Chapter 6 - 6

Danu yang merasa sial. Amrito dan Jurida memang pacaran, begitu juga dengan Sonedi dan Friska yang sudah jadian sejak kelas I dulu, hingga moment semacam ini pantas untuk digunakan sebagai benambah rasa cinta agar lebih melekat erat. Tinggallah Danu yang duduk memandang laut, dan tentunya dengan Naila. Danu hanya duduk diam saat Naila datang dan duduk disampingnya sama-sama memandang lautan yang luas.

" Jalan-jalan yok. Masa duduk aja ".

Danu menoleh. " Jalan kemana ?".

" Sekitar sini aja. Yok ".

Danu akhirnya berdiri juga dan melangkah bareng Naila susuri bibir pantai yang tidak berapa panjang. Danu hanya mampu buang nafas berat dan tak bisa melarang Naila yang sok mesra main gandeng tangan segala. Danu tetap melangkah dan menerima semua pandangan orang-orang yang mereka lewati.

Dengan cara seperti ini, semua yang lihat Danu dan Naila pasti mengklaim keduanya adalah pasangan kekasih. Masa mungkin bukan pasangan kekasih berjalan berdua menyusuri pantai dengan gandengan tangan dan saling bergurau sambil tertawa gembira. Yang pasti tak ada yang tahu Danu udah amat risih, Danu tertawa karena menimbang perasaan Naila.

Boleh dikatakan. Sore ini menjadi sore yang tersial bagi Danu, kemana-mana terus ditempeli Naila yang sok manja, sedang teman-teman yang lainnya pada hilang semua, bercanda ria, bersenang-senang susuri Pantai Indah Kalangan dengan pacar masing-masing. Dan ujung-ujungnya rutuk hati Danu sampai pada titik paling dalam saat harus pula antar Naila hingga kerumahnya yang cukup jauh di daerah Tapian Nauli I Pargodungan sana.

OO oo OO

Begitulah kalau sedang enak-enaknya belajar dengan guru yang pandai membawa suasana. Semua perkataan yang keluar dari bibir Bu Ismi bagai sebuah hal baru yang terasa enak terdengar ditelinga, hingga Masih terasa tanggung bel istirahat sudah terdengar kencang sekali kuasai telinga.

" Okey. Minggu depan kita lanjutkan ".

Bu Ismi tutup buku dan keluar, semua siswa tentu ikuti langkah Bu Ismi, keluar dengan tertib dan sangat teratur, satu demi satu.

" Tanggung ya Dan ?".

Danu lirik Imam. " Lagumu ?".

" Betul. Aku suka dengan pelajaran Bu Ismi, buat wawasan bertambah ".

" Pelajarannya atau Bu Isminya ?".

Imam tepuk jidat. " Dua-duanya kali ".

" Lagumu ".

" Tapi memang Ibu Ismi itu jago nyampein pelajaran, kita ngga' merasa capek sama sekali. Semuanya plong ".

" Dengar pelajarannya atau lihat wajahnya ".

" Kadang sih ".

Danu geleng kepala sambil tolak kening Imam dengan dua jarinya. Memandang wajah Bu Ismi yang cantik memang tidak akan datangkan rasa bosan sedikitpun, senyumnya, caranya bicara, dan gayanya menghadapi siswa. Ibu guru idola.

" Kantin Yuk ".

" Boleh ".

Danu percepat langkah bersama Imam yang langkahnya mirip pejalan cepat, padahal untuk sampai ke kantin tak sampai 50 langkah saja yang dibutuhkan udah sampai.

Isi kantin lumayan banyak. Suaranya lumayan ribut. Semua saling berbicara tanpa pedulikan yang lain disampingnya. Ulianto yang punya suara super bas enak aja manggil-manggil Firman yang duduk di pot bunga depan kantor Osis berbincang dengan anak kelas satu yang memang lumayan manis.

Mata Danu terus menuju sudut kanan kantin. Disana ada Ros dan Warni yang sedang makan mie rebus. Mata Danu terus kesana, Imam yang bicara tak lagi dilihatnya, Danu hanya bilang iya dan anggukkan kepala saja membuat Imam jadi merasa aneh dan agak marah lihat Danu. Imam akhirnya dapati tujuan ekor mata Danu, tangan Imam langsung naik dan halangi pandangan Danu dengan telapak tangannya.

Danu akhirnya alihkan pandangan pada Imam yang senyum-senyum, dan Danu akhirnya ikut senyum walau hatinya lumayan kesal dengan telapak tangan Imam yang menghalangi pandangnya. Setelah Danu alihkan pandangan baru Imam turunkan tangannya.

" Kamu serius suka ama Warni ?".

Danu melirik kearah Iman dan tersenyum simpul dan tipis. " Aku serius Mam, Masa aku main-main ".

Imam tertawa. " Siapa tahu kan ?".

" Gila lu. Apa kau pikir aku Play Boy ".

" Siapa tahu aja ".

Danu mainkan jari-jari tangannya dengan menautkan satu sama lainnya. Tak ada rasa ingin bermain-main dalam hal yang satu ini. Danu memang serius suka dan cinta pada Warni. Wanita itu amat kuat memikat hati Danu.

" Cari cara dekati agar ngga' ketahuan main-main ?".

Danu buang nafas berat. " Ngga' lah. Aku benar-benar serius. Serius sekali Mam. Aku amat tertarik padanya ".

" Yah udah.. kamu dekati aja "

" Caranya ?".

" Tangkap aja, gonikan sekalian ".

" Sial ".

Imam tertawa lebar dan habiskan minumannya yang tinggal sedikit lagi, Danu juga lakukan hal sama sebab lonceng tanda masuk sudah terdengar cukup kuat, kuat sekali malah.

Pak Danil yang memukul lonceng yang merupakan bekas lingkar Ban Bus besar yang digantung didepan kantor, entah karena emosi mati lampu atau memang peragakan kekuatan tangannya tak ada yang tahu.

Yang pasti suaranya amat keras melengking membuat yang berada dekat dengan benda itu harus menutup kuping dan berlari menghindar menjauh.

Danu melangkah beriringan dengan Imam yang terus saja menahan rasa tertawa, dan harus gunakan tangannya untuk membantu merapatkan kedua bibirnya agar tak keluarkan suara.

" Kok tutup mulut terus ?".

" Lucu ".

" Lucu ?. apa yang lucu ?".

" Kamu lucu Dan, lucu sekali malah ".

" Kepalamu lucu ".

" Tapi benar. Kamu memang lucu ".

" Lucu apanya ?".

" Suka tapi tak mau ngomong, takut-takut. Kemudian desah bilang sayang. Kaya' orang naik nafsu aja ".

" Syetan ! ".

Danu tonjok bahu Imam yang tak sempat lakukan gerakan mengelak, Imam langsung gosok-gosok bahunya dan setengah berlari masuk ruangan kelas melewati orang-orang yang juga mau masuk kelas, amat ramai.

Danu acungkan tinjunya dan berusaha mengejar, Imam berlari dengan pandangan setengah kebelakang, hingga Imam tanpa sengaja nabrak Warni yang jalan didepannya cukup kuat, Warni spontan saja peluk Ros dan keduanya terdesak tersandar merapat ke dinding dalam sekolah.

… Bersambung ….