Chereads / Dear, Husband. I Love You. / Chapter 5 - Marah

Chapter 5 - Marah

Written by : Siska Friestiani

Dear, Husband. I Love You : 2021

Publish Web Novel : 06 Maret 2021

Instagram : Siskahaling

*siskahaling*

Rio menggeram kesal, memukul stir mobil dengan kasar saat ada berkas yang ketinggalan. Bahkan rapat setengah jam lagi akan di mulai dan ia harus kembali lagi hanya untuk mengambil berkas sialan itu. Ini semua karena ia terlambat bangun. Coba saja Ify membangunkannya, mungkin ia tidak akan terlambat. Tunggu, Ify? Sejak kapan Ify muncul di dalam pikirannya?

Lagi pula, Rio bisa saja memerintah Jo untuk mengambil berkas yang tertinggal. Dan memang Jo tadi sudah menawarkan diri untuk mengambilnya. Tapi Rio menolak. Entah kenapa, bangun tidak melihat perempuan yang berstatus istrinya itu membuat Rio uring-uringan.

Sial!! Kenapa ia jadi begini? Perempuan itu kenapa menyebalkan sekali!

Belum sampai Rio masuk ke pagar rumah, ia melihat Lamborghini hitam di depan rumahnya dan melihat Ify yang baru saja keluar dari sana. Rio samar-samar melihat orang yang ada di dalam mobil dan dia tau jelas itu adalah seorang pria.

Melihat itu hati Rio panas sendiri. Bahkan tanpa sadar tangannya sudah mencengkram kuat stir mobilnya. Apa lagi di tambah Ify tersenyum sambil melambaikan tangan kepada pria itu. Membuat Rio benar-benar murka.

Setelah memastikan mobil itu sudah pergi, Rio langsung masuk dan memarkiran mobilnya di halaman depan. Ify yang memang belum sempat masuk sedikit bingung saat jam segini Rio sudah pulang.

Tanpa banyak bicara, Rio langsung keluar dan saat itu juga menarik kasar tangan Ify. Ify yang tiba-tiba di tarik paksa oleh Rio pun terkejut lalu meringis merasakan tangannya perih karena cengkraman tangan Rio. Namun Ify hanya diam, ia tau Rio sedang marah sekarang. Tapi marah kenapa?

"Brukkk"

Rio langsung menghempaskan Ify di sofa ruang tamu dan mengurung Ify dengan kedua lengan kokohnya. Sedangkan Ify hanya bisa meneguk ludahnya dalam saat mengetahui posisinya dan Rio saat ini. Dan bahkan raut muka Rio sangat menakutkan. Mungkin ia tidak akan bernapas lagi setelah ini.

"Siapa pria tadi?" Ify terkejut bukan main saat Rio bertanya tentang itu. Apa Rio tadi melihatnya? Celaka!

Ify bungkam, bingung jawaban apa yang tepat ia katakan untuk menjawab pertanyaan Rio agar suaminya ini tidak salah paham. Dan otak Ify entah kenapa tidak bisa memikirkan jawaban yang tepat untuk Rio. Ditambah lagi tatapan tajam Rio saat ini. Membuat Ify susah memasok oksigen ke paru-parunya.

"Jawab gue!!" bentak Rio membuat Ify semakin katakutan.

"I- i- itu Gab- riel Yo, temen lama aku" jawab Ify terbata. Bahkan bagi Ify ini marah Rio yang paling menakutkan dari sebelum-sebelumnya.

"Drttt... drtttt"

Ponsel Rio bergetar, membuat Rio tak jadi mengucapkan kata-katanya. Dengan wajah kesal dan tanpa melihat siapa yang menelepon Rio mengangkat panggilan itu.

"Ada apa" tanya Rio to the point tanpa kata sapaan terlebih dahulu. Bahkan nadanya terdengar membentak

"Maaf, Sir, rapat sudah akan dimulai, Tuan Gabriel sudah datang. Beliau--"

"Batalkan" perintah Rio final. Terdengar dari nada bicaranya yang tegas dan memerintah. Bahkan Acha sang sekretaris belum sempat menyelesaikan kata-katanya.

"Tapi, Sir- "

"Batalkan atau kamu saya pecat!" telak. Pernyataan itu pertanda bahwa perkataan Rio mutlak harus di laksanakan.

"Baik, Sir" balas Acha. Lalu tanpa menunggu lama Rio mematikan sambungan telepon dan membuang ponselnya asal. Untung jatuh tepat di sofa hingga ponsel tak berdosa itu tidak menjadi korban. Sedangkan Ify masih menunduk takut. Tak berani sedikit pun untuk melirik Rio. Dan Ify bisa pastikan ini adalah kebodohan yang pernah ia lakukan yang paling fatal.

