Written by : Siska Friestiani
Dear, Husband. I Love You : 2021
Publish Web Novel : 8 Maret 2021
Instagram : Siskahaling
*Siskahaling*
Rio mendengus begitu keluar dari ruang kerjanya. Sial! Rio gelisah sendiri sekarang. Gelisah karena cemas. Dengan apa perempuan itu kemari? Taksi? Bagaimana jika terjadi sesuatu ketika perempuan bodoh itu kemari?
"Arrghhhh!!!" teriak Rio frustasi. Ada apa dengan dirinya sebenarnya? Kenapa sekarang ia cemas hanya karena memikirkan Ify datang kemari menggunakan taksi? Demi Tuhan!! Ia biasanya tidak pernah perduli dengan apa dan kemana perempuan itu pergi. Tapi sekarang, kenapa memikirkan itu ia menjadi gelisah.
Di tengah kegelisahannya, Acha, sekretarisnya datang, namun terkejut begitu melihat bossnya berdiri didepan ruang kerja terlihat seperti..... Frustasi?
"Ada yang bisa saya bantu, Sir?" tanya Acha. Rio menghela nafas, mencoba menghilangkan kegelisahannya.
"Apa jadwal ku hari ini?" tanya Rio.
"10 menit lagi anda ada rapat dengan Sindunata grup, Sir. Dan setelahnya Mr. Jack menunggu anda di Royal Hotel, beliau ingin membahas tentang kelanjutan pembangunan hotel di Thailand" jelas Acha dengan senyum profesional miliknya.
"Hanya itu?"
"Yes, Sir"
"Siapkan berkas rapat dengan Sindunata Grup. Aku akan menyusul" ucap Rio lalu beranjak dari sana tanpa menunggu jawaban Acha.
Rio melangkah tergesa. Meraih ponselnya disaku celana. Menghubungi seseorang.
"Jo"
"Yes, Sir" jawab Jo di seberang sana.
"Jaga ruanganku. Pastikan Ify tidak beranjak sejengkal pun dari sana"
"Sesuai perintah anda, Tuan"
*siskahaling*
Ify sampai bosan sendiri menunggu Rio yang tak kunjung datang. Bukannya apa-apa, namun sekarang perutnya terasa perih karena sejak pagi tidak terisi nasi sedikit pun. Rencananya Ify akan makan setelah selesai mengantar makan siang untuk Rio. Ify tidak menduga akhirnya seperti ini. Dan dengan bodohnya Ify tidak memakan makan siang yang ia bawa dengan alasan itu milik Rio.
Mencoba mengalihkan rasa perih di perutnya, Ify menatap setiap sudut ruang kerja Rio. Ify berdecak kagum, selera suaminya memang tidak perlu diragukan lagi. Nuansa abu-abu dan hitam yang mendominasi diruangan ini menambah kesan mewah dan elegant. Bahkan sebagian besar dinding di ruangan ini diganti dengan kaca besar sehingga dapat melihat pemandangan luar dari lantai teratas di gedung ini.
Kegiatan Ify terganggu ketika ponselnya bergetar. Dan segera menjawab panggilan begitu melihat siapa yang meneleponnya.
"Bi Martha!! Astaga, aku merindukanmu" Ify bersorak girang.
Martha perempuan berusia 51th itu terkekeh diseberang sana. Martha adalah pembantu di rumah Mama mertuanya dulu. Namun perempuan itu sekarang bekerja bersama Rio. Rio cukup dekat dengan Martha. Martha bahkan sudah ikut bekerja dengan keluarga Amora sejak Mario kecil. Tidak heran jika Rio tidak mau menggunakan jasa lain selain Martha untuk mengurus rumahnya.
Tapi sudah seminggu perempuan itu pergi ke kampung halamannya. Putranya menikah, dan Rio tentu saja memberi izin.
"Bibi juga sangat merindukanmu" balas Martha.
"Bagaimana seminggu tanpa Bibi dirumah? Kamu kerepotan?" Ify menggeleng, lalu tersadar Martha tidak bisa melihatnya.
"Tidak, Ify tidak kerepotan Bi" jawab Ify.
"Tuan masih tidak ingin memakan masakanmu?"
Ify meringis perih mendengar pertanyaan Martha.
"Hmm, tapi Ify yakin, suatu saat Rio mau makan masakan Ify" jawab Ify penuh keyakinan. Menular pada Martha yang ikut tersenyum diseberang sana.
