Chapter 9 - 9

Begitu Bastian bergerak, Danu juga langsung berbalik dan kembali menuju rumahnya yang berada didalam gang yang lumayan sempit itu. Danu lumayan pusing dibuat Putri yang terus banyak membuat ulah diatas gendongannya.

" Dari mana ?".

" Beli roti ".

" Banyak sekali Dan ". Bibi Tiara ambil anaknya dari gendongan Danu. Anak Mama kok minta kuenya kebayakan sih ?".

Putri sama sekali tak menjawab, andai dijawabpun pasti ibunya takkan mampu menafsirkannya. Putri baru lancar bicara kalau soal minta makanan, kalau yang lain belum bisa, pasti belepotan. Putri malah pasang gaya joget-jogetan digendongan mamanya. Bibi Tiara duduk disofa.

" Ibu kemana Bi ?".

" Ke Pasar tadi ".

Danu masuk kamar dan ganti pakaian, hanya sebentar keluar lagi dan duduk didepan Bibinya. Putri langsung turun dari pangkuan mamanya dan beralih kepangkuan Danu dan suruh Danu buka rotinya satu persatu.

" Ngapain ke Pasar ?".

" Paling bentar lagi akan pulang, antar nasi ayahmu kali Dan ".

" Apalagi. Pasti itu ".

" Udah lama kok berangkatnya ".

" Lama pulangnya tuh ".

" Kenapa ?".

" Manja-manjaan dulu ".

Bibi Tiara menggeleng. " Macam aja kau Dan ".

Danu hanya tertawa kecil, terus buka bungkus roti Putri satu demi satu, yang satu belum habis, Putri sudah buka yang satunya lagi, terus saja begitu hingga dikursi sofa dan meja sisa roti, baik yang berbentuk tepung atau potongan berserakan dimana-dimana.

Sedang Putri sudah megap-megap, matanya makin lama makin sayu walau mulutnya masih tampak menguyah sesekali dan tangannya masih memegang potongan Roti. Dan hanya sebentar Putri akhirnya terdiam, tidur dalam dekapan Danu dengan mulut penuh roti.

Dan tak hanya Putri, Bibi Tiara juga enak aja tidur sambil duduk dikursi sofa, Bibi Tiara tidur dengan menyandarkan kepala dan lipat tangan didada. Danu yang jadi pusing, mau angkat Putri takut Putrinya terbangun, akhirnya Danu coba pejamkan mata, tapi semakin dipejam semakin tak bisa tidur, justru Danu jadi pening, bila matanya dikatup rapat, wajah Warni yang lalu lalang dibenaknya hingga tak bisa tidur.

Untung ibu Danu pulang. Ibu Danu hanya geleng kepala, letakkan rantang di meja dan angkat Putri dari pangkuan Danu. Danu langsung berdiri, ambil rantang kosong dan membawanya ke dapur. Ibu Danu bawa Putri kekamar tidur mereka dan menidurkannya setelah melap mulut Putri yang penuh roti. Setelah merasa rapi ibu Danu menuju dapur.

" Mama jadi ke dokter ?".

" Ngga' sempat ".

Kening Danu berkerut. " Ngga' sempat ?. Kok ngga' sempat ?. Mama kerja apa sampai ngga' sempat ?".

" Tadi ada tamu ".

" Sejak pagi ?".

" Ngga' sih, mereka datangnya jam 11 siang ".

" Setelah mereka pulang ".

" Mama masak ".

" Habis masak ?".

" Antar nasi ayahmu ".

Danu pukul jidat. Danu hanya geleng kepala, Danu terkadang jadi kesal sendiri dengan ibunya yang mau pergi ke dokter, entah karena apa. Padahal Danu yakin ibunya punya penyakit dalam.

" Besok Mama harus ke dokter ".

" Lihat besok lah ".

" Lihat besok ?. Mama gimana sih ?".

" Lagian mama ngga' sakit kok ".

" Mama.. mama ".

