UN tak sampai seminggu. Semua sudah saling coret satu sama lainnya. Dan Danu tidak bisa lari dari semua temannya yang saling semprot satu sama lainnya. Hingga pakaian Danu juga kehilangan bentuk sama sekali.
" Kita kemana Dan ?".
" Mereka ke Mana ?". Danu balik nanya.
" Katanya ke Silak-lak mandi-mandi ".
" Warni ngga' mau ikut ".
Warnu menggeleng. " Jauh kali ".
" Kita kemana ?".
" Terserah Danu aja ".
" Terserah aku ?".
" Ya.. ".
" Kalau gitu.. yok ".
Warni naik aja keboncengan sepeda motor Danu dan meluncur perlahan aja tinggalkan jalan Sutoyo Siswomiharjo. Singkat aja, Danu pijak rem, Warni turun, Danu ambil parkir, dan manja Warni mengamit tangan Danu naiki tangga menuju keatas. Naik dengan perlahan aja ke puncak Tanggo Saratus.
Warni menyandarkan kepalanya kebahu Danu yang merangkul bahu Warni sambil bersandar dibangku yang terbuat dari beton itu, semilir angin yang datang menghembus melengkapi panorama Kota Sibolga dengan Teluknya yang indah.
" Kamu kuliah War ?".
" Rencananya begitu ".
" Dimana ? ".
" Kurang tahu ".
Danu merapatkan pelukannya dan daratkan satu kecup tipis dikening Warni yang kini memeluk pinggang Danu dengan melingkarkan kedua tangannya dari samping. Warni lebih menyandarkan wajahnya kedada Danu.
" Kamu akan tinggalkan Sibolga kan ?".
" Belum tentu ".
" Kalau kamu tinggalkan Sibolga kamu ngga' lupakan aku kan War ?".
" Ngga' ".
" Masa sih, kalau udah jauh biasanya.. ".
" Ngga' lah ".
" Kamu yakin ?".
Warni tak lagi menjawab, ia hanya lebih kuat memeluk pinggang Danu, itu sudah cukup menjawab tanya Danu yang meragukannya. Danu juga punya janji dalam hati, akan tetap mencintai Warni bila perlu dan ingin selamanya begitu.
Belum terlalu sore memang. Danu dan Warni turun kebawah setelah saling pagut cukup lama. Wajah keduanya berseri-seri dan bergurau terus hingga sampai ke bawah, hingga sampai ketempat Danu menitipkan sepeda motornya.
Kali ini Warni bersedia diantar Danu hingga kerumahnya. Danu antar hingga kepintu, dan baru kemudian pulang ke rumahnya di Kota Baringin dengan perlahan saja, dengan ribuan hayalan yang kuasai jiwa yang berbunga cinta.
Danu masuk pintu dengan sambutan muka tak sedap Bibi Tiara yang masih pakai pakaian dinas kantornya. Danu tangkap kelainan dan langsung masuk tergesa-gesa ke kamar ayahnya, tak ada, baru Danu kembali kedepan, dipintu tengah Danu hampir bertabrakan dengan Bibinya.
" Ayahmu muntah darah ".
" Apa ? ". Danu bagai disambar petir. " Ayah sekarang dimana Bi ?".
" Rumah sakit ".
" Rumah sakit mana ?".
" F.L Tobing ".
Danu tukar pakaian dan langsung menuju rumah sakit, lihat daftar pasien dan langsung menuju ruangan kelas III Anggrek.
" Dok... ".
" Kamu yang namanya Danu ".
" Iya Dok ".
" Ikut sebentar ".
Danu ikuti langkah dokter menuju ruangannya dan duduk di kursi yang ada di depan meja dokter dengan ribuan pertanyaan yang membalut otaknya. Dokter ambil amplop yang ada di dalam tasnya dan serahkan pada Danu, Danu membuka dan melihat hasil rotgen ayahnya.
" Apa yang terjadi dok ?".
" Seperti yang kamu lihat. Itu hasil rotgen ayahmu Dan, paru-parunya sudah tembus ".
" Jadi dok ?".
" Hanya Tuhan yang menolongnya ".
" Apa ada jalan terbaik ".
" Jalannya tetap ada Dan, kita bisa tempuh dalam waktu dekat ".
" Apa itu Dok ?".
" Operasi ".
Danu pegang keningnya. " Operasi ? ". Danu terdiam.
" Itu Cara Terbaik Dan ".
Danu tak bisa menjawab banyak. Danu hanya mampu meremas tangannya sendiri. Tapi apapun itu, Danu harus melakukan banyak hal untuk ini.
" Kalu begitu Kira-kira berapa dok ?".
" Sekitar Rp. 5.000.000,- ".
" Lima juta rupiah itu sampai sembuh dok ?".
" Kecuali obat yang harus beli di apotik ".
Danu anggukkan kepalanya perlahan-lahan. Dokter buka buku resepnya dan tulis sesuatu dikertas resepnya itu kemudian sodorkan pada Danu yang menerima dengan dada berdebar.
" Kamu beli itu, dan bawa kemari ".
" Ya Dok ".
" Silahkan ".
Danu beranjak keluar, Danu melangkah satu-satu menuju kamar ayahnya. Danu duduk ditepi ranjang dan menggenggam tangan ayahnya erat sekali, ayah Danu membuka matanya.
" Ayah sudah kuat ?".
Ayah Danu mengangguk. " Mulai Dan ".
" Ayah harus kuat ".
Ayah Danu hanya mengangguk saja. Danu amat merasakan hari yang semakin sepi dengan kondisi ayahnya yang terus sakit-sakitan. Danu sadar, selama ini ayah Danu memang amat sayang pada ibunya, ibunya bahkan hanya dibenarkan di rumah saja, cukup ayah Danu yang bekerja.
" Danu pergi dulu ya Yah, mau beli obat di apotik ".
" Kamu punya Uang ?".
" Ayah tenang saja. Aku pergi dulu Yah. Ayah jangan banyak bergerak dulu ".
" Hati-hati Dan ".
Danu berlalu saja, hanya diantar pandangan mata ayahnya yang terus semakin redup. Ada rasa sesal dihati ayah Danu. Anaknya Danu harus merasakan semua kepedihan hidup diusianya yang masih SMA.
Tapi ayah Danu amat bersyukur punya anak seperti Danu, Danu tak pernah sesali hidup, ia tetap tegar, bahkan lebih tegar dari ayahnya sendiri, Danu tetap kuat, bahkan lebih kuat daripada ayahnya sendiri, Danu memang anak yang kuat.
… Bersambung …