Pagi yang cerah. Danu melangkahkan kaki dengan senyum yang khas saat tiba dilokasi sekolahnya yang udah ramai dengan siswa, walau baru pukul 06.55 WIB.
Danu parkirkan sepeda motornya di parkiran, ambil tasnya dari jepitan sepeda motornya dan melangkah menuju kelasnya guna nyimpan tasnya yang lumayan berat. Ditangan Danu masih ada lagi buku yang lumayan tebal dengan hasil copian yang berisikan program kerja jangka pendek dan jangka panjang OSIS.
" Dan.. ".
Danu berhenti melangkah. Danu hanya anggukkan kepala menunggu hingga Imam dekat dengannya, Danu membalas semua senyum Imam yang sepertinya tak mau putus-putusnya sejak ia memanggil tadi.
Begitu dekat tangan Imam langsung rangkul bahu Danu, tepuk sekali perut Danu dan mereka sama melangkah dengan tujuan yang sama, ruang kelas mereka, antarkan buku dan tas.
" Kemarin kemana ama Warni ?".
" Kapan ?".
" Pura-pura bego kamu, kemarin ?.
Imam seperti meledek Danu sambil mencolek pinggang Danu. Dan jari telunjuknya di goyang-goyang kearah Danu yang hanya bisa senyum-senyum kecil sambil garuk kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
Danu ngga' tahu mau jawab dari mana dahulu. Soalnya yang paling ia ingat hanya tangannya yang lumayan sering menyentuh paha Warni.
" Kemana ? kemana ?".
" Cuma jalan-jalan aja kok ".
" Kemana ? kemana ?".
" Tanggo Saratus ".
" Waw.. Tanggo Saratus ?. ngapaian disana Dan, kamu.. ?".
" Cuma mandang-mandang aja ".
" Mantap dong ".
Danu hanya tertawa kecil, letakkan tas dan kembali keluar dalam tempelan Imam menuju lapangan upacara yang udah ramai.
" Kamu udah bilang ?".
" Apanya ?".
" Itu.. soal cinta kamu ?".
Danu mengangguk. Anggukan Danu ternyata sangat lucu dimata Imam hingga ia tertawa lebar, lebar sekali malah sambil tepuk-tepuk bahu Danu perlahan-lahan dengan senyum bangga.
" Gimana ? gimana ?".
" Apanya ?".
" Dia bilang apa ?".
" Ngga' ada jawaban ".
" Kok gitu ?'.
" Tauk ".
Imam dan Danu akhirnya terpisah, tangan Imam singgah dulu dipantat Danu sebelum Imam melangkah ke kanan, bergabung dengan semua teman-temannya yang kebagian bertugas sebagai pelaksana upacara dalam upacara kali ini.
Danu langsung ambil barisan paling belakang saja, Danu ngga' tertarik berdiri di depan, setiap upacara Danu memang ngga' pernah tertarik terlihat oleh orang lain, memang selama jadi siswa. Sejak SMP, Danu tak pernah jadi petugas upacara, sama sekali tidak pernah.
Cuma sekali dulu, itupun waktu masih kelas III SD, sudah cukup lama. Itupun dulu hanya pegangin Map yang berisi Teks pancasila, hanya memberikan saja pada Inspektur upacara, tak ada ngomong apa-apa.
Upacara berjalan lancar saja. Cuma Danu yang nyesal kenapa harus baris di barisan belakang. Sebab hanya bisa memandang belakang Warni yang berdiri paling depan dibarisan perempuan.
Dan Danu makin kecewa, saat pelajaran berlangsung, Warni malah ada dibangku paling belakang disamping Widya, kursi yang disebelah Ros entah kenapa jadi patah.
Sial bagi Danu sebab untuk sekedar melihat wajah Warni Danu harus putar kepala hingga 180 derajat. Akan sangat susah tentunya, belum lagi harus mengelak dari pandangan garang Pak Bambang yang seakan tahu tujuan hati Danu, mata Pak Bambang terus saja mengarah padanya dan Imam teman sebangkunya.
