Chapter 18 - 18

Waktu memang tak mau berjalan lambat, ia selalu ingin cepat-cepat sampai. Begitu juga dengan Danu. Ia sudah berada di Semester 5. Ros yang dulu kuliah di Medan transfer, memilih bergabung dengan Warni, walau alasan yang sesungguhnya adalah Ros lulus jadi seorang PNS di Dinas Pendidikan Kota Sibolga, seorang Arsiparis.

Warni tidak masuk kampus hari ini. Danu pasti bertanya-tanya. Semua yang ditanya tetap tak tahu Warni kenapa. Danu yang ikuti mata kuliahpun tak bisa tenang sama sekali, mata kuliah yang dibawakan Pak Siambaton serasa bagai angin bagi Danu.

Baru setelah lamat-lamat terdengar suara mengaji menandakan Maghrib sudah dekat baru Pak Siambaton tutup kuliahnya dengan membagikan diktat yang harus dibayar besok harinya. Satu kewajiban yang ngga' ada ruangan saling tawar menawar, tak ada yang bisa dimupakati, kita hanya menerima dan besoknya bayar.

Danu melangkah keluar ruangan. Cuma satu langkah tangan Danu ditarik dari samping, Danu ikuti langkah yang menariknya setelah melihat wajah Ros yang tanpa senyum.

Danu terus ikuti hingga lumayan jauh dari pertemuan pertama mereka. Danu duduk disamping Ros diatas jembatan yang terbuat dari beton utuh yang berdiri dipinggir jalan.

" Ini untukmu ".

" Apa ini ?".

" Baca aja Dulu ".

Danu menerima Undangan yang ada ditangan Ros dan membukanya perlahan. Mata Danu terbeliak saat membaca apa yang tertulis disana. Cukup lama Danu memandanginya, berkali-kali Danu membacanya, baru setelah merasa cukup Danu menutupnya kembali dengan desah nafas yang terburu-buru.

" Dia ingin bicara denganmu ".

Danu menatap Ros lemah. " Untuk apa ?".

" Aku ngga' tahu Dan. Yang pasti dia bilang begitu padaku kemarin ".

Danu pendangi jalan raya yang ngga' lagi mulus, ada lobang disana-sini, amat banyak lobangnya, sama dengan dada Danu yang terasa tembus hingga ketulang iga, hingga terasa amat nyeri.

" Dia menunggumu besok Dan ".

" Besok ?".

" Ya. Dia ingin kamu harus datang. Dia ingin lihat kamu sebelum semua ini jadi kenyataan ".

" Entahlah Ros ".

Ros ikut-kutan buang nafas berat. Ros merasa menangkap apa yang dirasakan Danu. Lihat Danu gigit bibir, Ros merasa ikut bersedih dan terpukul.

" Kamu datangkan Dan ?".

" Besok ya ?".

" Iya. Besok jam 09 Pagi ".

" Jam 09 pagi ". Danu menatap kearah langit, buang nafas berat kemudian menuju Ros. " Dimana ?".

" Tanggo Saratus ".

" Tanggo Saratus ".

" Ya ".

Danu mengangguk. Ros langsung beranjak meninggalkan Danu. Tak lama, Danu stop beca dayung dan pulang menuju rumahnya. Walau nanti masih ada mata kuliah Bu Sinaga, tapi Danu merasa perlu pulang, hatinya sudah tak kuat.

Sampai dirumah Danu langsung masuk kamar dan berbaring menatap langit-langit kamar. Ada rasa sakit di ulu hatinya, Danu kembali membaca Undangan yang ada ditangannya.

Benar, yang menikah adalah Warni Adelia dan calon mempelai laki-lakinya Lettu (M) Hari Andrea. Melihat M yang berada didalam kurung berarti yang bakal jadi suami Warni seorang perwira Angkatan Laut.

Danu jelas amat terpukul. Minggu lalu, Danu masih berjalan-jalan ke Pantai Kalangan layaknya orang yang pacaran, bergurau dan bercanda ria hingga sore hari, tak ada tanda-tanda akan ada yang beginian.

Dan kini, Rabu malam, hanya berjarak dua hari dari kebersamaan yang membahagiakan itu Danu menerima undangan Perkawinan. Itu amat gila, gila sekali malah.

Danu cukup kesal dengan semua ini, lagian kenapa harus di Tanggo Saratus ?. disana amat banyak yang menjadi lembaran kenangan antara mereka, kenapa harus disana ?. dan apakah semudah itu memupus cinta yang dibangun sekian lama, sejak masih duduk di bangku SMA.

" Dan.. ".

Danu menoleh. " Hey.. Mam ".

Danu duduk dan menjabat tangan Imam yang langsung duduk diatas ranjang Danu dan bersandar didinding berdampingan dengan Danu. Imam dan Danu kembali saling pandang, sama tersenyum, kemudian Imam raih pundak Danu dan memeluknya cukup erat, erat sekali.

" Dua tahun ternyata waktu yang lama ya Dan ".

" Lama sekali ".

" Aku amat ingin jumpa dengan teman-teman yang lama, disana aku ngga' bisa temuin teman semacam kau dan Husin ".

" Masa di Padang ngga' ada. Padang itu lebar kan ?".

" Dibanding Poncan, iya juga ".

" Poncan ?. Kecil begitu kau bandingin ama Padang, sakit lu ?".

Imam dan Danu sama ngakak. Tangan Imam tanpa sengaja meraih undangan Warni, Imam membuka dan membacanya. Mata Imam langsung terbeliak dan tajam menatap Danu setelah membaca isinya.

" Dan.. ".

Danu tak jawab. Danu ambil Undangan yang ada ditangan Imam, memasukkan kembali dan melemparkannya kemeja belajar yang agak jauh dari tempat mereka duduk. Imam betul-betul kaget.

Dan merasa agak kesal, apalagi Imam tahu kalau Danu amat mencintai Warni, dan Imam amat yakin kalau Warni juga punya perasaan yang sama, tentu dengan melihat kemesraan yang mereka punya dan mereka lalui selama menjadi siswa SMA, semesra dan seindah itu sudah, dimana ada Danu disitu ada Warni, hingga Imam tak yakin dengan apa yang baru dibacanya tadi.

" Dan.. ".

" Udah ack.. ".

" Tapi Dan ?".

…. Bersambung …