Chapter 8 - 8

Danu tetap hanya diam walau debar dadanya sudah tak karuan. Tak ada lagi kata-kata yang bisa di keluarkan Danu dari mulutnya. Sama sekali hanya bisa diam seribu bahasa.

" Pulang Yok ".

" Ayo ".

Danu lemas. Ajakan pulang ini cukup buat Danu kecewa, Danu berdiri dengan gontai dan ikut melangkah menuju anak tangga.

Tapi itu hanya satu detik. Pada langkah pertama saja, Warni sudah mengamit tangan kiri Danu, dan mereka turun dengan langkah satu-satu. Walau hanya sekedar begitu, tapi itu sudah cukup buat dada Danu terus berdebar.

Malah tubuhnya terasa bagai terbang saja saat menuruni anak demi anak Tanggo Saratus, apalagi setiap melangkah tangan kiri Danu harus singgah dipaha kanan Warni. Getaran dada Danu tak bisa ia tahan sehingga mulutnya jadi kelu, diam seribu bahasa. Tak ada yang mampu ia katakan. Dan Warni juga tak mau ngomong sama sekali.

Sampai di bawahpun Warni masih terus saja bergantung di tangan Danu, seakan tak ada kesempatan untuk lepaskan tangannya yang bergantung ditangan Danu.

Dan tentunya dada Danu juga masih menggunakan debaran yang sama sejak dari atas tadi. Malah makin kebawah makin kencang aja debarannya. Danu dan Warni berhenti sejenak dekat ceret beton yang besar disana. Warni panggil beca dayung yang lewat.

" Aku antar aja kenapa ?'.

" Ngga' usah Dan. Aku naik beca aja ".

" Aku antar aja ".

" Udah ngga' apa-apa ".

Beca berhenti didepan Danu dan Warni. Warni lepaskan pegangannya pada Danu dan langsung naik ke atas beca tanpa bilang tujuannya kemana, Warni hanya berikan Isyarat tangan yang mengarah ke Terminal Bus Sibolga.

" Langsung kerumah kan ?".

Warni mengangguk. " Makasih ya ".

Danu hanya mengangguk, Beca langsung bergerak maju, Warni juga sudah tak lagi melihat kebelakang. Warni sudah cukup jauh barulah Danu ambil sepeda motornya dan pulang kerumahnya. Yang pasti Danu amat bahagia sekali, walau belum ada jawaban, tapi tindakan Warni yang gandeng tangannya tadi memberi isyarat pada Danu jalannya dapatkan Warni lumayan mulus.

OO oo OO

Hari amat panas. Kepala Danu terasa berat, apalagi untuk sampai kerumah Danu tadi harus keluarkan banyak tenaga jalan kaki aja sendirian dorong sepeda motornya yang rusak dari sekolah dan ditinggalkan saja di bengkel yang ada di jalan Imam Bonjol, dan dari Imam Bonjol jalan kaki lagi untuk sampai kerumahnya.

Sampai di rumah Danu disambut Putri yang lagi menangis minta jajan. Begitu melihat Danu yang datang, Putri langsung mendekat dan pegang kedua kaki Danu sambil hentak-hentakkan kakinya ke lantai.

" Kok nangis sih ?, wawak mana ?".

" Beli oti .. "

" Beli Roti ?. Enak Dong ?".

" Indak.. itu. Beli oti ita.. ".

" Dimana ?".

Putri tambah meronta, kakinya makin dihentak-hentakkan ke lantai dan angkat kedua tangannya kearah Danu minta digendong. Danu letakkan saja tasnya diatas sofa depan dan gendong adiknya Putri yang terus menangis.

Putri yang anak Bibinya Tiara lebih sering tinggal dirumah mereka ketimbang dirumahnya sendiri, apalagi jarak rumah mereka hanya 30 meter. Tiara yang kerja di Pemko Sibolga setiap hari titip Putri dirumah kakaknya, ibu Danu.