Danu geleng kepala dan tinggalkan ibunya sendirian di dapur. Ada banyak rasa kesal di hati Danu karena ibunya yang selalu enggan ke dokter, selalu ada alasan untuk tidak sampai kesana, padahal Danu amat ingin tahu apa sebenarnya penyakit ibunya. Danu merengut saat duduk di depan Bibinya yang lagi asyik membaca resep masakan.

" Kok merengut sih ?".

" Mama tuh ".

" Ketus sekali. Lawan orang tua itu durhaka itu tau, mau masuk neraka lu ?".

Danu mendelikkan matanya, dan malah sampai melotot kearah Bibinya yang keningnya bertambah banyak kerutnya lihat Danu yang pasang muka merengut sejak dari belakang tadi.

" Yang durhaka siapa ?".

" Lalu ?. kok gitu mukanya ?".

" Mama itu kok mau ke dokter, Bibi juga ngga' mau memabawakan ".

" Emang mama kamu sakit apa ?. Bibi lihat sehat-sehat aja Kok ".

" Bibi sama aja ".

Danu akhirnya berdiri langi dan masuk kamar, Bibi Tiara hanya geleng kepala saja lihat Danu yang tampaknya amat kesal kepada ibunya. Bibi Tiara terus pandangi punggung ponakannya itu, hingga Danu masuk kamar, baru Bibi Tiara kembali dengan buku yang ada ditangannya, membaca dengan perlahan saja sambil menyimak baik-baik.

Hingga sampai malam menggabungkan diri dengan tawarkan kegelapan. Malam yang cukup sial bagi Danu. Walau rencana sudah disusun dengan rapi sekali, tapi harus batal dengan terpaksa, hujan yang cukup lebat membuat Danu tak bisa melangkah kemanapun. Pikiran Danu lumayan kacau juga.

" Kenapa ?".

Danu menoleh. " Ayah ".

" Kamu kenapa ?".

" Sewot ".

" Sewot ? kenapa ?".

" Ngapaian juga ada Hujan ".

Ayah Danu geleng kepala. " Hujan itu juga berkah Dan, itu rahmat dari Tuhan juga, harus disyukuri ".

" Ngeliat waktunya juga ".

Ayah Danu kembali hanya geleng kepala, ia tidak berminat melanjutkan bicara dengan Danu yang ia tahu tak bakal mau kalah, dengan begitu Danu hanya duduk aja diruang depan, untung ada siaran langsung Liga Italia Serie A. kalau tidak, Danu mungkin akan jadi orang yang lumayan pening malam ini. Ayah Danu walau bukan begitu suka Bola, ikut nonton juga, Mama Danu lebih memilih mencari apa yang bisa dikerjakan didapur.

" Ayah tahu Mama sakit apa ?"

" Emang Mama sakit apa ?".

" Ayah.. ayah.. ayah tanya dong. Kemarin Mama batuk batuk sambil megang dada. Masa ayah ngga' tahu ".

" Memang ngga' tahu ".

" Disuruh kedokter juga ngga' mau. Ayah suruh dong ".

" Nanti ayah bilangin, Tapi ayah lihat Mama sejat aja kok ".

" Ayah sama aja ".

Danu kembali tambah pusing, ngga' mamanya, Bibinya, dan kini ayahnya juga punya pikiran yang sama. Padahal Danu amat yakin kalau mamanya punya penyakit, Danu amat khawatir kalau penyakit itu adalah penyakit dalam yang mengancam keselamatan jiwa mamanya. Danu hanya bisa memandangi wajah ayahnya yang enak aja menikmati rokonya. Danu akhirnya tahan hati dan kembali memasang mata dengan tekun kearah TV.

Dengan menonton Bola otak Danu bisa encer kembali, tapi gantian ayahnya yang pusing, matanya yang ngantuk harus terkejut setiap saat, manakala bola hampir capai tiang gawang, Danu enak aja pakai gaya jerit, dan bahkan pakai maki-maki, ayahnya yang untuk kesekian kalinya hanya bisa intip dari balik tirai hanya geleng kepala saja dan berusaha tutup telinga.

…. Bersambung …