Written by : Siska Friestiani
Dear Husband I Love You : 2021
Publish Web Novel : 20 Maret 2021
Instagram : Siskahaling
*siskahaling*
"Brakkkk"
Ify terlonjak kaget ketika pintu ruang kerja Rio terbuka kasar. Rio datang dengan wajah memerah menahan marah. Ify menunduk takut.
"Pranggg!"
Rio membanting paper bag berisi makan siang yang Ify bawa hingga isinya berhamburan keluar. Lalu mencengkeram bahu Ify keras. Ify sampai meringis menahan sakit.
"Kenapa? Kenapa lo datang dan mengacaukan hidup gue hah!! Kenapa" teriak Rio keras. Tidak memperdulikan Ify yang sudah gemetar karena takut.
"Arghhh. Yo.. Sa- sakit, Yo" ringis Ify kesakitan.
"Gara-gara lo gue nampar Shilla, Fy. Gara-gara lo!" bentak Rio tidak perduli Ify yang sudah meringis kesakitan karena cengkraman di bahunya.
"Kenapa lo masih disini? Kenapa lo nggak pergi aja? Kenapa harus lo yang nikah sama gue? Kenapa bukan Shilla? Kenapa gue yang harus tanggung jawab sama diri lo? Kenapa Fy? Kenapa harus gue?"
Tangis Ify semakin hebat seiring dengan setiap kata menyakitkan yang Rio ucapkan. Seburuk itukah dirinya?
"Jangan bikin hati gue bimbang Ify, Jangan bikin gue bingung sama hati gue sendiri. Tolong Fy, tolong jangan kayak gini, jangan bikin gue bingung.."
Cengkraman Rio di bahu Ify melemah seiring dengan nada biacara Rio yang juga melirih.
"Gue harus gimana, Alyssa..." lirih Rio lalu jatuh terduduk dilantai kantor. Bahunya gemetar. Bingung dengan dirinya sendiri. Ify adalah istrinya, dan perempuan itu perlahan mulai berhasil masuk ke hatinya. Tapi ia juga punya Shilla, perempuan yang dulu begitu ia cintai. Dulu? Kenapa dulu? Bukankah sekarang ia juga masih mencintai Shilla? Tetapi kenapa hatinya tidak suka ketika pikirannya berkata ia mencintai Shilla?
Ify menangis tergugu. Rio benar, ini semua adalah salahnya. Kerena dirinya, Shilla dan Rio tidak bisa bersama. Karena dirinya Rio melewati hari-hari yang tidak menyenangkan. Semua ini memang salahnya. Andai saja ia dan Rio tidak bertemu. Pasti Rio dan Shilla sudah bahagia sekarang.
"Maafin aku, Yo" lirih Ify yang kini tertunduk menatap Rio dengan segala rasa bersalah.
Ify ikut berjongkok menyamakan tingginya dengan Rio. Diusapnya wajah tampan suaminya itu dengan tangan bergetar. Haruskah ia pergi? Rela kah ia meninggalkan rutinitas yang sudah ia jalani selama menjadi istrinya Rio? Bisakah ia menjalani hari-harinya tanpa Rio disisinya?
Kamu bisa Ify. Demi kebahagian Rio, kamu harus bisa melakukannya.
"Aku minta maaf, Mario" ucap Ify dengan senyum yang ia paksakan.
"Setelah ini, berjanji lah untuk selalu hidup bahagia, hmm?" tambah Ify, lalu dikecupnya puncak kepala Rio penuh perasaan.
'Maafin Ify, Ma. Maaf, Ify tidak bisa menepati janji Ify ke Mama untuk terus di samping Rio. Karena kebahagian Rio ternyata bukan hidup bersama Ify"
*siskahaling*
Ify berlari meninggalkan ruang kerja Rio dengan air mata yang masih mengalir deras. Hatinya sesak. Nyeri bahkan sampai membuat susah bernapas. Rio benar, ini semua terjadi karena dirinya.
Didepan kantor, Ray -supir yang kini Rio pekerjakan khusus untuk Ify- masih menunggu disana. Lalu dengan cekatan membukakan pintu untuk Ify. Sebelum akhirnya memutari mobil duduk di kursi kemudi.
"Kita kembali ke rumah, Nyonya?" tanya Ray. Tidak ingin terlalu banyak bertanya kenapa majikannya menangis. Ray masih tau batasan.