Rio menarik dagu tirus Ify sehingga membuat Rio dapat melihat dengan jelas wajah tirus istrinya itu. Matanya menatap tajam mata cantik Ify yang terlihat sendu dan tersirat rasa takut disana.

Sedangkan Ify dalam hati mengagumi ciptaan Tuhan yang ada di hadapannya saat ini. Tapi Ify bergidik ngeri menatap wajah menakutkan Rio. Ify lalu memejamkan matanya. Ia sudah pasrah menerima apapun yang akan Rio lakukan padanya.

Namun sudah beberapa menit tidak terjadi apa-apa dengan dirinya. Hingga akhirnya Ify merasa cekalan di dagunya terlepas dan Rio yang sudah beranjak dari sana.

Ify menunduk lesu. Ia merasa bersalah telah membuat Rio semarah ini. Bahkan ini marah yang membuat hati Ify nyeri. Lebih baik ia menerima cacian, hinaan dan bentakan Rio. Dari pada mendapat amarah dari Rio yang seperti ini.

"Maaf, Mario"

*siskahaling*

"Brakkkk!!!"

Rio membanting pintu dengan keras. Marah? Tentu. Tapi kali ini ia marah pada dirinya sendiri. Seharusnya ia tidak bersikap seperti itu ke Ify. Toh, selama ini pernikahannya juga tidak pernah ia inginkan. Dan mau dengan siapa Ify dekat itu juga bukan urusannya.

Tapi kenapa tadi ada rasa tak suka saat Ify memberikan senyum itu kepada pria lain? Senyum yang selama ini hanya Ify berikan padanya. Walaupun ia sendiri tak pernah memberikan senyumnya kepada Ify.

"Arrrghhh"

Rio mengacak-acak rambutnya frustasi. Seharusnya ia tidak perlu memikirkan ini. Ini sama sekali bukan urusannya. Mau dengan siapa perempuan itu jalan juga bukan urusannya. Tapi...

Rio menghela nafas, seberapa besar ia menyangkal, sebesar itu pula rasa nyeri yang timbul di hatinya. Perlahan Rio mendekati meja kerjanya, lalu mendaratkan bokongnya di kursi kerja, menyandarkan tubuh tegapnya dan perlahan memejamkan mata berusaha mendinginkan otaknya.

"Ckleekkk"

Suara derit pintu terdengar. Menampilkan sosok Ify yang kini sedang menatap Rio yang tertidur di kursi kerja dengan tatapan sendu. Rasa bersalah pun berkecamuk di hati Ify. Rasa bersalah karena telah membuat Rio marah padanya.

Langkah Ify perlahan mendekati Rio lalu menatapnya. Seperti biasa Ify selalu memuji ketampanan Rio jika suaminya itu sedang terlelap seperti ini. Ify lalu menyelimuti tubuh Rio dengan selimut yang ia bawa.

Entah mendapat keberanian dari mana, Ify tiba-tiba saja mengusap lembut puncak kepala Rio. Lembut, rambut lembut Rio membuat Ify tidak ingin berhenti rasanya untuk mengusapnya. setelah puas mengusap puncak kepala Rio perlahan Ify mendekati wajahnya lalu mengecup kening Rio sayang.

"Maafin aku Mario, maaf selama ini aku nyusahin kamu, aku sering buat kamu marah-marah karena tingkah bodoh aku. Aku minta maaf" lirih Ify, lalu terisak.

"Tadi aku nggak sengaja ketemu Gabriel di supermarket" lanjut Ify menjelaskan. Tidak perduli Rio mendengarnya atau tidak karena pria itu sedang tidur. Karena Ify hanya punya kesempatan seperti ini jika suaminya itu sedang tidur.

"Kami hanya mengobrol lalu setelah itu Gabriel mengantar ku pulang" Ify mengusap air matanya.

"Aku minta maaf, selama ini aku selalu menyusahkan mu" Ify kembali mengusap puncak kepala Rio. Setelah dirasa cukup, Ify memilih keluar dari sana. Sebelum nanti Rio terbangun dan menemukannya ada disini malah semakin bertambah buruk.

Rio perlahan membuka kedua matanya, lalu menatap pintu ruang kerjanya yang sudah tertutup kembali. Mario tidak sepenuhnya tidur, ia sudah terbangun tadi ketika mendengar Ify masuk keruang kerjanya. Tapi Rio membiarkan saja.

Dan begitu Ify menjelaskan tadi, entah apa yang ia rasakan sekarang. Ia sendiri pun tidak tau. Namun yang ia tau bahwa ia sangat nyaman saat Ify mengusap puncak kepalanya ditambah Ify tadi mengecup keningnya. Ketulusan dan kenyamanan yang Rio rasakan. Bahkan ia tak pernah merasakan senyaman ini sebelumnya.

***