Sabtu, 18.00 PM
Setiap rasa mungkin menjadi teka-teki, tidak selalu cinta, bahkan yang disangka setia bisa pergi meninggalkanmu begitu saja, kata-kata aku cinta banget sama kamupun benar-benar tak berlaku sekarang.
"Aku pul.... Nenek?"
"Jak segini baru pulang kelayaban kemana aja kamu?"
"Latihan Nek"
"Ini orang rumah pada kemana?, Sepi begini?"
"Mama sama papa kerja Nek"
"Kerja apa sampe sore banget begini?"
"Assalamualaikum.."
"Walaikumsalam"
"Aku ke kamar dulu Nek"
"Yaudah"
"Mama"
"Kamu masih aja kerja ya Ta, kamu seharusnya di rumah"
"Ma, duduk dulu yuk"
"Keluarga Ali mau dateng kesini malem ini"
"Ma Rita udah bilang kan Rita gak mau"
"Kamu tau kan ta utang kita banyak, kita harus ngorbanin ini dong"
"Mama kan bisa minta Rita buat bayar, Rita kerja buat usahain semuanya"
"Kelamaan ta, papa kamu udah sakit-sakitan, kamu gak ngerti"
"Gak sama jodohin anak aku juga Ma, ini sama aja Mama jual anak-anak aku"
"Ta, kita udah ngomongin ini berulang kali kan"
"Ma Rita udah kehilangan Raisa, Rita gak mau kehilangan Jennie juga"
"Itu kamunya aja didiknya gak bener, bisa-bisanya anak sendiri bunuh diri"
"Itu karena mama mau jual anak Rita ke mafia yang gak jelas, Mama dan Papa yang punya hutang kenapa keluarga rita yang jadi sasarannya ma?"
Plak !
"Jaga ya omongan kamu, karena kamu tu anak Mama, ya pantes dong Mama minta bantuan kamu"
"Mama bukan minta bantuan, Mama malah nuntut bantuan dari aku"
"Itu hak Mama Ta, kamu anak Mama"
"Dan hak aku juga buat nolak perjodohan ini, ma anak aku masih SMA, itu sama aja mama eksploitasi kebebasan mereka"
"Mama cuma menyelamatkan masa depan mereka ta"
"Menyelamatkan dibagian mananya ma?, Mama gunain anak-anak Rita buat bayar hutang mama"
"Apa salahnya sih Ta"
"Ma Jennie bukan boneka Ma"
"Mama gak mau tau kita harus sambut keluarga ali"
"Sampai kapanpun Rita gak mau Ma"
"Mau atau tidak, Jennie harus tetap nikah sama Ali"
"Mama pernah gak sih ma, mikirin sekali aja perasaan Rita Ma?"
"Rita, hidup kita bukan hanya masalah perasaan aja, uang Ta uang"
"Astagfirullah mlMa istigfar"
"Kamu jangan bawa-bawa agama, jangan merasa paling bener"
"Rita gak nyangka mama berubah sebegitu cepat cuman karena uang, judi dan alkohol, semoga Mama cepet sadar Ma, kalau apa yang Mama lakuin itu salah"
"RITAAAA"
Sementara di tempat lain, hati yang kacau menyambut dirinya yang malang, bahkan sedetikpun dia belum beranjak dari tempat duduknya, entah semilir angin sorepun tak mampu mengusik ketenangannya.
"Kenapa Jen?" Ucapnya frustasi.
"Duh le' le' turun, kamu tu piye toh udah malem masih nangkring di atep, turun masuk angin toh le' nanti kamunya" teriak Hana dari bawah.
"Iya eyang"
Ketenangan seakan terenggut jauh dari asanya, berganti menjadi ketakutan yang tak ada akhirnya, entahlah semuanya berjalan begitu cepat mengalir begitu saja.
"Mau pakek terong?"
"Iya"
"Kamu teh jadi beliin Jennie bunga daysi?"
"Gak Eyang"
"Kenapa?"
"Belum sempet"
"Trus kenapa tadi pagi gencar banget nanyain Eyang tempat yang jual bunga itu"
"Bahkan bunga itu udah ada di dalam tas aku dari tadi pagi Eyang" - batinnya lirih.
"Ban, kamu ada masalah?"
"Ah enggak kok Eyang"
"Kamu tu kalau boong Eyang tau loh"
"Gak ada Eyang"
"Kamu ada masalah sama Jennie?"
"Hmmmm"
"Sini duduk deket Eyang"
...
"Kamu tau, kadang ada seorang yang tulus dan mampu sabar dalam segala hal tanpa melibatkan emosi dalam kisahnya, karena emosi bisa menghancurkan keadaan walaupun sekecil apapun itu"
...
"Kamu boleh kesel sama dia, tapi inget dia orang yang selalu ada buat kamu, jangan mentingin ego kamu, Jennie wanita yang sabar, tapi kesabaran orang ada batasnya"
"Tapi Eyang...."
