maka dari itu tugas kita adalah menangkap dan membawa kelompok kriminal tersebut. Namun, jika mereka melawan sebisa mungkin kalian membunuhnya," tegas Feek. "Baiklah itu saja penjelasan ekspedisi ini. Jadi persiapkan diri kalian. Kita akan berangkat lima menit lagi." Pria berjirah itu membalikkan tubuh dan berjalan menjauh. Di iringi dua orang di belakangnya, mereka pun kembali ke dalam markas bersimbolkan tameng besar.
Aku segera mempersiapkan diri. Mengenakan pelindung diri itu hal utama. Juga senjata tentunya itu alat yang harus dibawa.
Pedang pemberian Izzle. Pedang yang selalu kubawa jika menjalani sebuah misi. Strukturnya cukup ringan dan ketajaman pun juga amat bagus. Bahkan Clain yang ahli dalam menilai senjata berkata demikian.
Selesai melakukan persiapan, aku duduk sejenak seraya menatap sekeliling. Melihat-lihat Titlelist lain yang tengah sibuk. Walru, orang yang pertama kulihat. Dari tebakanku, mungkin berkat potensi yang luarbiasa ia dapat terpilih dalam ekspedisi ini. Di lain sisi, ada gadis berambut ungu yang beberapa hari ini kutemui. Dengan tampilan yang masih sama. Dingin dan juga tertutup. Yah sama dengan diriku.
Lima menit berlalu. Setelah sedikit intruksi dari Feek kami pun lekas menaiki kereta yang sudah tersedia dan duduk di kursi terbuka bagian belakang yang umumnya untuk mengangkut barang. Usai semua siap sang kusir pun mulai memacu kereta kuda dan roda mulai berputar.
Berjalan menyisir jalan setapak di kota kami seraya memerhatikan aktifitas para masyarakat yang hingar bingar penuh kata-kata. Mulai dari pedagang yang menjajalkan produknya, juga tawar-menawar para konsumen yang begitu luwes. Tidak ketinggalan anak-anak kecil yang berlari mengiringi langkah demi langkah kereta kami dengan penuh kegembiraan. Hingga semua mulai hilang, tatkala kami tiba di gerbang kota dengan pintu yang berukuran raksasa. Juga beberapa penjaga gerbang yang bersiaga.
Melewati gerbang hembusan angin pagi langsung menyambut kami. Suasana sejuk nan sedikit dingin. Di sisi lain pun bau bunga-bunga di tepi padang rumput yang berada di kanan dan kiri juga ikut memeriahkan. Wangi semerbak yang membuat lebah dan kupu-kupu ingin segera hinggap.
Namun sayangnya ... itu semua ... tidaklah sesuai dengan atmosfir kami saat ini.