Chereads / Dear, Husband. I Love You. / Chapter 14 - Gelisah

Chapter 14 - Gelisah

Written by : Siska Friestiani

Dear Husband, I Love You : 2021

Publish Web Novel : 6 April 2021

Instagram : Siskahaling

*siskahaling*

"Sayang?" suara Rio terdengar menuruni tangga. Pria itu masih belum siap dengan setelan kerjanya. Dasi dan jasnya bahkan ia gantung begitu saja di lengan kanannya.

"Aku di ruang makan, Yo"

Buru-buru Rio menuruni anak tangga setelah suara merdu milik istrinya terdengar. Senyumnya semakin mengembang melihat istrinya sedang menyiapkan sarapan di meja makan.

"Pasangin" rajuk Rio mengulurkan dasi dan jasnya kepada Ify. Ify tersenyum sambil menerima jas dan dasi yang Rio berikan.

"Biasanya juga pakai sendiri" sindir Ify melirik suaminya. Rio cemberut membuang muka.

"Itu kan dulu. Sekarang kan udah ada kamu. Males pakai sendiri" jawab Rio acuh. Ify hanya membalas dengan kekehan saja.

"Oh, iya. Waktu aku di jalan pulang kemarin, Mama nelfon. Katanya besok kita disuruh ke rumah Mama" ucap Ify masih dengan luwes memasangkan dasi suaminya.

Rio mengernyit, mengingat sesuatu.

"Besok hari apa?"

"Hari Minggu, sayang"

Bibir Rio berkedut menahan senyum mendengar jawaban Ify.

"Ulangi" pinta Rio. Ify menatap Rio bingung.

"Apanya?" tanya Ify.

"Itu tadi, kamu manggil aku apa?"

"Sayang?"

"Iya itu, panggil aku sekali lagi" pinta Rio lagi.

Ify tersenyum, heran dengan permintaan suaminya.

"Sayang?" ulang Ify namun kali ini dengan tatapan lembut penuh cinta. Pipi Rio bersemu merah.

"Kamu lucu" Ify terkekeh, sembari memasangkan jas ke tubuh Rio.

"Awas aja, nanti kamu aku bales" walau pun di ucapkan dengan nada kesal, Rio tak bisa menyembunyikan sorot matanya, yang kini menatap Ify bahagia. Rio bahagia, ketika ia menjadi satu-satunya alasan yang membuat istrinya tertawa.

"Selesai" ucap Ify menatap puas Rio yang sudah rapi dengan setelan kerjanya.

Seperti yang sudah-sudah, Rio akan memberikan hadiah kecupan lembut di kening istrinya. Upah sudah memasangkan dasi. Kata Rio saat itu.

Lalu keduanya beranjak ke meja makan.

"Bibi Martha kemana?" tanya Rio ketika ia tidak melihat wanita paruh baya itu sejak tadi.

"Di dapur" jawab Ify. Rio mengangguk lalu meminum kopinya.

"Maaf ya, cuma ada nasi goreng. Aku lupa belanja bahan masakan ke supermarket" ucap Ify penuh sesal. Rio mengusap puncak kepala istrinya. Menenangkan.

"It's okey. Asal kamu yang masak. Apa aja nggak masalah untuk sarapan"

"Gombal" Rio hanya terkekeh saja.

"Kalau gitu besok bisa kan ke rumah Mama?" tanya Ify lagi meminta kepastian.

"Bisa" jawab Rio singkat.

"Mama bilang, Mbak Hanum juga bakalan datang besok" ucap Ify sambil memakan nasi gorengnya. Tanpa mengetahui raut wajah Rio yang menegang mendengar ucapannya barusan.

"Yo? Rio?"

"Hah? Kenapa Fy?" Rio tersentak mendengar panggilan Ify.

"Kamu kenapa? Kok ngelamun?" tanya Ify heran.

"Aku nggak papa" jawab Rio sembari berusaha tersenyum. Namun malah terlihat aneh oleh Ify.