Ify menggeleng "Aku nggak mau pulang" jawab Ify dengan suara serak, khas menangis "Ke TPU Melati aja, Ray. Aku rindu Ayah sama Bunda" tambah Ify lalu dengan patuh Ray mengikuti perintah Ify.
Perjalanan begitu hening. Hanya terdengar sesekali suara isakan Ify. Begitu juga Ray yang tidak berani membuka suara.
Perkataan Rio kembali berputar di kepalanya. Membuat Ify kembali menangis. Ini salahnya, semua ini salahnya. Rio tidak bisa hidup bersama Shilla karena dirinya. Jika dia tidak datang di kehidupan Rio semuanya tentu akan berbeda bukan? Rio tidak perlu menikahinya. Rio tidak perlu hidup dengan perempuan menyusahkan seperti dirinya.
Mereka sampai setengah jam kemudian. Ray segera membukakan pintu mobil untuk Ify "Makasih, Ray" ucap Ify lirih. Ray mengangguk "Sama-sama, Nyonya" jawab Ray.
"Aku akan disini mungkin sedikit lama" ucap Ify.
Ray menyahut "Saya akan menunggu Nyonya disini"
Ify mengangguk saja, lalu beranjak menuju tempat peristirahatan terakhir kedua orangtuanya.
"Bunda, Ayah....." sapa Ify tanpa perduli air matanya kembali mengalir deras. Ify mau menangis sepuasnya disini. Di depan kedua orang tuanya. Ify lelah, ia boleh istirahat sejenak bukan?
"Ify kangen kalian" Ify mulai bermonolog. Karena walaupun ia tidak mendapatkan jawaban dari kedua orang tuanya, Ify tau mereka melihat dan mendengarnya dari sana.
"Maafin Ify baru sekarang jenguk Ayah sama Bunda"
"Maafin Ify, Ify menjenguk Ayah sama Bunda dalam keadaan seperti ini"
"Bunda..." lirih Ify penuh kesakitan "Kenapa susah sekali menjadi istri yang baik untuk Rio Bunda? Ify... Ify bahkan membuat Rio harus terpisah dengan Shilla. Orang yang Rio cintai. Ify harus bagaimana Bunda?" Ify terus menangis, menceritakan gundah hatinya kepada Makam bertuliskan Larasati tempat peristirahatan sang Bunda.
"Ayah..." Ify mengusap makam Handoko disebelah makam Laras.
"Ify kangen Ayah usapin rambut Ify kalau Ify nggak bisa tidur" ucap Ify sambil menghapus air matanya.
"Maafin Ify nggak bisa jadi gadis kuat seperti yang Ayah inginkan"
"Padahal Ayah selalu bilang Ify itu gadis Ayah yang kuat, Ify nggak boleh nangis" Ify semakin terisak.
"Tapi Ify nggak bisa, Yah. Rasanya sekarang hati Ify sakit sekali" Ify menekan kuat dadanya. Berharap rasa sakitnya segera hilang.
"Ayah bilang kalau ada yang bikin Ify nangis, Ayah akan pukul orang itu kan, Yah?" Ify kembali melanjutkan.
"Tapi orang yang bikin Ify nangis sekarang itu orang yang Ify cintai, Yah. Jadi Ayah jangan pukul Rio ya?" Ify mengambil nafas lebih dalam. Mencoba mengontrol nafasnya yang mulai sesak karena terus menangis.
"Rio nggak salah, Ayah. Yang salah itu Ify. Karena Ify..." Ify tercekat tak bisa melanjutkan kalimatnya. Namun Ify sebisa mungkin melanjutkan ucapannya
"Karena Ify yang bikin hidup Rio berantakan Ayah. Karena Ify yang udah bikin Rio menderita sama pernikahan yang nggak Rio mau. Semuanya salah Ify, Yah"
Kenapa? Kenapa rasanya sakit sekali? Melihat Rio di kondisi seperti tadi benar-benar menyakitkan, sekaligus meruak rasa bersalahnya semakin besar.
"Apa Ify harus ngelepasin Rio, Bun? Membebaskan Rio dari ikatan pernikahan yang selama ini nggak Rio mau?" Ify semakin terisak, lalu menggeleng cepat.
"Tapi.. tapi Ify cinta sama Rio, Bunda. Apa Ify bisa kalau harus ngelepasin pernikahan yang selama ini sudah Ify pertahanin sekuat mungkin?"
"Kalau gitu, jangan lo lepas" suara itu menyela diantara percakapan Ify dengan kedua orangtuanya. Ify terkejut, Ify sangat mengenal suara bariton itu.
"Rio..?"
***