Hanya sebentar saja waktunya, Danu sudah sampai didepan rumah Imam yang memang sudah menunggu Danu sejak lama. Begitu lihat Danu masuk pintu pagar rumahnya Imam berdiri menyambut.
" Gimana Dan ?".
" Okey Mam. Tapi kontan, aku perlu uang itu sekarang. Bisa mam ? ".
" Boleh ".
Danu ikuti langkah Imam masuk kedalam rumah, Danu duduk dikursi depan dan keluarkan semua yang berhubungan dengan sepeda motornya yang ia simpan dalam tasnya. Imam masuk kamar sebentar dan keluar dengan uang ditangan.
" Ini semua surat-suratnya Mam ".
" Semua ?".
Danu mengangguk. Imam memeriksa satu persatu yang disodorkan Danu padanya, merasa lengkap Imam pindahkan uangnya kedepan Danu.
" Hitung Dan ".
Danu menghitung dengan perlahan saja. Cukup lama, Danu juga menganggukkan kepalanya. Imam sodorkan tangannya, Danu menerima, mereka berjabat tangan dengan hangat, juga dengan senyum yang juga hangat sekali.
" Kita sepakat Dan ".
" Okey.. Sama-sama ".
Danu mengumpulkan uangnya dalam tas pelastik hitam yang disediakan Imam, sedang Imam simpan surat-suratnya kedalam kamar.
" Antar aku Mam ?".
" Oh ya.. ke rumah sakit ?".
" Ya ".
Danu dan Imam keluar, kali ini Imam yang pegang kemudi, sepeda motor Danu kini sudah jadi miliknya, Danu terpaksa menjual sepeda motornya, sebagian untuk pengobatan ayahnya, sebagian lagi untuk biaya awal kuliahnya, dan kalau bisa sebagian untuk modal membuka kembali usaha mereka jualan di Pasar Inpres Aek Habil.
OO oo OO
Kalaulah Danu perempuan, Danu pasti sudah mengumbar tangis. Semua teman-temannya yang lulus 100% didampingi oleh orang tua masing-masing guna menerima Ijazah masing-masing.
Tak ada yang bisa dampingi Danu kali ini, Danu betul-betul amat terpukul hatinya. Sehingga Danu memilih duduk dibangku paling belakang, paling sudut malah. Danu sendirian pakai wajah murung disana.
Satu demi satu berdiri kedepan dengan orang tua masing-masing ambil STL nya. Tibalah giliran Danu, saat namanya dipanggil Danu berdiri sendirian saja menuju kedepan.
" Mana orang tuamu ?".
" Ngga' bisa datang pak ".
" Ayahmu ?".
" Masih di Rumah sakit Pak ".
" Ibumu ?".
" Udah meninggal Pak ".
Pak Farid yang memang tak begitu kenal pada Danu tercekat. Pak Farid istiqhfar dengar ungkapan Danu, tapi Pak Farid belum juga beri yang ada di tangannya.
" Masalahnya Orang tua mesti datang. Kamu ngga' punya Paman, Bibi, abang atau lainnya ".
" Saya Orang tuanya ".
Pak Farid tak bisa jawab lagi. Siapa yang ngga' kenal dengan orang tua yang kini berdiri disamping Danu. Ia adalah Pak Randi Armando, Kepala Dinas KIMPRASWIL Kota ini. Pak Farid langsung serahkan STL Danu, Pak Randi yang ayah Warni serahkan pada Danu.
" Makasih Pak ".
Ayah Warni hanya senyum saja, demikian juga dengan Warni yang bertemu pandang dengan Danu. Ayah Warni kembali kesamping Warni sedang Danu langsung kembali ketempatnya tadi, tapi Danu cukup bahagia, ayah Warni mau menjadi orang tuanya hari ini, itu jadi kebanggaan tersendiri bagi Danu.
Tapi selesai acara, Danu tak menemukan Warni yang langsung pulang dengan ayahnya. Danu langsung ke rumah sakit menemui ayahnya, Danu diantar Imam sampai kesana.
Danu tak menemukan ayahnya dalam kamarnya, Danu berasa tak enak hati. Danu cari dokter yang menangani ayahnya, baru sampai dilorong yang taunya lagi Danu bertemu Bibinya.
" Ayah Bi.. ".
" Operasinya dipercepat Dan ".
" Sekarang Bi ?".
" Paling 5 menit lagi udah selesai Dan ".
" 5 menit lagi ?".
Belum sempat Bibi Warni menjawab dokter keluar dari ruang operasi. Bibi Tiara dan Danu langsung mendekati Dokter, Danu merasa lega saat dokter sambut mereka dengan senyuman.
" Gimana dok ?".
" Ayahmu sehat. Operasinya berjalan mulus, pencangkokannya berjalan lancar sesuai rencana ".
" Alhamdulillah ".
Danu langsung sujud syukur diatas lantai, dan kemudian berdiri, menjabat tangan dokter dengan hangat dan menghamburkan diri ke pelukan Bibinya yang sudah menitikkan air mata.
Ada cercah bahagia pada diri Danu. Seminggu setelah itu ayah Danu udah bisa dibawa pulang. Danu mencatatkan diri menjadi mahasiswa disebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi yang ada di Kotanya.
Dan Danu juga kembali membuka usaha mereka, berdagang aneka ragam perabotan rumah tangga di Pasar Inpres Aek Habil. Pagi hingga menjelang sore Danu jualan disana, sorenya Danu mengikuti mata kuliah hingga malam harinya.
Dan yang paling membuat Danu bahagia disamping ayahnya yang sudah mulai tegar dan sudah mulai membangun usaha mereka adalah Warni.
Warni ternyata memilih kuliah di Kota Sibolga, dan ternyata satu kampus, satu jurusan, bahkan satu ruangan dengan Danu. Hingga butiran cinta yang sudah tumbuh makin berdahan dan berakar indah memenuhi nafas hidupnya Danu.
… Bersambung …