"Beneran nggak papa? Kok kamu kayak aneh gitu"

"Aku nggak papa sayang" kali ini Rio tersenyum lembut, sambil mengusap pipi chubby Ify.

"Aku berangkat ya?" pamit Rio lalu beranjak dari meja makan. Ify mengangguk, mengantar Rio sampai ke depan pintu.

"Hati-hati ya" Ify meraih tangan kanan Rio lalu menyalami tangan suaminya. Di ciumnya punggung tangan Rio dengan takzim. Yang di balas Rio dengan kecupan lembut di keningnya.

"Oh, iya" Rio berbalik, menatap Ify dengan tatapan menyesal.

"Nanti siang aku makan siang di luar ya? Ada rapat sama klien di hotel garden. Sekaligus makan siang disana. Kamu nggak papa kan?" ucap Rio meminta izin, sorot matanya menatap Ify penuh permintaan maaf.

"Iya, nggak papa. Aku nanti makan siang di rumah aja sama Bibi Martha. Kasihan juga kalau Bibi selalu makan siang sendirian di rumah" jawab Ify penuh pengertian. Rio menghela nafas lega. Istrinya benar-benar perempuan luar biasa.

"Makasih sayang, aku berangkat ya" pamit Rio, lalu melangkah menuju mobil dengan Jo yang sudah menunggu disana.

***

Ify memutuskan untuk ke supermarket siang ini. Di antar Ray tentu saja. Banyak bahan serta sayur yang harus Ify beli. Persediaan bahan masakan di rumah sudah habis.

Ify memilih beberapa sayuran serta daging lalu di masukkan kedalam keranjang belanjaan. Ify mengambil beberapa jagung mengingat Rio begitu menyukai bakwan jagung buatannya.

"Mbak Hanum?" Ify terkejut melihat sosok perempuan yang ia kenali juga berada di supermarket yang sama. Hanum Pramudya. Sepupu Rio dari pihak Ibu.

"Ify?" perempuan itu juga tak kalah terkejut. Lalu melangkah mendekati Ify.

"Loh Mbak Hanum sudah di Jakarta? Ify kira besok sampainya karena Mama bilang Mbak besok juga datang ke rumah Mama" ucap Ify dengan senyum ramahnya.

"Aku rencananya juga mau besok, Fy. Tapi biasanya kalau ada acara kumpul begini aku ikut bantuin Tante Manda buat masak. Jadi ya aku mutusin buat datang lebih awal" jelas Hanum, Ify mengangguk mengerti.

"Mbak lagi belanja juga?" tanya Ify yang melihat keranjang belanjaan Hanum sudah penuh terisi.

"Iya, rencananya mau sama Tante Manda, belanja buat keperluan besok. Tapi Citra merengek nggak mau ditinggal sama beliau, jadinya aku berangkat sendiri" jawab Hanum.

"Sekalian beli jagung juga buat di sup. Rio suka banget sama sup jagung soalnya" Hanum kembali menambahkan. Senyum Ify memudar. Hatinya saja tiba-tiba resah.

"Oh, iya kamu sama Rio apa kabar?" tanya Hanum.

"Baik mbak" jawab Ify singkat. Hanum tersenyum.

"Syukurlah kalau gitu. Soalnya Rio agak emosional orangnya. Aku takut kamu sama Rio malah sering bertengkar. Tapi Alhamdulillah kalau kalian baik-baik aja" Ify hanya tersenyum menanggapinya.

"Ify duluan ya Mbak?" pamit Ify.

"Oh, iya. Aku juga harus cari bahan lainnya Fy. Sampai ketemu besok ya" Ify lagi-lagi hanya tersenyum lalu beranjak meninggalkan Hanum yang kembali melanjutkan berbelanja.

***

Rio menatap jengah kliennya. Bukan apa-apa, hanya saja laki-laki itu dari tadi tidak berhenti mempromosikan kelebihan putrinya yang kini sedang tersenyum menatapnya penuh minat.

"Dinda ini lulusan Harvard University, Sir, lulusan terbaik diangkatannya" Pratama masih gencar mengatakan kelebihan putrinya di hadapan Rio.