Yang membuatnya makin sial, sejak jam pertama tadi, tak seperti biasanya Imam amat suka ajukan pertanyaan.
Danu merasa bagai baru keluar dari lembah yang sangat gerah pada saat bel berbunyi dari kantor sekolah. Danu langsung berdiri saat Bu Dhea angkat tasnya. Danu melanglah agak cepat, dan sial lagi. Masih selangkah keluar pintu, Fahri yang pengurus OSIS tangkap tangannya.
Hati Danu terus berdebar kencang. Warni yang senyum simpul saat melihat Danu datang membuat badan Danu ikut agak limbung. Tapi Danu berusaha terus senyum dan terus mendekat ke Warni yang duduk diteras depan kantor OSIS.
Danu langsung aja duduk disamping Warni cukup rapat, hingga bahu mereka saling bersentuhan satu sama lainnya. Danu dan Warni saling pandang dan saling lempar senyum.
" Apa khabar ?".
" Sehat aja kok ".
Danu gosok-gosok kedua telapak tangannya dan terus coba lirik Warni yang pagi ini tampak begitu ceria. Warni memainkan pulpen yang diapit dengan jari tangannya. Kembali Danu dan warni saling pandang dan kembali lagi saling lembar senyum.
" Kapan lagi ke Tanggo Saratus ?".
" Kapan ya ?. enak juga disana ".
" Kapan aja boleh. Sekarang juga bisa ".
" Sekarang ?. Mana mungkin ".
Danu dan Warni sama-sama ketawa. Walau tampak amat gembira, tapi sebenarnya debur dada Danu amat besar, sudah mirip dengan debur ombak Pantai Binasi Kolang Nauli.
" Disini bayak tempat yang begitu kan ?".
" Banyak sih ".
" Misalnya ?".
" Pandan, Kalangan, Hajoran, Silak-lak Lobu Tua, Tor Simarbarimbing, bahkan juga yang sungai di Huta Balang dan Pinang Sori ".
" Enak disana ?'.
" Bagus. Bagus semua tuh ".
" Cukup banyak juga ya ?".
Danu hanya lempar senyum tipis, begitu juga Warni.
" Itu belum semuanya ".
" Masih ada yang lainnya ?".
" Masih ada Huta Nabolon, Pantai Kolang, Sorkam, Barus, banyaklah ".
" Banyak juga ya ".
" Banyak. Nanti kapan-kapan kita kesana kalau Warni mau, bisa kok ".
" Bisa ?". Warni tampak gembira.
" Bisa. Tapi mesti hari libur ".
" Ya iyalah. Kalau ngga' libur mana mungkin bisa. Kan masih sekolah ".
Danu dan Warni kembali saling umbar tawa dan lempar senyum. Danu amat bahagia walau hanya sekedar begitu aja. Bisa disamping Warni merupakan satu kebahagiaan yang tak ternilai harganya bagi seorang Danu.
" Aku jujur soal kemarin War ".
" Soal yang mana ?".
" Yang kemarin. Itu keluar dari lubuk hatiku yang paling dalam ".
" Iya.. apa ?".
Danu buang nafas panjang. Kembali Danu gosok-gosokkan tangannya kembali dan kemudian husap wajahnya sampai dua kali. Pandangan mata Danu jauh kedepan, ke halaman yang dipenuhi siswa yang berjalan-jalan, hanya sekedar duduk, bahkan yang saling kejar-kejaran.
" Benar. Aku serius soal itu ".
" Soal apa ?".
" Soal.. ".
Danu terpaksa hentikan omongannya sampai disitu. Omongan Danu distop bel yang berdering. Danu juga berdiri bersamaan dengan Warni menuju ruang kelas mereka. Danu dan Warni berjalan beriring perlahan saja, tampak amat santai.
" Aku benar-benar suka padamu War ".
" Masa sih ?".
" Ya. Itu benar sekali ".
… Bersambung ….