"Ya kalau kamu beneran cinta sama dia, kalau enggak ya gak papa, Eyang cuman bilang penyesalan itu datangnya diakhir"
🔻🔺🔻
Sabtu, 18.45 PM
Sayup suara angin kencang yang menadakan hujan akan datang membasahi bumi, memekak mengantikan sunyi, Jennie berdiri menghadap jalanan luar yang sepi dari balcon atas kamarnya, hidupnya, masa depannya dan segala macamnya sudah hancur sekarang, apalagi yang akan membuat luka dihatinya semakin menganga sekarang?.
"Jen buka pintu"
Tok tok
"Jen Mama mohon"
To tok
Kreekk.....
"Mana tas kamu?"
"Kenapa Ma?"
"Masukin baju kamu sekarang"
"Emang aku mau kemana Ma?"
"Pergi dari rumah ini"
"MA !"
"jennie kita gak ada waktu"
"Apa sih Ma"
"Cepet !"
Dengan sangat terpaksa Jennie mengemasi bajunya, walaupun perasaan bingung menyeruak di dalam otaknya, apa yang terjadi.
"Ma kenapa sih"
"Kamu keluar dari pintu belakang, Mang Karyo udah disana, kamu nginep di rumah Tante Gina dulu, nanti kalau nenek kamu udah balik ke kalimantan Mama baru jemput kamu, cepet Jen sebelum mereka dateng dan bawa kamu dari Mama"
"Mereka siapa Ma?"
"Cepet"
"Iya"
"Jangan sampai ketauan Nenek, Nenek lagi mandi, diem diem"
"Ma..."
"Nanti Mama jelasin Jen"
Jennie berlalu begitu saja, setelah pintu itu tertutp rita meluruh di lantai begitu saja, semenyajitkan itu takdir yang tuhan coba jelaskan kepadanya, akibat dosa orang tuanya, anak-anaknya harus menanggung hal yang seharusnya tidak mereka terima.
"Maafin Mama Jen, seharusnya mama udah kirim kamu keluar negeri, Mama belum bisa jelasin sama kamu apa yang udah terjadi Jen, maafin Mama"
Semetara Jennie yang sudah di dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah hanya mampu memejamkan matanya menikmati rasa kecewa yang luar biasa, apalagi yang tuhan rencanakan untuk hidupnya.
"Mang.."
"Iya non"
"Emang siapa yang mau datang"
"Ma...fia non"
"Mafia?"
"Iya non orang yang mau di jodohin sama non Raisa waktu itu, tapi kan gak jadi karena non Raisa bunuh diri"
"Maksud mamang, target yang mau dijodohin sekarang itu aku?"
"Maaf non, sepertinya iya"
Demi tuhan, hidupnya sudah sangat terluka, bahkan keluarganya sendiri sudah menjualnya tanpa dia ketahui, sebegitu tidak pentingkah dia di mata mereka.
Hiks.
Hiks..
Hiks...
"Non...."
"Mang bawa aku ke tempat kak Raisa"
"Tapi non ini udah malam"
"Please Mang"
"Baik Non"
TPU jeruk purut, bahkan tempat seram ini jauh lebih damai dari pada rumahnya, disini dia bisa menumpahkan rasa sakitnya, menangis sesukanya tanpa ada orang yang akan marah kepadanya.
"Assalamualaikum kak, apa kabar?. Pasti kakak udah tenang kan?, Hiks... Aku mau cerita sama kakak. Hidup kadang selucu itu ya kak, menyakiti tanpa ampun. Kak bentar lagi kakak punya ponaan, maafin aku ya kak, kalau berita ini buat kakak kecewa, tapi jangan marah ya kak sama aku, aku tau aku salah kak, tapi aju gak tau harus ngapain lagi, hikss...."
"Kak, Bani ninggalin aku, hikss..."
"Bani gak ngakui anak ini, hikss.."
"Bani mu..tu..sin.. aku... Hikss..."
"Aku bisa kan kak besarin dia sendiri?, Bisakan? Jawab aku kak, hiksss...."
"Dia gak salah apa apa kak, dia gak tau apa apa, hikss..."
"Aku gak mungkin bunuh dia kan?, Iya kan kak?, Hikss"
"Ada lagi kak, hiksss...., Keluarga kita masih sama, mereka mau jodohin aku sama anak mafia, kak bantuin aku... Aku mohon kakak bawa aku.. hikss... Sakit kak hati aku sakit, hiksss..."
CETARRRRR !
Suara petir yang menakutkan itu menggema begitu saja, entahlah semesta seakan mau bergabung dalam rasa sedihnya, menemani kekecewaannya. Hujan yang turun bagaikan teman dikala beratnya malam ini, membasuh segala luka yang tergores hari ini, bolehkah dia berharap supaya besok dia akan baik-baik saja.
"Non, ujan Non ayok"
"Sebentar Mang"
.....
"Kak, aku pamit ya, aku kuat kok, kalau aku gak kuat aku bakal nyusul kakak, Assalamualaikum"
Langkah gontainya meninggalkan pemakaman itu, bayangan raisa tersenyumpun menjawab rasa perihnya, kakaknya pasti tau seberapa beraninya dia, dia harus menjalani harinya seberat apapun itu.
"Sesakit ini ternyata dipermainkan dengan kenyataan"