"Kalian bisa saling mengenal--"

"Saya tidak tau jika rumor yang mengatakan anda tidak profesional ternyata benar, Mr. Pratama" Rio memotong perkataan Pratama.

Pratama terkejut mendengarnya.

"Suka mencampur adukkan pekerjaan dengan urusan pribadi anda" ucap Rio datar

"Putri anda cantik. Sayangnya jadi tidak memiliki harga diri karena perlakuan Ayahnya sendiri" Rio menyesap kopinya yang mulai dingin.

"Maksud anda, Sir. Jangan sembarang--"

"Apa anda selalu menjajakan putri anda seperti dagangan kepada klien anda yang lain?" tanya Rio masih dengan nada datar. Menyorot tajam pada Ayah dan anak di hadapannya.

Wajah Pratama memerah, begitu pun Dinda yang merasa malu sekali.

"Anda tau jika saya sudah menikah bukan?" Rio kembali membuka suara.

"Istri saya sangat cantik, Mr. Bahkan jauh lebih cantik dan berkelas dari pada putri anda" Rio memainkan cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya.

"Jadi? Apa saya harus melepaskan berlian demi kerikil seperti putri anda ini?" ucap Mario lalu terkekeh yang membuat emosi Pratama tersulut.

"Jaga ucapan anda Mr. Amora!" ucap Pratama penuh emosi.

"Putri saya jelas jauh lebih baik dari pada istri anda sekalipun" Rio hanya terkekeh mendengarnya.

"Ayo Dinda! Kita pergi dari sini" ucap Prtama lalu beranjak dari sana. Diikuti putrinya yang menyusul di belakangnya.

Rio menghela nafas. Memijat keningnya yang terasa pusing. Tidak sekali dua kali Rio mengalami kejadian seperti ini. Apalagi dulu ketika ia belum menikah dengan Ify.

"Sial!! Mengganggu saja" desis Rio kesal. Jika tau begini ia lebih memilih makan siang bersama istrinya di ruangan kerjanya. Menikmati bakwan jagung terenak buatan istrinya. Ahhh, ia jadi merindukan istri mungilnya itu.

***

"Kamu kenapa, Fy? Ada yang ganggu pikiran kamu?" tanya Rio menatap wajah istrinya yang sendu.

"Aku nggak papa" jawab Ify lirih.

"Aku tau ada yang ganggu pikiran kamu" Rio menyibak rambut Ify yang menutupi wajahnya. Mereka kini sedang berbaring di ranjang. Siap untuk tidur.

"Masih nggak mau cerita?" tanya Rio. Ify mendongak menatap Rio yang menunggunya untuk bicara.

"Tadi aku ketemu Mbak Hanum di supermarket" ucap Ify. Ify merasakan tubuh Rio menegang di pelukannya.

"Nggak tau kenapa, aku ngerasa ada yang aneh sama Mbak Hanum" ucap Ify menambahkan.

"Itu cuma perasaan kamu aja sayang" ucap Rio mengecup puncak kepala istrinya.

"Aku harap juga gitu" lirih Ify

"Jadi..." Rio memperbaiki posisi Ify. Membawa Ify keatas tubuhnya.

"Apa yang istri ku makan siang tadi?" tanya Rio mencoba mencairkan suasana sekaligus mengalihkan pembicaraan. Rio tidak suka melihat raut wajah sedih istrinya.

"Tidak pedas, tidak asam. Sesuai perintah dari suami Ify" jawab Ify dengan senyum mengembang. Melupakan Hanum yang dari tadi mengganggu pikirannya.

"Kalau gitu aku harus memberikan hadiah untuk istri yang penurut bukan?" Rio menatap jahil. Ify bersemu merah. Tau hadiah apa yang akan Rio berikan.

"Jadi, mau aku yang cium kamu duluan, atau kamu yang memulai?" tawar Rio yang mendapat cubitan dari Ify di pinggangnya.

*siskahaling*

Halloooo...

Rio Ify (RiFy) kembali. Terimakasih sudah membaca....

See you next Chapter guys....