Chapter 11 - 11

Warni tertawa kecil, bahkan sambil menutup mulutnya dengan ujung jari tangannya. Walau begitu, tawa itu ternyata cukup sakti. Tawa yang mampu membuat sesuatu menjadi berbeda, punya daya supranatural, atau punya nilai mistis juga. Buktinya Danu jadi kecut kaya' orang yang amat takut saat mendengarnya.

Langkah Danu udah berada diambang pintu masuk ruangan kelas mereka. Dengan menjulurkan tangan kanannya, Danu persilahkan Warni masuk lebih dulu. Warni menatap Danu dengan senyumnya yang amat tipis.

" Sebenarnya, Sejak awal aku juga suka ama kamu Kok Dan ".

" Apa ?'. Danu tersentak. Bahkan langkahnya sampai berhenti. " Kamu ?".

Warni hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, kemudian berbalik dan langsung menuju kursinya, Danu juga melangkah dengan perlahan saja menuju kursinya dan duduk.

" Ngomong apa tadi, ngomong apa tadi ?.

Imam guncang bahu Danu cukup keras. Danu hanya melirik Imam cukup lama, senyum Imam yang tadi terus berkembang biak dengan manis, berangsur hancur, dan bahkan pupus beganti kecut saat tak terima jawab apapun dari Danu. Imam lepaskan tangannya dari bahu Danu dan palingkan wajah ke depan kelas, menatap Bu Ismi.

Danu tidak tahu bilang apa lagi. Yang pasti hatinya berbunga-bunga sekali hingga dalam belajar Danu terus coba lirik Warni, dan kalau mata mereka bertemu, Danu menemukan senyum tipis yang amat manis, yang membuat Danu punya hayalan tingkat tinggi dalam hati.

OO oo OO

Minggu yang indah. Danu masih aja tiduran di tempat tidurnya walau jam baru menunjukkan pukul 08.30 WIB. Danu rasanya amat malas berdiri walau perutnya mulai demonstrasi karena sudah nyaris kosong melompong.

" Dan.. ada yang nyari tuh ".

Danu menggeliat. " Siapa Ma ".

" Ngga' tahu tuh. Temuin aja ".

Danu berdiri, begitu Danu intip dari balik tirai, mata Danu membulat, yang duduk manis diatas kursi sofa itu adalah Warni. Danu jadi kelabakan, Danu jadi bingung, mau langsung keluar ngga' mungkin, cuci muka aja belum, mau cuci muka ke kamar mandi harus keluar kamar, dan kamar Danu tepat didepan kursi tamu, Warni pasti lihat nanti kusut wajahnya.

Danu cepat pakai pakaian yang rapi, ambil air putih yang ada di meja, basahin kain selimutnya yang terletak disana, dan lap wajahnya seadanya, dan dengan senyum keluar kamar.

" Sendiri War ?". Danu duduk didepan Warni.

" Sama Ros ".

" Lho. Ros nya Mana ?".

" Beli didepan. Ngga' tahu beli apa ".

" O.. bentar ya ".

Warni mengangguk, dan Danu langsung pergi ke belakang, masuk kamar mandi dan cuci muka sepuas hatinya. Ibu Danu dan ayah Danu hanya geleng kepala melihat ulah anaknya. Saat Danu kembali kedepan, disana udah ada Ros dan bungkusan plastik yang terletak diatas meja.

" Rencananya mau kemana ?".

" Lihat famili di Rumah Sakit ".

" Sakit ?".

" Kemarin kecelakaan ".

Danu pandangi Warni yang tampak amat cantik dengan balutan baju busana muslim berwarna ungu itu. Danu juga baru kali ini melihat Warni pakai baju yang bukan seragam sekolah. Baru kali ini melihat Warni pakai gincu, bahkan pakai bedak, hingga tampak amat cantik dimata Danu.

" Rencananya mau ke sana. Kemudian Warni tanya, kamu tahu rumah Danu ?. aku bilang tahu. Kita singgah disana ya, aku bilang iya. Makanya sampai disini kami. Gitu toh ". Ros memberi penjelasan.

" Udah nyampe kan ?. inilah rumah kami ".

Warni hanya senyum-senyum saja. Tapi itu udah cukup membuat Danu amat bahagia. Mau aja sampai ke rumah ini udah satu hal yang sangat buat Danu bahagia sekali.

" Kalau gitu kami ke sana dulu ya Dan ?".

" Kok cepat kali ?. Minum dulu kek ?".

" Lain kali aja deh, ya ?".

Danu hanya angkat bahu, Warni berdiri dan menuju dapur, cukup lama disana, lebih lima menit, Danu juga ngga' tahu apa cerita mereka, yang pasti disana ada ayah dan ibunya. Ros Cuma senyum aja melihat Danu yang terus lihat kebelakang.

" Emang enak cerita ama calon mertua ".

" Ada aja kamu Ros ". Danu senyum tipis.