Sementara Paman Suheri, suami Bibi Tiara yang kerja di TELKOM juga pagi-pagi udah hilang. Hingga ibu Danu yang terus jaga Putri, apalagi ibunya Danu yang Ibu Rumah Tangga biasa, paling hanya sebentar aja pergi ke pasar antar makan siang ayah Danu, ia bisa bawa Putri kesana, tak ada yang sulit bagi ibu Danu, sehingga jelas ia punya banyak luang waktu yang cukup untuk menjaga ponakannya Putri.

" Oti.. Otiiii .. ". Putri menjerit.

" Diam.. diam. Ya.. ya.. kita beli Roti ".

Danu akhirnya melangkahkan kaki keluar rumah kembali masih dengan pakaian sekolah yang melekat. Tujuan yang pasti adalah jualan roti yang ada diseberang jalan. Danu lamgsung kesana dan belikan semua yang diminta adiknya, hingga Danu harus kuras dompet sampai Rp. 6500,-. Jelas saja dengan banyaknya roti ditangan Putri dengan segala macam rupa membuat Putri langsung diam, bahkan sudah bisa tersenyum.

Danu kembali menyeberang jalan pulang kerumahnya. Tapi belum sampai Danu hampir disempret sepeda motor yang ditumpangi dua orang cowok dan cewek. Danu setengah berlari, tapi yang nyempret justru berhenti dan mundurkan sepeda motornya dekati Danu. Danu juga hentikan langkahnya dan berbalik menghadap kearah yang bersepeda motor.

" Anakmu Dan ?".

" Sial lu Bas. Mau kemana ?".

Danu baru kenal saat Bastian membuka helmnya. Danu menerima uluran tangan Bastian dan cewek yang duduk dibelakangnya dengan senyum gembira. Danu sudah cukup lama tak jumpa dengan teman SD nya Bastian, sejak Bastian dan keluarganya pindah ke Pandan, ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah.

" Anakmu Dan ?".

" Anak ?. lu gila ya Bas ?. masih SMA punya anak ". Danu merutuk.

" Oh ya aku lupa, adikmu ?".

" Ya, ini anak Bibi Tiara ".

" Bibi kamu yang cantik itu. Pantas anaknya juga cantik ".

" Sialan lu Bas. Dasar ! ". Danu mengumpat.

Bastian hanya tertawa, tangannya langsung cubit pipi Putri yang memang tembem dan bisa buat gemas yang melihatnya. Bastian ulurkan tangannya ajal Putri, tapi Putri merapatkan badannya pada Danu, artinya ngga' mau dengan ajakan Bastian. Terang membuat Bastian agak kesal dan pencet hidung mancung Putri.

" Udah berapa anaknya Dan ".

" Baru ini Kok. Mau kemana ?".

" Lari kawin ".

" Yang benar aja Bas ".

" Ngga' ach. Aku mau ke PHR Sambas ".

" Ikut festival ?".

" Ya.. ".

Danu terus saja senyum memandang Bastian yang tampak amat besar. Badan Bastian memang tinggi besar, amat berbeda dengan Danu yang walaupun tinggi tapi lumayan kurus.

" Jam berapa mulainya Bas ?".

" Biasanya jam 4 sore ".

" Jam 4 Sore ?".

" Sabtu biasanya begitu. Besok baru mulai pagi hari, biar bisa selesai ".

Danu anggukkan kepalanya berkali-kali walau sebenarnya kurang paham dengan apa yang dikatakan Bastian. Danu lirik jam yang ada di tangannya sejenak dan kembali memandang Bastian.

" Sekarang kan baru jam 2 ".

" Latihan dikit nanti dilokasi ".

" Emanya bisa begitu ?, Panitia ngga' marah ".

" Kita kan punya koneksi yang jelas dengan semua panitianya ".

" Panitianya siapa ?".

" Bang Jimmy ".

" Pantesan aja lu bisa. Ama anak paman sendiri, kolusi tau ".

" Ngga'lah Dan, yang lain juga boleh ".

Danu mangangguk-anggukkan kepala. Bastian hidupkan kembali sepeda motornya. Kembali cubit pipi Putri yang langsung menjerit dan pukul tangan Bastian dengan kedua tangannya.

" Yok, Dan ".

" Okey… ".

….. Bersambung ….