"Bibi besok kembali. Bibi harap kamu tidak keberatan membagi lagi pekerjaan mu pada perempuan tua ini"
Ify terkekeh "Tentu, dengan senang hati" jawabnya.
"Sudah dulu ya, Nak. Bibi harus bersiap untuk besok"
"Iya, Bi. Ify tunggu di rumah"
Dan setelahnya sambungan terputus.
Ify tersenyum lega. Akhirnya ia tidak perlu sendiri lagi di rumah. Martha kembali dan ia ada teman mengobrol lagi di rumah. Martha bahkan mengetahui bagaimana hubungannya dengan Rio. Dan perempuan itu selalu menghiburnya saat Rio membuatnya bersedih.
Namun, sengatan rasa perih di perutnya kembali terasa. Ify mengerang pelan. Mendesis ketika sadar, Magh-nya kambuh. Dan ini bukan sesuatu yang baik.
*siskahaling*
Rio menghela nafas lelah. Akhirnya pekerjaannya hari ini selesai. Dan ia harus bergegas keruangannya. Ify masih menunggu disana.
Berjalan sedikit tergesa, Rio melepas simpul dasi yang terasa mencekik lehernya dan membuka dua kancing kemejanya.
"Ify di dalam?" tanya Rio. Jo mengangguk "Nyonya didalam Tuan, saya berjaga didepan sejak tadi" jawab Jo. Lalu dengan cekatan meraih jas dan dasi yang Rio berikan padanya.
Rio membuka pintu ruangannya, hal pertama yang ia lihat adalah Ify yang meringkuk di sofa. Sepertinya perempuan itu tertidur.
Rio berjalan mendekat, ingin melihat Ify lebih dekat. Namun saat jaraknya semakin dekat dengan Ify, Rio mendengar suara rintihan pelan dari bibir perempuan itu. Rio tau, ada yang tidak beres.
Rio menyibak rambut yang menutupi wajah Ify. Wajahnya pucat, berkeringat, bahkan bibir Ify tidak berhenti merintih kesakitan.
"Ify?" Rio menepuk lembut pipi chubby itu, mencoba membangunkan istrinya. Namun hanya rintihan yang Rio dapat. Mata Ify bahkan masih tertutup.
Rio cemas, panik tentu saja, sekaligus khawatir melihat kondisi Ify.
Ada apa dengan perempuan ini, kenapa jadi seperti ini.
Ketika Rio ingin membopong Ify, perhatiannya beralih pada paper bag yang masih rapi berada di meja sofa.
Shit!!!
Bodoh! Perempuan ini benar-benar bodoh! Rio tidak tau lagi berapa dimana tingkat kebodohan istrinya ini. Iya istri, kalian tidak perlu kaget. Ify memang istrinya. Bukankah begitu?
Tak menunggu lama, Rio membopong Ify dengan gaya bridal lalu menendang pintu ruang kerjanya agar terbuka.
"Siapkan mobil. Kita kerumah sakit!" perintah Rio sembari menatap Jo tajam.
"Sekali lagi kau lalai menjaga istriku" Rio mendesis marah "Akan ku lobangi kepalamu Jo" tambahnya. Lalu beranjak lebih dahulu meninggalkannya Jo dibelakang.
Rio yang membopong Ify dengan keadaan tidak sadarkan diri tentu saja menarik perhatian para karyawan kantor. Banyak bisik-bisik yang terdengar dan Rio mengacuhkannya. Yang lebih penting sekarang adalah, Ify harus segera ia bawa ke rumah sakit.
Begitu Rio sampai di depan kantor, BMW yang di kendarai Ray sudah menunggu di depan. Jo dengan sigap membukakan pintu untuk Rio.
Rio memangku Ify di pangkuannya setelah menyuruh Ray untuk membawa mobil secepat yang ia bisa. Matanya tak pernah lepas dari wajah Ify yang semakin pucat dan berkeringat dingin.
"Lebih cepat, Ray!" pinta Rio tak sabaran. Tangannya yang bebas pun tak berhenti mengusap wajah Ify yang pucat.
Sial! Perempuan ini kenapa selalu membuatnya gelisah akhir-akhir ini.
"Ehmm" Rintih Ify di tengah ketidaksadarannya.
"Fy, Ify?" Rio mencoba mendapatkan kesadaran Ify, namun hanya rintihan kesakitan yang ia dapatkan.
"Tahan sebentar, gue mohon. Kita akan segera sampai di rumah sakit" pinta Rio penuh permohonan. Dikecupnya tangan Ify yang ada di genggamannya.
'Tahan sebentar lagi, Fy. Gue mohon'
***