" Ini perumahan Pelabuhan Indonesia kan ?".

" Ya.. ".

" Kalau begitu orang tua kamu orang Pelni ?".

" Ngga'. Kita disini nyewa Ros ".

" Mahal ?",

" Ngga' lah. Cukup murah malah.

Ros hanya mengangguk-anggukkan kepalanya berkali-kali. Warni akhirnya kelihatan dipintu tengah dengan ibu Danu dan disusul ayahnya dari belakang, antar hingga kepintu, bahkan hingga Warni dan Ros jalan dan hilang dari gang.

Danu kembali masuk dan duduk dikursi sofa yang ngga' baru lagi itu. Pagi yang menggembirakan bagi Danu. Walau cukup singkat, kunjungan Warni amat berarti bagi Danu.

Bibi Tiara kusuk bahu Danu hingga hayalan Danu yang tadi melayang semuanya jadi sirna begitu saja. Danu menggerak-gerakkan badannya hingga Bibi Tiara lepaskan pijatannya dan duduk disamping Danu sembari merangkul bahu Danu erat sekali.

Bibi Tiara memencet hidung Danu dan memeluk ponakannya erat sekali. Tiara memang amat memanjakan Danu. Sejak masih gadis, Tiara yang terus bela Danu jika dimarahi ayah atau ibunya. Bahkan Tiara siap bertengkar sama ibu Danu jika Danu sampai dipukul.

Danu menyandarkan kepalanya dileher Bibinya. Walau besar badan mereka hampir sama, tapi Tiara tetap memperlakukan Danu bagai anak kecil saja. Sudah besarkan Danu masih diperlakukan begitu oleh bibinya.

Ayah dan ibu Danu, Pamannya Suheri kalau melihat begini hanya geleng kepala saja. Sebagai anak tunggal, Danu juga sebenarnya amat disayang ayah dan ibunya sepanjang hari, tapi baik ayah Danu maupun ibunya tetap menahan diri agar tak begitu menunjukkan kasih sayangnya secara berlebihan, takut Danu nanti jadi anak yang manja dan kehilangan sifat laki-lakinya.

Ayah dan ibunya Danu ngga' memanjakan, justru datang Bibinya yang manjakan keponakannya dengan cara yang cukup berlebihan.

" Itu tadi pacar kamu ya ".

" Yang mana ?".

" Itu tadi yang datang kemari. Pacar kamu yang mana Ros atau Warni ?".

" Bibi kenal ?".

" Kenal, Roswita Devi dan Warni Adelia ".

Kening Danu berkerut. Pandangan mata Danu amat lekat pada Bibinya yang tampak santai, muka Danu dengan muka Bibinya yang saling tatap jaraknya tak sampai satu jengkal. Telunjuk kanan Bibi Tiara mencolek hidung Danu dan terus tersenyum.

" Nama lengkapnya memang itu. Kok Bibi kenal ?".

" Ros itu kan anak Pak Dino, Kepala Dinas Pariwisata Sibolga itu ".

" Kepala Dinas Pariwisata ? aku ngga' tahu tuh Bi, kalau Warni ? ".

" Anak Kepala Dinas Bibi ".

" What ?".

Danu sampai melonjak dengan pandangan mata terbeliak. Lonjakan Danu hingga badannya terlepas dari pelukan Bibinya. Pandangan mata Danu hanya dijawab Bibinya dengan senyum dan anggukan kepala berulang kali.

" Masa sih ?".

" Ya memang itu. Mereka pantas temenan akrab, lha wong sama-sama anak Kepala Dinas ".

Danu geleng kepala, Danu tak menyangka Warni anak pejabat teras dikota ini. Apalagi selama ini Warni terus mengaku tinggal di Gang Bagan, selalu mengaku keluarga yang miskin, tentu apa yang baru dikatakan Bibinya membuat Danu lumayan terkejut.

" Tapi kamu akan susah Dan dengan dia ?".

" Emang kenapa Bi ".

Tiara kembali peluk Danu dan lepaskan lagi pelukannya setelah kembali pencet hidung Danu yang memang mancung, Tiara berdiri dan ambil Putri yang bangun tidur, kembali Tiara datang dan duduk didepan Danu dengan memangku Putri.

" Ibunya sombong tuh ".

" Maksud Bibi ?".

" Sombong aja ".

" Emang Bibi kenal Ibunya ?".

" Ya iyalah, kenal kalipun. Wong Ayahnya pimpinan di Kantor ".

Tiara pergi begitu saja karena Putri merengek minta mandi. Danu hanya pandangi punggung Bibinya dan berpikir agak panjang. Masa orang seramah dan selembut Warni punya mama yang sombong, itu kaya'nya ngga' mungkin aja. Mungkin perasaan Bibi aja, tapi masa Bibinya keluarkan omongan begitu kalau ternyata memang ngga' benar. Lagian memang banyak istri pejabat yang justru lebih hebat dari jabatan suaminya sendiri.

… Bersambung …